Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi Polisi (IDN Times/Irfan Fathurohman)
ilustrasi Polisi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Intinya sih...

  • Penjelasan pasal tidak bisa menjadi landasan hukum

  • Sangkut paut tugas di kementerian atau lembaga bisa diada-ada

  • Komisi III DPR dan Polri dinilai selalu berdalih dengan penjelasan pasal

Jakarta, IDN Times - Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menunjuk 488 perwira tinggi hingga menengah untuk menempati jabatan sipil di kementerian, lembaga, hingga komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Salah satu perwira tinggi yang menuai sorotan  saat ini adalah Komjen Pol Muhammad Fadil Imran. Dia ditunjuk sebagai Komisaris PT Mineral Industri Indonesia (Persero) MIND ID.

Padahal, dalam Undang-Undang Polri, setiap anggota Polri yang menduduki jabatan di luar kepolisian, harus mengundurkan diri atau pensiun. Hal itu tertuang dalam Pasal 28 ayat 3 yang berbunyi, "Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian, setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian".

Oleh karena itu, Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) meminta DPR RI untuk memanggil Kapolri Jendral Pol Listyo Sigit untuk menjelaskan aturan terkait rangkap jabatan.

"Jelas-jelas pelanggaran UU. DPR harusnya memanggil Kapolri untuk meminta penjelasan terkait pelaksanaan pasal tersebut," kata Peneliti ISESS, Bambang Rukminto, kepada IDN Times, Senin (7/7/2025).

1. Penjelasan pasal tidak bisa menjadi landasan hukum

ilustrasi Polisi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Penempatan personel menggunakan penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 juga dinilai tidak tepat untuk dijadikan dasar hukum. Penjelasan pasal itu berbunyi "Yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri".

“Padahal dijelaskan dalam Pasal 100 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Hanya pasal-pasal dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan yang mengandung suatu norma, sedangkan penjelasan hanya memberikan tafsiran resmi pada pasal-pasal tersebut,” ujar Bambang.

Penjelasan peraturan perundang-undangan tidak dapat berisi suatu rumusan norma baru atau memperluas/mempersempit/menambah norma yang terkandung dalam pasal dalam batang tubuh peraturan perundang-undangan.

"Artinya, penjelasan Pasal 28 ayat (3) tidak bisa menjadi landasan hukum sebuah perintah Kapolri untuk menugaskan personelnya di luar struktur tanpa melihat pasal atau mengabaikan pasal sebagai norma pokok," kata Bambang.

2. Sangkut paut tugas di kementerian atau lembaga bisa diada-ada

ilustrasi Polisi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Berlandaskan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002, jelas anggota kepolisian harus mengundurkan diri atau pensiun dini. Tetapi, atas nama surat perintah Kapolri dan permintaan kementerian atau lembaga saat ini banyak personel berada di luar struktur.

"Jadi, jangan kaget bila saat ini ada jenderal polisi Kementerian Perdagangan, Pertanian, Perhubungan, Kesehatan, Imigrasi dan Pemasyrakatan, dalam negeri dan lain-lain. Apakah ada sangkut paut tugas kementerian tersebut dengan kepolisian? Kalau disangkut pautkan ya semua bisa diada-adakan," ujar Bambang.

Padahal, semangat Pasal 28 ayat 3 tersebut jelas, yakni menjaga personel Polri menjadi profesional bebas konflik kepentingan, termasuk kepentingan politik kekuasaan. Fakta yang terjadi saat ini banyak personel Polri dengan dasar Surat Penugasan Kapolri dan permintaan kementerian atau lembaga berada di luar struktur tanpa pensiun dini atau mengundurkan diri lebih dulu. Perilaku ini dinilai tidak konsisten dengan pasal 28 ayat 3 UU Polri.

"Problemnya, salah kaprah tersebut berlangsung sudah sangat lama dan DPR yang memiliki fungsi kontrol dan pengawasan juga melakukan pembiaran. Mengapa? Indikasinya ‘multi fungsi’ Polri yang tidak sesuai dengan pasal 28 UU 2/2002 tersebut dibiarkan tentunya tak lepas dari kepentingan politik Parlemen," ujar Bambang.

3. Komisi III DPR dan Polri dinilai selalu berdalih dengan penjelasan pasal

Ilustrasi polisi menembakkan gas air mata. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Bambang menilai, selama ini Komisi III DPR RI atau Polri selalu berdalih soal rangkap jabatan dengan dasar penjelasan Pasal 28 ayat 3. Mereka tidak merujuk UU No. 12 tahun 2011 pasal 100 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Akhirnya, pejabat yang ditunjuk tentunya hanya menjalankan surat perintah. Kebijakan juga tidak bisa diberi sanksi, tetapi harus bisa dimintai pertanggung jawaban.

"Siapa yang meminta pertanggung jawaban? Tentunya Parlemen atau Komisi III DPR RI yang meminta penjelasan kepada Kapolri terkait pelaksanaan UU sudah dilakukan dgn benar atau belum. Saya melihat fungsi DPR selama ini mandul terkait rangkap jabatan tersebut yang jelas-jelas melanggar batang tubuh UU 2/2002," ujarnya.

4. Humas Polri irit bicara

Ilustrasi polisi. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Selain Fadil, Irjen Pol Mohammad Iqbal juga menduduki jabatan di luar kepolisian. Dia menempati kursi Sekjen Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Hal itu berdasarkan Surat Telegram Nomor ST/488/III/KEP.2025. Iqbal dilantik pada 19 Mei 2025 oleh Ketua DPD RI, Sultan B. Najamuddin.

"Dengan latar belakang saudara sebagai personel polri saudara telah menemukan modifikasi dan profesionalisme yang tinggi dalam menjalankan tugas-tugasnya kami percaya bahwa pengalaman dan keahlian saudara akan sangat bermanfaat bagi lembaga DPD ini,” kata Sultan saat melantik Iqbal.

IDN Times sempat meminta tanggapan kepada Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Sandi Nugroho, tentang posisi dan aturan rangkap jabatan perwira aktif Polri, namun dia irit bicara.

"Nanti kami cek dengan aturannya nanti," kata Sandi di Mabes Polri, Kamis, 12 Juni 2025.

5. Komisi III DPR sebut rangkap jabatan perwira Polri tak perlu dipersoalkan

Ilustrasi Polisi (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS, Muhammad Nasir Djamil mengatakan, Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) telah membolehkan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menduduki jabatan di kementerian/lembaga (K/L).

Dia mengatakan, anggota Polri yang menduduki jabatan tertentu di pemerintahan tidak perlu mundur bila merujuk pada UU ASN.

Nasir mengatakan, penempatan anggota Polri di kementerian atau lembaga tidak perlu dipersoalkan, karena sudah memiliki payung hukum.

Berdasarkan informasi yang beredar, terdapat 488 perwira Polri yang menduduki jabatan di kementerian, lembaga, hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Iya, Peraturan Sipil Negara itu mengatur soal itu. Jadi sebenarnya kalau aturannya ada, apa yang mau dipersoalkan, lakukan tinggal profesionalisme," kata Nasir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/7/2025).

Menurut Nasir, UU Polri terbit pada 2002. Sedangkan saat ini sudah ada aturan terbaru, yakni UU ASN yang lebih baru, dan memberikan mandat bagi anggota Polri untuk bisa menempati jabatan di kementerian dan lembaga.

Sedangkan, dalam Pasal 19 UU Nomor 3 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dijelaskan: Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

"UU ASN itu lebih belakangan, jadi dalam kaidah itu disebutkan bahwa undang-undang lebih baru itu lebih kedudukannya akan lebih baik dibanding undang-undang lama. Jadi UU ASN itu mengatur penempatan anggota Kepolisian, dan itu bisa kita lihat di kementerian atau lembaga," kata legislator asal Aceh itu.

Menurut Nasir, kepolisian pada dasarnya merupakan pranata umum sipil. Anggota polisi juga merupakan bagian dari civil society, karena itu ketika UU ASN mengatur penempatan mereka di kementerian dan lembaga, maka itu tidak bisa disalahkan.

"Begitu juga polisi sebenarnya, dia bagian dari civil society, oleh karena itu ketika UU ASN mengatur penempatan mereka, itu tidak bisa kemudian disalahkan. Jadi negara membutuhkan mereka untuk ditempatkan di tempat-tempat tersebut," kata dia.

Kendati demikian, Presiden RI sebagai kepala pemerintahan bisa mengevaluasi posisi-posisi itu, apakah masih layak dan patut diisi perwira Polri.

"Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara yang kemudian bisa mengevaluasi posisi-posisi itu, apakah misalnya masih layak dan patut diisi ke kepolisian, kita serahkan ke kepolisian," kata Nasir.

6. Daftar beberapa polisi rangkap jabatan

Ilustrasi Polisi (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Pada Selasa, 24 Juni 2025, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo kembali mengeluarkan telegram tentang mutasi jabatan anggotanya. Pada telegram terbaru tersebut, ada sejumlah anggota Polri yang bertugas di luar kepolisian.

Berikut daftar perwira Polri yang duduk di kementerian atau lembaga hingga BUMN:

Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman

  • Brigjen Pol Budi Satria Wiguna (Nomor Telegram Nomor ST/1421/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025)

  • Brigjen Pol Leonardus Simarmata (Nomor Telegram Nomor ST/1421/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025)

  • Brigjen Pol Julisa Kusumowardono (Nomor Telegram Nomor ST/1421/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025)

  • AKBP Suryono Ridho Murtedjo (Telegram Nomor ST/1424/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025)

DPD RI

  • Brigjen Pol Novri Turangga Effendy (Nomor Telegram Nomor ST/1421/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025)

PT Timah

  • Brigjen Pol Gatot Agus Budi Utomo (Nomor Telegram Nomor ST/1421/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025)

Bank Tanah

  • Brigjen Pol Yulmar Try Himawan (Nomor Telegram Nomor ST/1421/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025)

Badan Gizi Nasional

  • Kombes Pol Lalu Muhammad Iwan Mahardan (Nomor Telegram Nomor ST/1422/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025)

BUMN

  • Kombes Pol Kholiq Iman Santoso (Telegram Nomor ST/1424/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025)

BNPB

  • Kombes Pol Deden Nurhidayatullah (Telegram Nomor ST/1424/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025)

PT KAI

  • AKBP Siswanto (Telegram Nomor ST/1425/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025)

Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan

  • Kombes Pol Teuku Rizal Moelana (Telegram Nomor ST/1421/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025)

Kementerian P2MI

  • Kombes Pol Mulia Nugraha (Telegram Nomor ST/1424/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025)

  • AKBP Ahmad Fadlin (Telegram Nomor ST/1425/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025)

Kemenko Polkam

  • AKBP Reko Indro Sasongko (Telegram Nomor ST/1425/VI/KEP/2025 tanggal 24 Juni 2025).

Editorial Team