Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep gelar jumpa pers di Kantor DPP PSI, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Belum usai revisi sejumlah undang-undang, MA mendadak putuskan PKPU Nomor 9 Tahun 2020 yang dilayangkan Ketua Umum Partai Garuda, Ahmad Ridha Sabana. Dia melayangkan gugatan terkait Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, mengenai ketentuan syarat usia minimal calon gubernur 30 tahun saat ditetapkan sebagai paslon.
"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda)," demikian bunyi putusan MA Nomor 23/P/HUM/2024 di laman Kepaniteraan MA, Kamis (30/5/2024).
Dalam putusan itu, MA menyatakan Pasal 4 ayat 1 huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. PKPU itu mengatur syarat menjadi calon gubernur dan wakil gubernur ialah berusia paling rendah 30 tahun terhitung sejak penetapan pasangan calon.
MA mengungkapkan Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, "...berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih".
Dengan demikian, aturan batas usia minimal kepala daerah itu dihitung sejak yang bersangkutan dilantik sebagai calon terpilih, bukan lagi saat ditetapkan sebagai paslon.
Oleh sebab itu, MA meminta kepada KPU RI mencabut aturan dalam Pasal 4 ayat 1 huruf d PKPU Nomor 9, tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan atau Walikota dan Wakil Walikota tersebut.
Pakar Hukum Pemilu dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, mengatakan putusan Mahkamah Agung (MA) soal batas usia kepala daerah tidak bisa diberlakukan pada Pilkada 2024.
MA diketahui mengabulkan uji materi terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020, khususnya Pasal 4. Dengan dikabulkannya gugatan itu, aturan batas usia minimal kepala daerah dihitung sejak yang bersangkutan dilantik sebagai calon terpilih, bukan lagi saat ditetapkan sebagai paslon.
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu menyebut, putusan MA tersebut tidak bisa diberlakukan karena tahapan Pilkada 2024 sudah berlangsung.
"Putusan MA soal penghitungan usia calon gubernur terhitung minimal 30 tahun saat pelantikan, tidak bisa diberlakukan pada Pilkada 2024. Sebab tahapan pencalonan sudah berlangsung dengan calon perseorangan yang sudah menyerahkan syarat dukungan, dan sedang dilakukan verifikasi administrasi," kata Titi dalam keterangannya, Kamis (30/5/2024).
Bahkan, kata Titi, bakal calon perseorangan telah menyerahkan syarat dukungan untuk Pilkada 2024 berdasarkan Keputusan KPU Nomor 532 Tahun 2024, tentang Pedoman Teknis Pemenuhan Syarat Dukungan Pasangan Calon Perseorangan Pilkada 2024 pada 7 Mei 2024. Penyerahan syarat dukungan itu masih menginduk pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020.
Dengan demikian, harusnya PKPU Nomor 9 Tahun 2020 masih relevan dan digunakan dalam Pilkada 2024.
"Artinya, rangkaian proses pencalonan jalur perseorangan dilakukan dengan keberlakuan syarat usia yang masih menggunakan ketentuan berusia paling rendah 30 tahun untuk cagub atau cawagub, dan 25 tahun untuk calon di Pilkada kabupaten atau kota 'terhitung sejak penetapan pasangan calon'," ungkap Titi.
Sementara, pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, menilai putusan MA Nomor 23/P/HUM/2024, merupakan sebuah kekecauan di dunia hukum.
Sebab, menurut Feri, tidak ada yang keliru dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2020 itu mengenai calon pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan atau wali kota dan wakil wali kota. Dalam PKPU tersebut tertulis untuk bisa menjadi calon gubernur dan calon wakil gubernur, minimal berusia 30 tahun.
"Apa yang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) betul-betul bermasalah. Tidak membaca undang-undang kah mereka? Apakah mereka tidak paham konsep judicial review (JR) terhadap PKPU atau peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang?" ujar Feri ketika dihubungi, Kamis (30/5/2024).
"Bahwa apa yang sudah diatur di dalam undang-undang kalau sudah berkesesuaian dengan peraturan di bawah undang-undang, seperti PKPU, maka dia tidak ada masalah," tegasnya.
PKPU sebelumnya adalah aturan teknis yang tidak melabrak ketentuan undang-undang mengenai pemilihan kepala daerah tahun 2016. Oleh sebab itu, pemeran film dokumenter Dirty Vote tersebut menilai putusan MA itu bukan cerminan tidak paham.
Melainkan, kata Feri, diduga kuat ada kesengajaan, dalam rangka kisah masa lalu, di mana 'anak raja' dapat menabrak undang-undang. Sehingga, proses Pilpres 2024 bisa berlangsung sesuai dengan kehendak Istana.
"Kali ini terjadi lagi. Menurut hemat saya, bila motifnya memang politis, kenapa tidak dilakukan jauh-jauh hari? Kenapa baru jelang pertandingan lagi, seolah tidak berhenti menyiksa perasaan politik publik," tutur dia.
Putusan MA, kata Feri, dianggap semakin melukai perasaan publik di tengah kemunculan rancangan aturan yang kontroversial. Mulai dari revisi UU Penyiaran, revisi UU MK, hingga Peraturan Pemerintah (PP) soal tabungan perumahan rakyat (Tapera).
Diketahui, putusan MA itu berdampak kepada batas waktu penghitungan usia bakal calon kepala daerah. Semula, KPU mengatur usia bakal calon kepala daerah dihitung pada saat penetapan calon tersebut sebagai kandidat yang akan berlaga di Pilkada 2024. Tetapi, MA mengubahnya hingga usia bakal calon kepala daerah dihitung pada saat calon tersebut dilantik sebagai kepala daerah definitif.
Momen putusan itu terjadi bersamaan dengan isu Kaesang Pangarep digadang-gadang maju pada Pilkada Jakarta 2024. Namun, bila mengacu PKPU, usia Kaesang belum cukup. Saat penetapan sebagai calon, usianya baru menginjak 29 tahun. Feri pun menduga putusan MA itu untuk mengakomodir keinginan politik Istana.
"Siapa yang hendak disasar lewat pembatalan (PKPU) ini? Siapa yang diuntungkan lewat putusan ini? Desas-desusnya itu adalah Kaesang, karena dia belum berusia 30 tahun dan perlu untuk mendapatkan kesempatan maju dalam kontestasi Pilkada di kemudian hari," tutur dia.
Menurut Feri, putusan itu akan menjadi preseden serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, kata dia, praktik dalam bernegara disesuaikan kepada kesukaan seseorang.
"Tidak mungkin peraturan sekadar diubah hanya untuk membuka pintu bagi kepentingan orang-orang lain," katanya.
Di sisi lain, putusan MA ini hanya memerlukan waktu tiga hari untuk mengubah aturan batas minimal usia kepala daerah sejak diproses pada 27 Mei, dan diputus pada 29 Mei 2024.
Juru bicara MA, Suharto, menjelaskan cepatnya MA memproses uji materi terkait batas usia calon kepala daerah ini, sudah jadi asas ideal sebuah lembaga peradilan.
"Asas ideal itu salah satunya cepat. Karena asasnya pengadilan dilaksanakan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Jadi cepat itu yang ideal," ujar Suharto ketika dikonfirmasi, Kamis (30/5/2024).
Partai Garuda sendiri menepis alasan mereka menggugat PKPU demi kepentingan politik Kaesang Pangarep jelang Pilkada Jakarta 2024. Mereka berdalih agar ada regenerasi kepemimpinan di dunia politik.
Diketahui, alasan serupa juga pernah dilakukan Almas Tsaqibbirru, ketika menggugat batas usia capres dan calon wakil presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK) jelang Pilpres 2024.
"Ini untuk Indonesia ke depan. Diisi oleh para generasi muda," ujar Wakil Ketua Umum Partai Garuda, Teddy Gusnaidi, ketika dikonfirmasi, Jumat (31/5/2024).
Teddy menegaskan gugatan soal batas usia yang diajukan tersebut tidak semata-mata demi kepentingan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep. Apalagi, nama Kaesang kini sedang digadang-gadang mendampingi Budi Djiwandono di Pilkada Jakarta.
"(Gugatan) untuk semua. Bukan hanya demi Mas Kaesang. Ini kan juga sama ketika kami melakukan gugatan ke MK terkait batas umur capres dan cawapres. Ketika itu seolah-olah diarahkan hanya untuk Mas Gibran," tutur dia.
Teddy menyebut, Pilkada 2024 dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia. Sehingga tuduhan bahwa gugatan itu diajukan Partai Garuda demi kepentingan Kaesang, tidak masuk akal.
Senada, Sekretaris Jenderal Partai Garuda, Yohanna Murtika, beralasan partai tempatnya bernaung mengajukan permohonan perubahan batas usia cagub ke MA agar anak muda tidak dibatasi ketika beraktivitas di dunia politik. Partai Garuda, kata dia, mendorong agar anak muda diberi kesempatan yang sama dalam berpolitik praktis.
"Kami dari Partai Garuda yang memiliki mayoritas anak-anak muda, sudah jelas memiliki tujuan bagaimana anak-anak muda ini bisa memiliki kesempatan yang sama. Jangan sampai ruang anak muda dibatasi oleh usia," ujar Yohanna kepada media di Jakarta, kemarin.
Menurut Yohanna, saat ini anak muda cenderung apatis terhadap politik, karena untuk bisa terjun ke dunia politik dibatasi usia.
"Alhasil, mereka tidak mau tahu karena mereka selalu dikerdilkan. Salah satunya disebabkan masalah usia," tutur dia.