Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)
Sementara, anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menyatakan tidak ada satu pun negara di dunia, menunda pemilihan umum (pemilu) dengan alasan untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi.
"Penundaan pemilu merupakan strategi populer kedua yang dipakai selain amendemen konstitusi," kata Titi.
Pegiat pemilu ini menilai wacana itu merupakan strategi dalam rangka memperpanjang durasi kekuasaan, sekaligus menghindari pembatasan masa jabatan dengan cara menghindari pelaksanaan pemilu.
Titi menjelaskan pada masa pandemik COVID-19 sejumlah negara memang menunda pemilu mereka untuk jangka waktu tertentu. Namun, pertimbangannya adalah demi keselamatan jiwa warga negara.
"Hal itu pun dilakukan dengan sangat cermat, pertimbangan hukum yang ketat, serta proses yang terbuka," ujar dia.
Jika alasannya pertumbuhan ekonomi, menurut Titi, selain sangat janggal, tidak lazim, bahkan jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi. Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945, lanjut dia, jelas mengatur presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Selain itu, lanjut Titi, Pasal 22E ayat (1) UUD juga secara eksplisit menyebutkan pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
"Mestinya elite dan pimpinan parpol patuh dan taat dalam menjalankan konstitusi, bukan malah menawarkan sesuatu yang jelas tidak ada celahnya dalam UU Pemilu maupun konstitusi kita," tutur dia.
Titi mengemukakan budaya konstitusi yang buruk selain merupakan pendidikan politik yang buruk, juga bisa menumbuhkan apatisme yang lebih besar pada publik terhadap para pejabat.