Temuan Kontras di Kasus Kerangkeng Langkat, Disiksa 14 Hari Baru Kerja

Jakarta, IDN Times - Divisi Advokasi Hak Asasi Manusia (HAM) KontraS, Andrie Yunus membeberkan beberapa fakta temuan atas kasus kejahatan kerangkeng manusia, yang dilakukan Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin (TRP).
Hal ini disampaikan Andrie melalui akun YouTube KontraS dalam agenda Hasil Investigasi dan Pemantauan Persidangan atas Kasus Kejahatan Kerangkeng Manusia di Langkat, Senin (21/11/2022).
1. Korban mengalami penyiksaan
Menurut hasil investigasi empat korban, KontraS menemukan fakta bahwa awalnya para korban dijemput petugas kerangkeng atas permintaan anggota keluarganya. Setibanya di kerangkeng, para korban mengalami berbagai bentuk penyiksaan selama 7-14 hari sebagai bentuk masa orientasi.
"Para terduga pelaku melakukan cambukan menggunakan selang kompresor kepada korban. Selain itu, korban dipaksa untuk melakukan Squat jump sebanyak 200 kali, sit-up 100 kali, kemudian dipaksa untuk singkat tobat," jelas Andrie.
Bahkan, adanya penyiksaan dan pemaksaan kekerasan seksual oleh petugas kerangkeng, sebagai hukuman untuk penghuni yang mencoba kabur dari kerangkeng.
Baca Juga: Bupati Nonaktif Langkat Terbit Perangin Angin Divonis 9 Tahun Penjara
2. Keluarga korban dipaksa tandatangan perjanjian sepihak
Editor’s picks
Andrie juga menjelaskan, orangtua yang turut mengantarkan korban ke kerangkeng dipaksa menandatangani perjanjian secara sepihak di atas materai.
"Yang pada intinya isi perjanjian tersebut berupa pertama, bahwa korban wajib menjalani rehab satu tahun enam bulan," kata Andrie.
Terus kemudian, jika kemudian hari ada penghuni yang mengalami sakit atau bahkan meninggal dunia, pengurus kerangkeng tidak dapat dibebankan pertanggung jawaban baik hukum atau lainnya," lanjutnya.
Bahkan, kerangkeng manusia yang sudah berdiri selama 10 tahun di Langkat tersebut bukan tempat rehabilitasi, melainkan penjara yang tidak memiki proses perizinan administrasi.
3. Tidak semua korban pecandu narkotika
Para korban yang masuk dalam kerangkeng juga tidak semuanya pecandu narkotika. Ada salah satu korban yang dimasukkan ke kerangkeng hanya karena memiliki masalah pribadi dengan TRP.
Temuan selanjutnya yakni, korban dieksploitasi untuk bekerja di perusahaan sawit dan renovasi rumah milik TRP. Bahkan, korban tidak hanya orang dewasa, ada pula yang masih anak-anak.
"Jadi, setelah masuk dan mengalami proses atau tindakan Penyiksaan selama hampir 14 hari, kemudian korban dipaksa untuk bekerja di perusahaan sawit," ujar Andrie.
Sebagai informasi, kurang lebih ada 20 pelaku yang terlibat kasus ini. Beberapa di antaranya merupakan anggota keluarga TRP, anggota organisasi masyarakat, TNI, Polri, dan aparatur sipil negara (ASN).