KSAL Ingatkan Perang di Ukraina Berpotensi Embargo Suku Cadang Rusia

TNI AU punya 16 jet tempur Sukhoi buatan Rusia

Jakarta, IDN Times - Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono mewanti-wanti adanya potensi embargo suku cadang alat utama sistem pertahanan (alutsista) Indonesia yang pernah dibeli dari Rusia. Hal ini berpotensi terjadi menyusul Rusia melakukan serangan militer ke Ukraina. Dampaknya kini sejumlah negara menjatuhkan sanksi yang bisa menghancurkan ekonomi Rusia. 

Dengan adanya potensi itu, ia menyebut perlu ada langkah antisipasi untuk mencegah risiko dampak sanksi Rusia terhadap pembelian suku cadang alutsista Indonesia.

Indonesia diketahui merupakan salah satu negara yang menggunakan jet tempur Sukhoi Su-27 dan Sukhoi Su-30. Saat ini, jet tempur itu diparkir di Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar. 

"Secara operasional, (alutsista) akan tetap kami gunakan. Kita tidak terpengaruh Rusia mau perang dengan negara manapun. Alat itu kan istilahnya sudah kita beli dan menjadi hak kita," ungkap Yudo di Mabes TNI AL, Cilangkap dan dikutip dari kantor berita ANTARA pada Jumat (4/3/2022). 

Meski hingga saat ini perang belum juga berakhir di Ukraina, tetapi Yudo menegaskan konflik militer antara Rusia dan Ukraina tidak memiliki pengaruh operasional terhadap alutsista yang telah dibeli oleh Indonesia. "Alutsista kita memang banyak asalnya (tidak hanya dari Rusia). Ada yang buatan Belanda, Rusia dan kemarin 39 kapal berasal dari Jerman. Persenjataan kita juga banyak yang berasal dari luar (Indonesia). Tidak ada pengaruh dari mereka dan kita tetap laksanakan operasional," kata dia. 

Lalu, apakah hingga kini pembelian suku cadang ke Rusia masih tetap berlangsung?

1. TNI akan membahas dampak geopolitik perang Rusia-Ukraina dengan Kemenhan

KSAL Ingatkan Perang di Ukraina Berpotensi Embargo Suku Cadang RusiaJet tempur buatan Rusia Sukhoi Su-35 (UACRUSSIA.RU)

Yudo pun mengaku tidak mengetahui apakah pembelian suku cadang alutsista ke Rusia hingga kini masih berlangsung atau tidak. Sebab, kata dia, Kementerian Pertahanan lah yang mengatur pembelian tersebut. 

Sedangkan, terkait dampak geopolitik dari perang Rusia-Ukraina, Yudo menyebut akan membahasnya di kalangan internal dan Kemenhan. TNI AL akan terus memantau secara ketat perkembangan strategis terkait konflik Ukraina dan Rusia. 

"Tentu konflik ini akan menjadi pembahasan kita, sehingga ke depan bagaimana kita seharusnya bersikap. Tapi, ini akan menjadi pembahasan kita yang tidak bisa kita sampaikan secara terbuka," tutur Yudo. 

Baca Juga: Eks KSAU: RI Dulu Beli 4 Jet Tempur Sukhoi Su-27 karena Diembargo AS

2. TNI AU tak lanjutkan pembelian jet tempur Sukhoi Su-35

KSAL Ingatkan Perang di Ukraina Berpotensi Embargo Suku Cadang RusiaKepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo ketika memberikan pengarahan di hari peringatan di HUT ke-76 (www.instagram.com/@militer.udara)

Sementara, Indonesia sudah memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan pembelian Sukhoi Su-35 yang kontrak pembeliannya diteken pada 2018 lalu. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Marsekal Fadjar Prasetyo kepada media pada akhir Desember 2021.

Keputusan itu diambil jauh sebelum terjadinya invasi militer Rusia ke Ukraina. Alih-alih melanjutkan pembelian Sukhoi, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memutuskan membeli jet tempur buatan Prancis yakni Rafale. Kini, keputusan itu membuat lega sejumlah pihak karena tak akan terancam embargo akibat invasi militer Rusia ke Ukraina. 

"Kami menginginkan pesawat generasi 4,5 dan menginginkan yang 'heavy' atau medium ke atas, karena saat ini kita sudah ada F-16 (buatan Amerika Serikat) dan ada Sukhoi buatan Rusia," ungkap Fadjar seperti dikutip dari kantor berita ANTARA pada 22 Desember 2021 lalu. 

Di sisi lain, Fadjar juga menyebut banyak negara yang menyukai jet tempur buatan Prancis, Rafale. Salah satu negara yang memborong Rafale adalah Uni Emirat Arab (UEA) sebanyak 80 unit. Nilai kontraknya mencapai 19 miliar dollar AS.

"Kalau kita ikuti berita internasional, semakin banyak yang suka dengan Rafale, dan mereka mohon maaf mungkin resources-nya (anggaran) kuat sekali. Mungkin bisa kuat langsung bayar dan sebagainya," ungkap Fadjar.

Menhan Prabowo pada 10 Februari 2022 telah meneken kontrak pembelian enam unit jet tempur Rafale buatan Prancis. Juru bicara Menhan Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut nilai kontrak pembelian enam jet tempur Rafale itu mencapai 1,1 miliar dolar AS atau setara Rp15,7 triliun. 

3. Dulu Indonesia beli jet tempur Sukhoi dari Rusia karena ada embargo dari AS

KSAL Ingatkan Perang di Ukraina Berpotensi Embargo Suku Cadang RusiaKepala Staf TNI Angkatan Udara periode 2002-2005, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim dalam diskusi virtual (Tangkapan layar Zoom Pusat Studi Air Power Indonesia)

Sebelumnya, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) periode 2002-2005, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim mengakui di bawah kepemimpinannya, Indonesia pernah membeli empat jet tempur Sukhoi Su-27 flanker dan Su-30 Mk serta helikopter perang jenis MI-35. Pembelian itu dilakukan 2003 lalu di Moskow, Rusia dengan menggunakan metode imbal dagang. Metode ini diwujudkan dengan membayarkan sebagian secara tunai dan sisanya menggunakan komoditas. 

Secara blak-blakan, Chappy ikut memberikan masukan agar membeli jet tempur dari Rusia, lantaran ketika itu Indonesia masih terancam embargo dari Amerika Serikat. "Pertimbangan ketika itu (membeli jet tempur Sukhoi-Su 27) adalah kita sedang diembargo AS dan kita tidak bisa berdiam diri karena sistem pertahanan kita tidak berjalan. Bagaimana caranya, ya terpaksa kita beli dari Rusia pada waktu itu," ungkap Chappy dalam diskusi virtual pada 17 Februari 2022 lalu. 

Ia menambahkan ketika jumlah unit yang dibeli oleh Indonesia sedikit, Chappy mengaku banyak mendapatkan kritik pedas. Sebab, biasanya pembelian jet tempur, menggunakan satuan skadron. Satu skadron terdiri 14-16 jet tempur. 

Ia menyebut ketika itu semula Indonesia berencana membeli satu skadron. Tetapi, realisasi pembelian dilakukan secara bertahap. Alhasil, yang dikirimkan ke Tanah Air hanya empat unit. 

"Waktu itu, sempat ada pertanyaan sinis ke saya, apakah benar jumlah Sukhoi yang dibeli hanya empat unit. Saya jawab benar, karena itu sebagai wake up call saja, karena AS ketika itu menahan kita tidak bisa membeli spare part, makanya kita beli Sukhoi. Tapi, itu bercandaan ya. Tapi, itu bagian dari air diplomacy,"  kata dia. 

Baca Juga: 9 Pasukan Elite TNI AU Ikut Terlibat Evakuasi WNI dari Ukraina

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya