Ferdy Sambo Dinonaktifkan, Mahfud MD: Tanda Presisi Berjalan

Posisi Kadiv Propam kini dijabat oleh Wakapolri Gatot Eddy

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengapresiasi sikap Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo yang menonaktifkan Irjen (Pol) Ferdy Sambo pada Senin, 18 Juli 2022. Hal ini, kata Mahfud, presisi Polri bukan sekedar slogan belaka. 

"Ini bagus. Berarti presisi Polri berjalan, maka masyarakat bisa optimistis. Makna presisi: prediktif, bisa memprediksi apa yang akan terjadi dari satu situasi sehingga bisa mengambil tindakan pada waktu dan cara yang tepat. Responsibilitas, memberi respons secara cepat atas aspirasi publik. Transparan, terbuka dan fair," demikian cuit Mahfud di akun media sosialnya pada Senin kemarin. 

Ia mengaku sejak awal yakin Kapolri bakal menonaktifkan Sambo. Namun, waktu dan caranya dimatangkan sehingga sesuai dengan tagline presisi. 

"Saya sudah berkomunikasi dengan lembaga terkait seperti Komnas HAM, Kompolnas, purnawirawan, LSM, akademisi, hingga pers. Kesimpulannya, Kapolri pasti menerapkan presisi," tutur dia. 

Namun, Sigit baru menonaktifkan Sambo dari posisi Kadiv Propam usai peristiwa tewasnya Brigadir Joshua memasuki hari ke-10. Sikap Sigit itu dinilai oleh sebagian masyarakat tergolong lambat. 

Apakah publik bisa percaya bahwa tak akan ada yang ditutup-tutupi dari peristiwa tewasnya personel kepolisian berusia 27 tahun itu?

1. Menko Mahfud yakin Kapolri tak akan melindungi pihak yang tembak mati Brigadir J

Ferdy Sambo Dinonaktifkan, Mahfud MD: Tanda Presisi BerjalanBrigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat (kanan) ketika bersama atasannya Kadiv Propam Irjen (Pol) Ferdy Sambo (www.facebook.com/@rohani.simanjuntak)

Lebih lanjut, Mahfud mengatakan bahwa sejak awal Sigit akan menonaktifkan Irjen (Pol) Ferdy Sambo. Sebab, ia percaya terhadap komitmen Sigit bahwa instansinya tak akan menutup-nutupi fakta dari peristiwa tewasnya Brigadir Yoshua. 

"Tapi, Beliau juga bilang tidak akan bersikap grasa-grusu," ungkap pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

Selain itu, Polri tak akan bisa menghindar dari nalar dan cara berpikir masyarakat. "Jika Polri tidak bersikap secara presisi, maka publik lah yang akan membuka fakta-fakta baru dan bakal memperburuk situasi," tutur dia lagi. 

Sementara, usai dinonaktifkan, posisi Kadiv Propam turut dirangkap oleh Wakapolri Komjen (Pol) Gatot Eddy Pramono. 

Baca Juga: Istri Ferdy Sambo dan Bharada E Ajukan Perlindungan ke LPSK

2. Kapolri tak cukup hanya menonaktifkan Ferdy Sambo

Ferdy Sambo Dinonaktifkan, Mahfud MD: Tanda Presisi BerjalanKapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meninjau langsung Sirkuit Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Minggu, 7 November 2021. (dok. Humas Polri)

Sementara, analis kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai tak cukup hanya Ferdy Sambo saja yang dinonaktifkan. Setelah itu, Jenderal Sigit perlu melakukan serangkaian langkah di internal Polri. Di antaranya dengan membebastugaskan sejumlah pejabat dan perwira Polri lainnya. 

"Tujuannya untuk mendalami peran dan andil mereka dalam hal kebijakan 'penundaan' pengungkapan peristiwa tewasnya Brigadir J sehingga memicu spekulasi dan reaksi negatif yang mempengaruhi kepercayaan publik terhadap institusi Polri," ungkap Fahmi kepada IDN Times melalui pesan pendek, Selasa (19/7/2022). 

Sejumlah pejabat yang dimaksud oleh Fahmi adalah pejabat di jajaran divisi Propam Polri hingga Kapolres Metro Jakarta Selatan. Ia bahkan mengusulkan agar Jenderal Sigit turut memeriksa Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) Mohammad Fadil Imran. Sebab, belakangan beredar video di media sosial Fadil tengah memeluk Sambo di ruang kerjanya. 

"Apalagi Irjen (Pol) Sambo adalah salah satu pihak terkait dalam kasus tewasnya Brigadir J yang belum jelas duduk perkaranya dan telah menjadi atensi publik," katanya. 

3. Polri tak boleh membiasakan diri baru bertindak karena ada desakan publik

Ferdy Sambo Dinonaktifkan, Mahfud MD: Tanda Presisi BerjalanPeneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi (Dokumentasi Istimewa)

Lebih lanjut, Fahmi juga mengingatkan Polri bahwa yang dibutuhkan oleh masyarakat terkait penuntasan kasus tewasnya Brigadir Yoshua bukan sekedar ketepatan dan kecermatan, melainkan juga kecepatan. Jangan sampai, kata dia, muncul anggapan bahwa Polri melakukan pengungkapan dan penanganan karena ada desakan dari publik dan politik. 

"Untuk memperbaiki citra buruk Polri dan meningkatkan kepercayaan publik, maka perkembangan penyelidikan yang dilakukan oleh tim khusus Kapolri perlu diinformasikan secara berkala. Salah satunya dengan mengumumkan penonaktifan Irjen (Pol) Ferdy Sambo pada hari Senin," kata Fahmi. 

Ia pun berharap agar Kapolri Sigit memegang komitmen dan memiliki itikad baik. "Tentu, kami berharap Polri berpegang teguh pada sikap profesionalnya dengan menegakkan hukum tanpa pandang bulu, transparan dan berkeadilan," tutur dia. 

Sementara, pihak keluarga Brigadir Yoshua pada Senin kemarin melaporkan ke Bareskrim Mabes Polri bahwa personel polisi yang pernah menjadi penembak jitu itu tewas akibat baku tembak. Pengacara keluarga, Kamaruddin Simanjuntak menduga Brigadir J dibunuh secara berencana. 

Baca Juga: Keluarga Brigadir J Tak akan Minta Perlindungan ke LPSK, Kenapa?

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya