Komnas HAM Bakal Pelajari Bukti Baru yang Diberikan Korban Kanjuruhan

Rekomendasi Komnas HAM sebelumnya dinilai terburu-buru

Jakarta, IDN Times - Sekitar 20 orang perwakilan korban tragedi Kanjuruhan, Malang mendatangi kantor Komnas HAM, Kamis (17/11/2022) sekitar pukul 14:37 WIB. Mereka tiba di kantor Komnas HAM dengan menggunakan bus bernomor polisi N-7154-UH. 

Perwakilan keluarga korban langsung masuk menuju ke kantor Komnas HAM untuk berdialog dengan pimpinan Komnas HAM. Mereka ditemui Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing, Komisioner Mediasi Prabianto Mukti Wibowo dan Komisioner Pengaduan Hari Kurniawan.

Pertemuan korban tragedi Kanjuruhan dengan ketiga komisioner sendiri berlangsung tertutup. 

Sementara, dalam jumpa pers Uli mengatakan, mereka sedang mempelajari berkas sebelumnya dari laporan komisioner Komnas HAM lama, yang diserahkan kepada Menko Polhukam.

Selain itu, komisioner yang baru yakni periode 2022-2027 bakal mempelajari bukti-bukti baru yang disampaikan oleh keluarga, kuasa hukum maupun pendamping korban Kanjuruhan. 

"Pertemuan tadi pada intinya membahas sejumlah harapan agar diperoleh rasa  keadilan atas peristiwa yang dialami," kata Uli ketika memberikan keterangan pers pada hari ini. 

Ia juga menjelaskan perwakilan keluarga korban ada yang menyampaikan keluh kesahnya terkait kesulitan ekonomi usai terjadi tragedi Kanjuruhan.

"Keluarga korban juga mengaku masih mengalami trauma yang berat," tutur dia lagi. 

Dalam peristiwa itu, sebanyak 135 penonton meninggal usai kerusuhan yang terjadi akibat tembakan gas air mata oleh aparat kepolisian. 

Lalu, apakah keluarga korban tidak puas dengan rekomendasi yang dihasilkan dari penyelidikan komisioner Komnas HAM sebelumnya?

1. Keluarga korban berharap tragedi Kanjuruhan ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat

Komnas HAM Bakal Pelajari Bukti Baru yang Diberikan Korban KanjuruhanSuasana doa bersama dan tabur bunga untuk korban tragedi kerusuhan Stadion Kanjuruhan bersama pemain dan warga pada Senin (3/10/2022). (IDN Times/Gilang Pandutanaya)

Sementara, pendamping keluarga korban, Andy Irfan, mengaku sempat memprotes rekomendasi yang dirilis kepemimpinan komisioner Komnas HAM di periode sebelumnya. Menurut Andy, komisioner di periode sebelumnya terlalu terburu-buru dalam merilis rekomendasi penyelidikan.

Dia menyebut bahkan keluarga korban kecewa lantaran tragedi di Kanjuruhan tidak dianggap sebagai pelanggaran HAM berat.

"Kami berharap teman-teman komisioner di periode kepemimpinan yang baru bisa mem-follow up apa yang terdahulu kami protes dari komisioner yang lama soal rekomendasi yang menurut kami sangat terburu-buru," ujar Andy ketika memberikan keterangan pers di kantor Komnas HAM. 

Ia menambahkan bahwa sudah menemukan dugaan yang sepatutnya dianggap ke dalam kategori pelanggaran HAM berat.

"Kami berharap teman-teman komisioner yang baru bisa segera membentuk tim penyelidikan ad-hoc dugaan pelanggaran HAM berat dalam tragedi Kanjuruhan," kata dia lagi. 

Ia juga menjelaskan kedatangan perwakilan keluarga korban ke kantor Komnas HAM untuk menyampaikan apa yang mereka alami dan saksikan ketika tragedi itu terjadi pada 1 Oktober 2022 lalu. 

Baca Juga: Komnas HAM: Tragedi Kanjuruhan Bukan Pelanggaran HAM Berat

2. Pendamping keluarga korban nilai Brimob tembakan gas air mata secara sistematis

Komnas HAM Bakal Pelajari Bukti Baru yang Diberikan Korban KanjuruhanAparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Lebih lanjut, Andy mengatakan berdasarkan hasil penyelidikan komisioner Komnas HAM periode sebelumnya, titik krusial tragedi Kanjuruhan berlangsung sekitar enam menit. Pada periode itu, tim Brimob Polri dan Sabhara Baharkam menembakan 45 gas air mata ke arah tribun penonton. 

"Ada tanggung jawab komando di situ yang terlihat sangat jelas bahwa Brimob melakukan serangan tidak secara implusif, melainkan secara sistematis," kata dia. 

Di sisi lain, Koordinator Paguyuban Keluarga Korban Astrid Puji Rahayu menjelaskan, selain berkunjung ke Komnas HAM, mereka akan mendatangi Mabes Polri, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan komisi III DPR. 

Ia mengatakan perwakilan keluarga korban juga bakal mendatangi Bareskrim Mabes Polri untuk membuat laporan atas tindak kekerasan personel Polri yang menembakan gas air mata ke arah tribun penonton. Astrid menilai Polri belum adil dalam menangani tragedi Kanjuruhan. 

"Selama ini kami belum menerima keadilan. Jadi, kami bertekad satu, satu suara kami mencari keadilan," ujar Astrid. 

3. Komisioner periode sebelumnya tetapkan tragedi Kanjuruhan bukan pelanggaran HAM berat

Komnas HAM Bakal Pelajari Bukti Baru yang Diberikan Korban KanjuruhanKomisioner Komnas HAM Choirul Anam (kanan) memimpin investigasi di depan pintu tribun Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Rabu (5/10/2022). Investigasi tersebut dilakukan untuk mendapatkan informasi dan bukti tentang dugaan pintu keluar stadion yang terkunci saat tragedi Kanjuruhan terjadi. (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Sementara, dalam pemberian keterangan pers pada 2 November 2022 lalu, komisioner periode sebelumnya menyatakan tragedi di Kanjuruhan bukan tergolong pelanggaran HAM berat.

"Peristiwa tragedi kemanusiaan Kanjuruhan merupakan peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang terjadi akibat tata kelola yang diselenggarakan dengan cara tidak menjalankan, menghormati, dan memastikan prinsip, serta keselamatan, keamanan dalam penyelenggaraan sepak bola," kata Komisioner Komnas HAM periode 2017-2022, Mohammad Choirul Anam. 

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, menjelaskan alasan lembaganya tak menetapkan tragedi Kanjuruhan sebagai kasus pelanggaran HAM berat.

"Kami menggunakan kewenangan yang ada di Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang HAM di situ ada definisi soal pelanggaran HAM. Kami menggunakan itu kenapa kemudian juga kami simpulkan ini bukan peristiwa pelanggaran HAM yang berat," kata Beka.

"Karena, kami tidak menemukan unsur-unsur yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, unsurnya yaitu sistematis atau meluas dan sistematik, itu kemudian dilihat dari apakah struktur komando ada perintah secara jelas begitu, perencanaan dan lain sebagainya," lanjut dia lagi.

Komnas HAM menilai, tindakan yang dilakukan aparat di lapangan melakukan kekerasan sebagai respons cepat. Hal itu tidak masuk dalam perintah sistematis yang dilakukan oleh suatu instansi negara.

https://www.youtube.com/embed/ixIzUiyTMOE

Baca Juga: Komnas Perempuan dan Komnas HAM Koordinasi soal Tragedi Kanjuruhan

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya