Kebebasan Pers Terancam, Indonesia Berada di Peringkat 124

Pasal penistaan agama dan UU ITE jadi salah satu sebabnya

Organisasi asal Paris yang fokus mengeluarkan laporan terkait kebebasan pers di 180 negara di dunia, Reporters Without Borders, merilis Indeks Kebebasan Pers Dunia pada 26 April 2017. Data tersebut menunjukkan adanya ancaman terhadap aktivitas jurnalistik di mayoritas negara, tak terkecuali Indonesia

Dunia jurnalistik semakin memburuk karena adanya konflik kepentingan serta ancaman kekerasan fisik.

Kebebasan Pers Terancam, Indonesia Berada di Peringkat 124woodstockfilmfestival.com

Dengan mengumpulkan kuesioner dari beragam pakar media dan jurnalistik di 180 negara serta data-data terkait dengan tindak kekerasan terhadap para jurnalis, Reporters Without Borders mengukur kebebasan media dari kriteria seperti pluralisme, independensi media, penyensoran, transparansi, dan infrastruktur pendukung untuk memproduksi berita.

Menurut mereka, tahun 2016-2017 ini banyak sekali negara yang situasi kebebasan persnya semakin buruk. Bahkan, ketika negara yang menganut demokrasi idealnya memiliki kebebasan pers yang baik, tapi saat ini faktanya tidak demikian.

Pihak-pihak di negara demokratis cenderung semakin menyepelekan kebebasan media dengan menggunakan hukum-hukum yang melanggar hak asasi manusia, melibatkan konflik kepentingan, serta kekerasan fisik.

Baca Juga: Hina Aktor Hingga Mengaku Disadap, Cuitan Trump Bikin Sakit Kepala

Propaganda dan kebohongan dianggap sebagai hal biasa.

Kebebasan Pers Terancam, Indonesia Berada di Peringkat 124Yusuf Nugroho/ANTARA FOTO

Reporters Without Borders juga melaporkan bahwa prinsip-prinsip jurnalistik berhadapan dengan propaganda dan kebohongan yang semakin dianggap sebagai hal biasa, termasuk di negara-negara yang mengklaim diri masih demokratis.

Misalnya, di Amerika Serikat, sepanjang kampanye pilpres fenomena post-truth kerap terjadi. Fenomena ini diartikan sebagai situasi di mana fakta dan data tak lagi diyakini sebagai fondasi dalam penyebaran informasi.

Orang-orang, kata mereka, juga punya kecenderungan untuk mempercayai apa saja yang mengakomodasi keyakinan mereka terkait beragam isu. Sekretaris Jendral Reporters Without Borders Christophe Deloire berkata,"Tingkat di mana negara-negara demokratis mendekati titik nadir sangat mengkhawatirkan untuk semua orang yang memahami bahwa jika kebebasan media tak terjamin, maka tak ada jaminan juga kebebasan lainnya tetap ada."

Dari 180 negara, Indonesia berada di peringkat 124.

Kebebasan Pers Terancam, Indonesia Berada di Peringkat 124Oky Lukmansyah/ANTARA FOTO

Wajah kebebasan pers di Indonesia juga tak indah. Dari laporan Reporters Without Borders, Presiden Joko Widodo dianggap tak bisa memenuhi janji-janji kampanyenya. Contohnya, pelanggaran kebebasan media terjadi ketika akses media ke Papua sangat dibatasi. Bahkan, beberapa jurnalis lokal terpaksa menjadi korban kekerasan ketika menjalankan tugasnya.

Tak hanya soal Papua, lembaga ini juga menyatakan bahwa jurnalis-jurnalis terancam menghadapi kekerasan fisik saat mencoba melaporkan kebobrokan di militer Indonesia. Misalnya ketika Tirto.id mengangkat artikel jurnalis investigasi Allan Nairn yang semula ditulis di The Intercept.

Admin akun Twitter resmi TNI Angkatan Udara mengirimkan cuitan bernada ancaman sehubungan dengan pemberitaan Allan Nairn bahwa Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo terlibat dalam upaya makar. Bahkan, Mayjend Wuryanto sempat menyebut pihaknya akan menempuh jalur hukum, tanpa terlebih dulu menggunakan hak jawab.

Lamanya militer berkuasa di Indonesia yang terbilang opresif dan anti HAM melahirkan kekhawatiran bahwa TNI tengah mengirimkan sinyal kepada media agar tak mengusik pihak manapun di dalam lingkungan militer Indonesia. Kasus ini pun kabarnya diselesaikan lewat Dewan Pers.

Reporters Without Borders juga menyatakan bahwa kelompok keagamaan yang bersikap radikal di Indonesia juga menunjukkan ancaman terhadap kebebasan pers. Sejumlah jurnalis, menurut mereka, memutuskan untuk melakukan penyensoran berita karena takut terjerat pasal karet seperti Pasal Penistaan Agama dan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Baca Juga: Australia Bantah Akan Rekrut Prajurit TNI Sebagai Mata-mata

Topik:

Berita Terkini Lainnya