Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Indonesia Darurat Dinasti Politik, 605 Calon Maju di Pilkada 2024

Ilustrasi kandidat di Pilkada. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi kandidat di Pilkada. (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • Sebanyak 605 kandidat dinasti politik ikut dalam Pilkada 2024, naik dua kali lipat dari sebelumnya.
  • Persentase politisi dinasti mencapai 19,5%, dengan mayoritas laki-laki dan kandidat perempuan disorot sebagai boneka.

Jakarta, IDN Times - Sebanyak 605 kandidat dengan latar belakang politisi dinasti ikut dalam kontestasi Pilkada 2024. Sebanyak 384 kandidat dinasti mencalonkan diri sebagai kepala daerah di tingkat provinsi dan kotamadya atau kabupaten. Kemudian, 221 kandidat lainnya mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah. 

Sementara, jumlah total pasangan calon yang maju dalam Pilkada Serentak 2024 adalah 1.553 pasangan calon atau sebanyak 3.106 orang. Artinya, persentase politisi dinasti dari angka itu adalah 19,5 persen.

Hal ini diungkap dari hasil penelitian kolaborasi antara Institute for Advanced Research (IFAR) Unika Atma Jaya, Election Corner Fisipol Universitas Gadjah Mada dan pusat riset politik dan pemerintahan PolGov UGM. 

Peneliti IFAR Unika Atma Jaya, Yoes C Kenawas, menilai, angka itu meningkat dua kali lipat dibandingkan gelombang pemilu sebelumnya.

"Saya cukup kaget ketika menemukan fakta ini, kenaikan ini mencapai dua kali lipat. Seakan-akan tidak terbendung lagi jumlah pertumbuhan dinasti yang mengikuti Pilkada 2024," ujar Yoes dalam media briefing yang disampaikan secara daring pada Rabu (20/11/2024). 

Ia khawatir tren ini dapat meningkat di pilkada selanjutnya. Menurut dia, apabila itu terjadi, maka pemilihan calon pemimpin di Indonesia akan menyerupai kondisi di Filipina yang setiap gubernurnya merupakan bagian dari politik dinasti. 

Dari 605 kandidat dengan latar belakang politik dinasti, sebanyak 441 di antaranya laki-laki. Sisa 164 kandidat lainnya perempuan. 

Dalam pandangan Yoes, kandidat perempuan dari latar belakang dinasti politik selalu disorot.

"Sebab, dianggap kandidat boneka dan sengaja dipasang oleh kerabat laki-laki untuk pilkada," kata dia. 

1. Kandidat dengan politik dinasti berkompetisi di 352 daerah

Temuan soal meningkatnya kandidat Pilkada dari dinasti politik. (Tangkapan layar zoom)
Temuan soal meningkatnya kandidat Pilkada dari dinasti politik. (Tangkapan layar zoom)

Yoes memaparkan, 605 kandidat dengan latar belakang politik itu bisa ditemukan di 352 provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Mereka ikut di 28 pemilihan calon gubernur. Sebanyak 324 pemilihan bupati atau wali kota juga terdapat politisi dinasti. 

"Penambahan ini sudah menyerupai kanker. Pelan-pelan tapi sekarang hampir menyebar di seluruh daerah," kata Yoes. 

Dalam penelitiannya, ia menemukan adanya daerah-daerah baru yang sebelumnya tidak ada kandidat dengan latar belakang politik dinasti, kini ada. Daerah-daerah tersebut antara lain Kabupaten Belu, Kendal, dan Tabalong. 

"Lagi-lagi yang saya khawatirkan, semua akan menjadi dinasti pada waktunya dan ini tentu tidak baik untuk iklim demokrasi Indonesia ke depannya," ujar dia. 

2. Hanya sedikit calon gubernur yang tak terkait politik dinasti

KPU Kota Madiun gelar simulasi Pilkada di Gedung Serba Guna Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Taman. IDN Times/ Riyanto
KPU Kota Madiun gelar simulasi Pilkada di Gedung Serba Guna Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Taman. IDN Times/ Riyanto

Yoes juga menyebut masih ada sejumlah provinsi yang calon gubernurnya tidak terafiliasi dengan dinasti politik. Namun, apabila dilihat dalam pemilihan calon wali kota atau calon bupati di provinsi tersebut, tetap ada latar belakang kandidat dari dinasti politik. 

"Provinsi yang tidak ada cagub dari latar belakang dinasti misalnya dari Aceh, Sulawesi Utara, dan Papua," kata Yoes. 

Namun, ia menggarisbawahi, mayoritas daerah di Indonesia memiliki kandidat di Pilkada 2024 yang terafiliasi dengan dinasti politik. Prosentasenya mencapai 65,59 persen dari 545 daerah yang menghelat pilkada. 

3. Biaya politik mahal jadi salah satu pemicu meningkatnya dinasti politik

Ilustrasi Pilkada. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Pilkada. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam forum itu, Yoes juga menjelaskan alasan yang menjadi pemicu kandidat dari latar belakang dinasti politik meningkat pesat pada Pilkada 2024. Pertama, banyak daerah yang sudah dipimpin oleh kepala daerah selama dua periode. 

"Mereka yang masih bertahan untuk mempromosikan anggota keluarganya untuk menggantikan dia atau bisa dikader dulu, Calon penggantinya ini dijadikan wakil bupati atau wakil wali kota dulu, sebelum nanti di Pilkada 2029 atau 2034 projection-nya mereka naik jadi kepala daerah," kata Yoes. 

Pemicu kedua, biaya politik yang mahal. Ia menemukan politisi incumbent atau pejabat yang berada di struktur partai politik di tingkat lokal. 

"Sehingga mereka punya previlleged untuk memajukan anggota keluarganya. Sedangkan, kebanyakan masyarakat yang punya aspirasi dan mau maju, ini biayanya sangat mahal," tutur dia. 

Faktor pendorong ketiga meningkatnya kandidat dari dinasti politik karena pemilih di Indonesia cenderung toleran terhadap politik dinasti. Data survei yang pernah dirilis oleh Indikator Politik Indonesia (IPI) menunjukkan, calon pemilih di Indonesia tidak mempermasalahkan kandidat yang datang dari latar belakang politik dinasti. 

"Asalkan mereka bilang kandidat dipilih secara langsung. Tapi, itu kan narasi dari elite untuk menjustifikasi politik dinasti," kata dia.

Para elite politik ini pun, kata Yoes, sadar betul persepsi masyarakat bisa dibentuk. Salah satu caranya dengan rutin memberikan bantuan sosial. Dengan begitu, masyarakat tidak alergi terhadap kandidat dari dinasti politik. 

Faktor keempat, pencalonan di tingkat partai yang tidak transparan sehingga tidak jelas apa alasan partai memberikan rekomendasi terhadap anggota keluarga dari kepala daerah tertentu. 

"Tiba-tiba yang dapat rekomendasi anak dari Bupati A saja. Dalam kebanyakan kasus, partai politik tidak transparan dalam proses pencalonan," tutur dia. 

Melihat situasi ini, maka bisa disimpulkan ruang politik Indonesia makin menyempit dan menguntungkan kandidat dengan latar belakang darah biru. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Deti Mega Purnamasari
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us