JK: Semua Parpol Pragmatis, Tak Ada Partai Mau Jadi Oposisi

JK sebut jadi oposisi itu ibarat kecelakaan

Jakarta, IDN Times - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf "JK" Kalla, menyinggung sikap partai politik yang pragmatis. Mayoritas parpol enggan menjadi kelompok oposisi atau penyeimbang pemerintah.

Bahkan, kata JK, Partai Golkar sekali pun bersikap pragmatis. Ia lantas menyinggung pada Pemilu 2004 ketika ia terpilih menjadi wakil presiden mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Apakah partai-partai akan berubah? Banyak partai yang pragmatis, termasuk partai saya, Golkar. Dulu kalah Pemilu 2004, tapi saya menjadi wakil presiden bukan karena didukung oleh Golkar. Saya jalan sendiri. Tapi begitu kita menang, bergabung itu Golkar," ujar JK ketika menyampaikan pidatonya di Election Talk FISIP UI, dikutip dari YouTube, Jumat (8/3/2024). 

JK menyebut tidak ada partai politik yang didirikan mau menjadi kelompok oposisi. Menurut dia menjadi oposisi bagi parpol adalah sebuah kecelakaan. 

"Karena itu, banyak yang pragmatis. Tetapi demokrasi yang kita jalani tetap yang baik, dan memiliki makna bagi bangsa ini," kata mantan Ketua Umum Golkar tersebut. 

Selain itu, JK menyadari berdasarkan pengalamannya, mayoritas parpol pemerintah harus berada di parlemen. Bila parlemen didominasi kelompok oposisi, maka kebijakan pemerintah akan sulit dijalankan. 

"Begitu kita ajukan (anggaran) dipotong di DPR. Begitu mengajukan anggaran, gak, diubah di DPR. Itu juga menjadi masalah. Karena itu memang jangan disalahkan (kalau parpol lebih memilih bersama pemerintah)," tutur dia. 

1. JK sebut siapapun yang pimpin RI setelah Jokowi tak akan mudah

JK: Semua Parpol Pragmatis, Tak Ada Partai Mau Jadi OposisiWakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) usai membuka muktamar Dewan Masjid Indonesia (DMI). (IDN Times/Amir Faisol)

Pada forum itu, JK menyebut siapapun yang memimpin Indonesia usai kepemimpinan Presiden Joko "Jokowi" Widodo tidak akan mudah. Sebab, pemerintahan yang sekarang sudah menghabiskan segala sumber dana untuk sesuatu hal-hal yang tidak efisien dan prinsipil. 

"Tentu pembangunan infrastruktur penting. Tadi saya pikir dari rumah kemari butuh waktu 45 menit hingga satu jam. Ternyata cukup 20 menit. Karena jalan tol bagus. Tentu tidak bagus juga untuk pemilik rumah di sebelahnya, karena tak bisa bikin kedai atau warung lagi," kata dia, mencontohkan. 

"Jadi, ada baik dan buruk juga pembangunan itu. Baik bagi yang punya mobil, tetapi tidak baik bagi yang pejalan kaki," tegas dia. 

JK mengajak mahasiswa dan publik bersatu melihat tantangan ke depan. Sebab, tantangan yang dihadapi Indonesia ke depan, khususnya di sektor ekonomi akan berat. 

"Ini berbeda dengan politik. Yang menang tentu akan gembira, tetapi yang kalah tentu tidak gembira. Tapi kalau isu ekonomi, semua kena. Kalau harga beras naik, semua akan naik, kalau inflasi tinggi, tentu semua akan kena. Tidak ada lagi masalah oposisi di situ, melainkan masalah rakyat keseluruhan," ujarnya. 

Baca Juga: JK Sebut Hak Angket Bakal Jawab Kecurigaan Rakyat Terkait Pemilu

2. Indonesia dihadapkan pada utang yang tinggi

JK: Semua Parpol Pragmatis, Tak Ada Partai Mau Jadi OposisiJusuf Kalla di Muktamar VIII DMI. (Dok. DMI)

Tantangan berat lainnya yang dihadapi pemerintahan ke depan yaitu menghadapi tumpukan utang yang jumlahnya lebih dari Rp8 ribu triliun.

"Utang BUMN (Badan Usaha Milik Negara) kurang lebih Rp3 ribu hingga Rp12 ribu triliun, bunganya saja Rp600 triliun. Cicilannya saja Rp600 triliun," kata JK. 

Belum lagi masih ada berbagai subsidi yang dibagikan ke rakyat mulai dari BBM, bansos Rp500 triliun, program makan siang gratis yang diprediksi menyedot anggaran Rp400 triliun, hingga pendidikan 20 persen dari APBN. 

"Bila ditotal ini, maka (kebutuhannya) bisa Rp4 ribu triliun. Pendapatan negara cuma Rp2.800 triliun, jadi kita defisit tiap tahun lebih dari Rp1.200 triliun. Siapa yang bayar itu? Ya, kita semuanya bersama-sama," ujar JK. 

JK pun menitipkan pesan kepada pemerintahan ke depan harus memiliki keberanian. Bila pemerintahan setelah Jokowi kacau, maka semua pihak akan kena dampaknya. 

"Pemerintahan yang akan datang harus tegas," kata dia. 

JK pun mengharapkan krisis politik yang saat ini sedang bergulir, tidak merembet ke isu ekonomi. Krisis ganda menyebabkan keseimbangan pemerintah dipertanyakan.

"Bila ada double krisis, maka orang tidak akan mau berinvestasi, harga-harga ekspor menurun, pendapatan pun menurun. Sementara, utang dan cicilan harus dibayar, subsidi BBM, bantuan beras, program makan siang gratis harus dibayar. Tetapi penerimaan pajak malah turun," tutur dia. 

JK pun menyampaikan kehadirannya di FISIP UI bukan untuk mendorong mahasiswa menambah masalah baru. Tetapi bergandengan tangan untuk bersama-sama maju menuntaskan krisis politik dan ekonomi. 

3. Tujuan pendirian partai politik tidak ada untuk jadi oposisi

JK: Semua Parpol Pragmatis, Tak Ada Partai Mau Jadi OposisiIlustrasi bendera parpol peserta pemilu 2024. (IDN Times/Muhammad Nasir)

JK kembali menyinggung partai politik. Menurunya, semua partai didirikan bukan untuk menjadi kelompok oposisi, tetapi untuk meraih kekuasaan. 

"Oposisi itu kecelakaan karena tidak menang, lalu jadi oposisi. Jadi itu kecelakaan. Semua parpol sebenarnya ingin ada di lingkar kekuasaan," kata dia. 

Dia mengatakan untuk bisa menjalankan visi dan misi partai, mereka harus berada di dalam lingkar pemerintahan atau DPR.

"Akibat dari itu, Indonesia memilih demokrasi dari gabungan (beberapa negara). Karena sebelum reformasi, anggota DPR keliling dunia mencopot satu sistem dari Amerika Serikat, Prancis, dan bermacam-macam. Digabungkan begitu. Kita ikut presidensial milik Amerika, demokrasinya ikut Prancis," ujarnya. 

https://www.youtube.com/embed/eZG5TLOU5xE

Baca Juga: Idrus Marham Nilai JK Tak Bisa Bawa Nama Golkar bila Bertemu Megawati

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya