Pengamat: Aksi Polisi di Kanjuruhan Bukan Perbuatan Melanggar Hukum

Jakarta, IDN Times - Sikap aparat Polisi dan TNI dalam penanganan kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) lalu ramai disorot publik. Sebagian pihak menyayangkan penanganan masalah oleh aparat yang dinilai kelewat represif, sampai menembaki suporter dengan gas air mata. Hal itu dianggap kian memperkeruh suasana.
Namun, pernyataan berbeda disampaikan pengamat Kepolisian Alfons Loemau. Dia bilang, tragedi Kanjuruhan merupakan keadaan di luar dugaan atau force majeure. Apa maksudnya?
1. Aparat keamanan dinilai lakukan pengamanan cegah kerusuhan lebih besar
Kata Alfons, kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang bermula adanya massa yang masuk ke lapangan dan membuat rusuh. Dari sana, aparat kemudian langsung melakukan tindak pengamanan agar kerusuhan tak menjadi lebih besar.
"Tragedi Kanjuruhan itu keadaan di luar dugaan atau force majeure, kenapa? Para penonton sekian banyak itu tumpah ke dalam lapangan. Dalam keadaan darurat itu apakah polisi berdiam diri?"
"Sekarang tinggal melakukan justment, aparat apakah harus berdiam diri dan membuat keadan menjadi lebih buruk atau harus ambil tindakan untuk membuat keadaan lebih baik," kata Alfons, seperti disitat situs resmi Polri, Selasa (4/10/2022).
Jadi, menurutnya, tindakan pengamanan yang dilakukan oleh aparat dinilai semata-mata agar bisa memecahkan persoalan di stadion dalam kondisi panas.
Baca Juga: Mahfud Minta Kapolri Segera Tangkap Pelaku Pemicu Tragedi Kanjuruhan
2. Bukan tindak pidana
Editor’s picks
Selain itu, sikap pengamanan yang dilakukan para aparat juga disebut oleh Alfons bukan sebagai tindak pidana. Karena mereka dianggap tidak melakukan perbuatan melanggar hukum. Serta tidak memenuhi unsur pidana yaitu mau dan tahu.
Sebaliknya, petugas keamanan disebut murni melakukan tindakan pengamanan agar keadaan menjadi lebih baik di situasi yang saat itu sangat di luar dugaan atau force majeure.
"Kalau ada korban itu di luar perkiraan dan tidak dikehendaki. Jadi unsur mau dan tahu itu penting. Dalam force majeure itu sebuah tindak pidana dilatarbelakangi mau dan tahu. Sedangkan anggota semata-mata bertindak untuk menertibkan massa yang sedang brutal," ujar Alfons.
3. 18 Polisi pemegang gas air mata diperiksa Propam
Sementara itu, Inspektorat Khusus (Itsus) dan Div Propam Polri memeriksa 18 polisi dalam tragedi berdarah di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, 18 polisi tersebut merupakan petugas yang melakukan pengamanan saat itu.
“Memeriksa anggota yang terlibat langsung dalam pengamanan sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 18 orang,” kata Dedi di Malang, Jawa Timur, Senin(3/10/2022).
Dedi menjelaskan, 18 polisi yang diperiksa adalah anggota yang bertanggungjawab atas tewasnya 125 orang dalam tragedi tersebut. Mereka juga diduga yang menggunakan senjata pelontar gas air mata.
“Anggota yang bertanggungjawab atau sebagai operator memegang senjata pelontar. Ini sedang dimintai keterangan dan sedang didalami oleh Itsus dan Propam,” kata Dedi.
Baca Juga: Suporter Guam Prihatin atas Tragedi di Stadion Kanjuruhan