Manfaatkan Bonus Demografi, Kepala BKKBN: Stunting Harus Diatasi

Cegah lahirnya bayi stunting dari sekarang

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengatakan bahwa bila ingin menikmati bonus demografi pada 10 hingga 20 tahun mendatang, bangsa Indonesia harus mencegah lahirnya bayi stunting dari sekarang. 

Ia menilai, bonus demografi tidak akan dapat dinikmati apabila penduduk usia produktif yang diharapkan mendongkrak kemakmuran justru dalam kondisi sakit-sakitan dan kurang cerdas, sehingga tidak mampu bersaing dengan generasi usia produktif bangsa lainnya.

Istilah bonus demografi sendiri diartikan, jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) ditaksir akan menjadi lebih besar daripada jumlah penduduk usia tidak produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun) pada 10-20 tahun mendatang. 

1. Penurunan prevalensi stunting jadi agenda utama pemerintah

Manfaatkan Bonus Demografi, Kepala BKKBN: Stunting Harus DiatasiKepala BKKBN Hasto Wardoyo (Dok. BKKBN)

Penurunan prevalensi stunting pada balita menjadi agenda utama pemerintah. Bahkan, Sekretariat Wakil Presiden mengoordinasikan upaya percepatan pencegahan stunting agar konvergensi, baik pada perencanaan, pelaksanaan, termasuk pemantauan dan evaluasinya di berbagai tingkat pemerintahan, termasuk desa. 

“Kami menyusun strategi berlapis untuk mencegah bayi lahir stunting. Ada faktor-faktor jauh, dan faktor-faktor dekat yang harus diatasi,” ujar Hasto.

Faktor-faktor jauh yang dimaksud olehnya adalah persoalan-persoalan seperti ketersediaan air bersih, kekumuhan, rumah tidak layak huni, serta persoalan kemiskinan lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut, BKKBN berkoordinasi dan konvergen dengan lintas kementerian seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 

“Bila air bersih tidak tersedia, keadaan rumah kumuh, maka bayi yang lahir tidak akan sehat, sakit-sakitan. Ini bisa jadi salah satu penyebab bayi stunting,” katanya.  

Sementara itu, untuk faktor dekat adalah masalah spacing atau jarak kelahiran dan jarak kehamilan. Hasto menilai, apabila jarak ini tidak bisa dijaga maka akan menjadi sebuah keniscayaan bahwa bayi yang lahir akan mengalami stunting.

“Soal kehamilan ini kuncinya jangan terlalu muda, jangan terlalu tua, jangan terlalu sering, dan jangan terlalu banyak,” kata mantan Bupati Kulon Progo tersebut.

Baca Juga: Kepala BKKBN: Tak Ada Bonus Demografi Tanpa Atasi Stunting! 

2. Program Pendamping Keluarga

Manfaatkan Bonus Demografi, Kepala BKKBN: Stunting Harus DiatasiPemasangan alat kontrasepsi oleh Kepala BKKBN, DR. (H.C), Dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K). (Dok. BKKBN)

Untuk mengatasi faktor dekat ini, BKKBN mengusung Program Pendamping Keluarga. Diketahui, tahun depan BKKBN akan menerjunkan 600 ribu tenaga Pendamping Keluarga yang melekat di seluruh Indonesia. Pendamping Keluarga ini terdiri dari bidan, kader Keluarga Berencana (KB), hingga kader Pemberdayaan Kesaejahteraan Keluarga (PKK).

"Pendamping Keluarga yang sudah kami training ini akan mengawal reproduksi, proses kehamilan dan kelahiran di seluruh kelurahan dan desa di Indonesia,” tutur Hasto.

Para Pendamping Keluarga tersebut nantinya akan mengarahkan kepada setiap penduduk selama 1.000 hari pertama kehidupan bayi, untuk cek status gizi, dan perkembangan bayi. Perlu diketahui, 1.000 hari pertama ini sangat menentukan bayi akan tumbuh stunting atau tidak.

Lebih lanjut, Hasto menjelaskan bahwa dalam melakukan pendampingan, Pendamping Keluarga tentunya dibekali berbagai strategi mengingat tingkat heterogenitas masyarakat Indonesia, baik budaya, agama, dan kelas sosial, yang sangat tinggi. Beberapa kasus yang sering dihadapi adalah penolakan berbasis agama, dan kepercayaan banyak anak banyak rezeki.

“Para Pendamping Keluarga tidak akan sendirian untuk menghadapi kasus-kasus seperti ini. Pada masyarakat kelas menengah yang kritis misalnya, kami tentu akan menurunkan psikolog atau pakar parenting supaya target merasa nyaman,” kata Hasto. 

3. Dampak stunting pada anak

Manfaatkan Bonus Demografi, Kepala BKKBN: Stunting Harus DiatasiIlustrasi kegiatan posyandu. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Demi memudahkan jalannya program Pendamping Keluarga tersebut, BKKBN juga telah meluncurkan aplikasi digital Elsimil (Elektronik siap nikah siap hamil). Melalui aplikasi ini, Pendamping Keluarga akan mendata riwayat pernikahan, kehamilan, dan kelahiran penduduk. 

“Mereka meng-entry setiap data baru yang masuk, by name by adress. Sehingga dapat dipantau sebaik mungkin untuk menjaga kehamilan hingga bayi berusia dua tahun,” ucapnya. 

Hasto pun menekankan bahwa mencegah stunting itu sangat penting. Stunting akan mempengaruhi masa depan anak, dan dalam skala lebih luas mempengaruhi masa depan bangsa. Dia menegaskan, stunting bukan hanya tentang pertumbuhan badan kurang maksimal. Melainkan juga, berpengaruh pada tidak berkembangnya otak, bahkan pada usia di atas 40 tahun mulai sakit-sakitan. Dengan kondisi seperti itu, stunting akan menghalangi seorang anak untuk meraih cita-citanya, serta menjadi tidak produktif.

“Kritik saya jangan besar-besarkan preweding, tapi prekonsepsi. 1000 hari pertama sangat penting, masa ini adalah pembentukan kemampuan dasar, intelektualitasnya, pendengarannya, motoriknya, dan lain-lain. Maka saat 1.000 hari pertama terabaikan, anak kita akan lahir stunting dengan ciri tinggi badan kurang, intelektual kurang, dan di hari tua sakit-sakitan,” katanya.

Selain itu, bayi yang mengidap stunting juga bisa mengakibatkan emosional mental disorder. Hasto mengatakan bahwa saat ini jumlah generasi yang mengalami emosional mental disorder angkanya 9,8  persen. Kemudian lanjutnya ada autisme, serta berpotensi menggunakan narkotika, psikotropika, dan obat terlarang pada saat remaja.

4. Menerbitkan Peraturan Presiden

Manfaatkan Bonus Demografi, Kepala BKKBN: Stunting Harus DiatasiKepala BKKBN, Hasto Wardoyo di kawasan CLC Ladong Simunjan, Malaysia (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Dalam banyak kesempatan, Presiden Joko Widodo pun menekankan pentingnya mencegah bayi lahir stunting demi masa depan bangsa Indonesia yang berkualitas. Menurutnya, sejak sekarang perlu dipersiapkan generasi muda yang siap berdaya saing, unggul, yang akan menjadi suksesor untuk mewujudkan Indonesia Emas tahun 2045.

Sebagai keseriusan dan komitmen untuk mempercepat penurunan stunting, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Perpres ini menjadi payung hukum bagi Strategi Nasional (Stranas) Percepatan Penurunan Stunting yang telah digencarkan pemerintah sejak 2018. Keberadaan Perpres ini juga untuk memperkuat kerangka intervensi yang harus dilakukan dan kelembagaan dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting. Pemerintah menargetkan penurunan prevalensi stunting hingga 14 persen pada 2024 nanti. 

5. Pravalensi bayi stunting secara nasional masih 27,7 persen

Manfaatkan Bonus Demografi, Kepala BKKBN: Stunting Harus DiatasiIlustrasi siswa madrasah diniyah. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Berdasarkan data Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI,2019), pravalensi bayi stunting secara nasional masih berada di angka 27,7 persen. 

Hasto menilai, tantangan yang dihadapi BKKBN saat ini menjadi semakin berat, mengingat pandemik COVID-19 yang berdampak besar terhadap dunia kesehatan.

“Karena bagaimana pun kondisi kesehatan yang buruk membuat potensi bayi lahir stunting makin besar. Namun dengan sinergi dan konvergen seluruh sektor, tantangan dapat dihadapi bersama,” ujarnya. (WEB)

Baca Juga: Cegah Stunting Dini, BKKBN Sebut Calon Pengantin Harus Periksa Kesehatan

Topik:

  • Ezri T Suro
  • Ridho Fauzan

Berita Terkini Lainnya