Nurmadanis, Perempuan Penyuluh Sosial Bebaskan Petani Dari Tengkulak 

Dari Jawa Barat ekspor ke Eropa

Jakarta, IDN Times - Kopi Sinagar mungkin sudah tidak asing di telinga para penikmat kopi. Diketahui biji kopi ini berasal dari Kampung Sinagar di kaki Gunung Pangrango, Jawa Barat. Semerbak harum kopi Sinagar sudah tercium jauh hingga ke daratan Eropa. Konon kehadiran kopi di kampung ini memang tidak lepas dari eksistensi kolonial Belanda.

Belakangan pengelolaan kopi di Kampung Sinagar bergerak makin sistematis, inovatif, dan kompetitif. Seorang perempuan bernama Nurmadanis (36) aktif memantik geliat produksi kopi di Kampung Sinagar semakin besar. 

1. Mengenal sosok Nurmadanis

Nurmadanis, Perempuan Penyuluh Sosial Bebaskan Petani Dari Tengkulak Nurmadanis, erempuan penyuluh sosial bebaskan petani kopi dari tengkulak (Dok. Kemensos)

Sejak 2013, perempuan 36 tahun tersebut aktif bergerak meyakinkan tetangganya di Kampung Sinagar, Desa Nagrak Utara, Kabupaten Sukabumi. Ia datang dari pintu ke pintu, menggugah kesadaran masyarakat. 

Sasarannya masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap ataupun putus sekolah. Tentu saja para perempuan dan keluarga prasejahtera. Nurma, nama panggilan Nurmadanis, lama merasakan ketidakberdayaan masyarakat sekitarnya karena penguasaan oleh tengkulak. 

“Miris melihat para petani di wilayah ini. Hasil buminya dijual ke tengkulak dengan harga yang murah,” kata Nurma. 

Dari sana, perempuan penyuluh sosial ini, berpikir keras. Nurma gencar memberikan penyuluhan sambil menggerakkan kelompok tani, sejak 2019. Nurma memberikan pengertian bahwa kopi memiliki daya jual tinggi apabila diolah dengan baik.

Baca Juga: Kemensos Cairkan Bansos PKH Tahap II, Rp6,53 Triliun

2. Memacu produksi kopi Sinagar terus berkembang

Nurmadanis, Perempuan Penyuluh Sosial Bebaskan Petani Dari Tengkulak Nurmadanis, erempuan penyuluh sosial bebaskan petani kopi dari tengkulak (Dok. Kemensos)

Awalnya proses pengolahan kopi masih dilakukan secara manual dan ditumbuk. Nurmadanis bersama pemuda Karang Taruna setempat berpacu agar kopi Sinagar berkembang lebih besar dan bisa menyejahterakan masyarakat. 

Akhirnya, Kementerian Sosial dan Kementerian Riset dan Teknologi melakukan pendampingan dalam upaya menggali potensi Kampung Sinagar termasuk persoalan tentang pemberdayaan keluarga dan pemberdayaan perempuan. 

Melalui proses tersebut, Kampung Sinagar memperoleh bantuan berupa mesin roasting, pengupas kering dan pengupas basah. Dengan demikian, kebutuhan konsumen dapat terpenuhi relatif lebih cepat.

Sejak itu pula, Nurma memprakarsai pengolahan kopi oleh petani sendiri. Ia juga menggandeng Karang Taruna untuk mendirikan dan mengelola Kedai Kopi Sinagar.

3. Kopi Sinagar diekspor ke Eropa

Nurmadanis, Perempuan Penyuluh Sosial Bebaskan Petani Dari Tengkulak Nurmadanis, erempuan penyuluh sosial bebaskan petani kopi dari tengkulak (Dok. Kemensos)

Salah satu petani kopi, Eha Julaeha (58), bersama putri pertamanya, Nia Kurniasih (38), fokus menyediakan bahan pokok kopi untuk dipasarkan. Ia menjelaskan, kopi dari hasil kebun mereka terus dijaga kualitasnya dengan hanya menggunakan pupuk organik. Bahkan kopi produksinya telah mendapatkan sertifikasi dan mampu menghasilkan kopi sebanyak 100 kg saat panen raya.

“Kita tidak mau abal-abal. Minimal punya nilai plus dan tidak dibohongi tengkulak. Kini sudah ada Depkes dan sertifikat halal dari MUI tinggal mengembangkan lahan karena PO yang kami terima melebihi ketersediaan,” kata Nia.

Keunggulan kopi Sinagar tidak bisa dipandang sebelah mata. Terbukti sebelum pandemi, kopi Sinagar telah diekspor beberapa kali ke Amsterdam, Australia dan Lebanon. (WEB)

Baca Juga: Kemensos-LAPAN Kerja Sama Pemanfaatan Teknologi Atasi Masalah Sosial

Topik:

  • Ridho Fauzan
  • Ezri T Suro

Berita Terkini Lainnya