Waspada! Sektor Pertanian Paling Terdampak Perubahan Iklim

Perubahan iklim menyebabkan produksi pertanian menurun

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menuturkan, pertanian merupakan sektor yang mengalami dampak paling serius akibat perubahan iklim.

Dwikorita menjelaskan, perubahan pola curah hujan dan kenaikan suhu udara menyebabkan produksi pertanian menurun signifikan. Kejadian iklim ekstrem berupa banjir dan kekeringan menyebabkan tanaman mengalami gagal panen atau puso semakin luas.

"Dampak perubahan iklim yang besar memerlukan upaya aktif untuk mengantisipasinya melalui strategi mitigasi dan adaptasi. Jika tidak, maka ketahanan pangan nasional akan terancam," ujar Dwikorita dalam acara 'Sekolah Lapangan Iklim (SLI) Komoditas Buah Jeruk'di Balai Desa Bringin Kecamatan Bayan, Purworejo, dikutip dari siaran pers, Selasa (1/8/2023).

Baca Juga: Dampak El Nino: 6 Orang Tewas di Papua akibat Cuaca Ekstrem

1. Petani harus memiliki pengetahuan untuk memahami perubahan cuaca dan iklim

Waspada! Sektor Pertanian Paling Terdampak Perubahan Iklim(Dok. BMKG)

Kegiatan SLI tersebut diikuti puluhan petani jeruk dan penyuluh pertanian. Acara ini turut dihadiri secara langsung oleh Anggota Komisi V DPR RI, Sujadi; Anggota DPRD Jawa Tengah, M Zaenudin; Wakil Bupati Purworejo, Yuli Hastuti; Ketua DPRD Purworejo, Dion Agasi Setyabudi; dan Forkopimcam, Bayan, sedangkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, hadir secara virtual.

Dwikorita mengatakan, sebagai ujung tombak pertanian, maka petani harus memiliki bekal ilmu pengetahuan untuk dapat memahami fenomena cuaca dan iklim beserta perubahannya.

"Dengan mengetahui lebih dini, petani dapat melakukan perencanaan mulai dari penyesuain waktu tanam, penggunaan varietas unggul tahan kekeringan, dan pengelolaan air," sambungnya.

Baca Juga: Sambut 21 Delegasi ASEAN, Heru: Selamat Datang di Miniatur Indonesia

2. SLI sebagai upaya memajukan pertanian Indonesia

Waspada! Sektor Pertanian Paling Terdampak Perubahan Iklim(Dok. BMKG)

Dwikorita menjelaskan, lewat SLI, BMKG berupaya membantu petani untuk memahami informasi iklim. Terlebih, pertanian merupakan kegiatan yang dilakukan di tempat terbuka sehingga sangat berkaitan dengan cuaca dan iklim.

Dia mengharapkan, petani dan tenaga penyuluh pertanian bisa memanfaatkan informasi dan prakiraan cuaca dengan baik serta mampu beradaptasi dengan situasi cuaca dan iklim.

"SLI menjadi bagian dari komitmen BMKG untuk memajukan pertanian Indonesia. Harapan kami, setelah petani dibekali ilmu tentang cuaca dan iklim, maka ke depannya volume produksi dan kualitas jeruk asal Purworejo semakin baik sehingga membawa kesejahteraan bagi petani," ujar Dwikorita.

Baca Juga: Polda Metro Terima Laporan Dugaan Rocky Gerung Hina Jokowi

3. Jeruk Purworejo miliki kualitas baik dan diminati pasar lokal

Waspada! Sektor Pertanian Paling Terdampak Perubahan IklimIlustrasi buah jeruk. ANTARA FOTO/Saiful Bahri

Dwikorita mengungkapkan, fenomena El Nino dan IOD Positif yang terjadi membuat musim kemarau tahun ini dapat menjadi lebih kering, karena cuaca hujan masuk kategori rendah hingga sangat rendah.

Jika biasanya curah hujan berkisar 20 mm per hari, maka pada musim kemarau ini angka tersebut menjadi sebulan sekali atau bahkan tidak sama sekali.

"Puncak kemarau kering ini diprediksi akan terjadi di bulan Agustus hingga awal bulan September dengan kondisi akan jauh lebih kering dibandingkan tahun 2020, 2021, dan 2022," tambahnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Purworejo, Yuli Hastuti, mengapresiasi adanya SLI khususnya bagi para petani jeruk.

Menurutnya, Kabupaten Purworejo pernah terkenal sebagai sentra produksi buah jeruk, terutama dari wilayah Kecamatan Bayan. Hal ini didukung karena jeruk dari Purworejo memiliki kualitas yang baik dan diminati oleh pasar lokal maupun nasional.

Baca Juga: 9 Polisi Aniaya Tersangka Sampai Tewas, YLBHI: Jangan Dilindungi

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya