Mahfud Pede RKUHP Bakal Disahkan Jadi Undang-Undang Akhir Tahun 2022

14 poin krusial di dalam RKUHP masih disorot oleh aktivis

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah dan DPR bakal mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada akhir tahun 2022.

Mahfud menyebut RKUHP yang telah dibahas selama 59 tahun sudah mendekati final. Menurut dia, isi dari RKUHP saat ini sudah mengakomodasi dari berbagai kepentingan, aliran, paham dan situasi budaya. 

"Insyaallah akhir tahun ini RKUHP sudah bisa disahkan jadi UU oleh DPR bersama pemerintah," ungkap Mahfud di Surabaya dalam keterangan tertulis pada Kamis, (22/9/2022). 

Ia mengatakan semula RUU KUHP bakal disahkan pada 17 Agustus 2022 lalu ketika Indonesia berusia 77 tahun. Namun, Presiden Joko "Jokowi" Widodo meminta agar RKUHP disosialisasikan dan didiskusikan kembali. Jokowi berharap agar pemahaman di kalangan masyarakat semakin terbentuk. 

"Sehingga, presiden meminta agar dimatangkan lagi, didiskusikan dan disosialisasikan lagi. Kaum agamawan, universitas, pesantren diundang, beri tahu dan inilah hasil yang kita kerjakan. Sekarang ini, bagi yang tidak paham, maka dipahamkan melalui dialog ini," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

Mahfud menambahkan bahwa aturan yang baru tersebut merupakan titik temu dari berbagai perdebatan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Menurutnya, aturan KUHP harus segera diperbarui lantaran yang dipakai saat ini, sudah disusun dari zaman penjajahan Belanda. 

Meski begitu, sebagian masyarakat menilai bila disahkan menjadi RKUHP bakal semakin membatasi publik untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat. Pasal apa yang mudah menjerat publik ke penjara di dalam RKUHP?

Baca Juga: Mahfud MD: Awalnya RKUHP Akan Disahkan 17 Agustus, Tapi Ditunda Jokowi

1. Dewan Pers sempat kritik RKUHP karena ada poin media dilarang muat kritik ke pemerintah

Mahfud Pede RKUHP Bakal Disahkan Jadi Undang-Undang Akhir Tahun 2022Ilustrasi pers (IDN TImes/Arief Rahmat)

Salah satu pihak yang kencang menyampaikan protes terkait isi RKUHP adalah Dewan Pers. Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra pada Juli 2022 lalu mengatakan sejumlah pasal di dalam RKUHP bila disahkan dapat mengancam kebebasan pers. Ia mengatakan jurnalis bisa menjadi obyek delik dan kriminalisasi. 

Sejumlah pasal yang dianggap membatasi kebebasan pers, salah satunya melarang media untuk memuat kritik terhadap pemerintah. Bila kritik ingin dimuat maka media juga harus mencantumkan solusinya. 

"Jadi, kalau misalnya pers memuat itu, kepada kekuasaan yang bersifat umum. Bukan hanya ditujukan ke presiden dan wakil presiden, tapi juga ke pemberitaan umum yang ada di bawah itu. Bahkan, sampai ke tingkat yang paling bawah itu tidak bisa. Kalau kita mengkritik ya boleh mengkritik tapi harus ada solusinya. Oleh karena itu, media yang memuat kritik tapi tidak ada solusi itu bisa kena delik," ungkap Azyumardi saat masih hidup di kantor Dewan Pers. 

Maka, Dewan Pers pun mendesak pemerintah untuk menghapus sejumlah pasal yaitu:

  1. Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara
  2. Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden, perlu ditiadakan karena merupakan penjelmaan ketentuan-ketentuan tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan Putusan Nomor 013022/PUU-IV/2006.
  3. Pasal 240 dan 241 Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang sah, serta Pasal 246 dan 248 (penghasutan untuk melawan penguasa umum) harus dihapus karena sifat karet dari kata "penghinaan" dan "hasutan" sehingga mengancam kemerdekaan pers, kebebasan berpendapat dan berekspresi
  4. Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong
  5. Pasal 280 Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan
  6. Pasal 302-304 Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan
  7. Pasal 351-352 Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara
  8. Pasal 440 Tindak Pidana Penghinaan, pencemaran nama baik
  9. Pasal 437, 443 Tindak Pidana Pencemaran

Baca Juga: Menko Mahfud: Pelaku Hubungan Sesama Jenis Bisa Dipidana di RKUHP

2. Pemerintah hanya sibuk sosialisasikan 14 poin yang dianggap krusial

Mahfud Pede RKUHP Bakal Disahkan Jadi Undang-Undang Akhir Tahun 2022Ilustrasi eksekusi mati (IDN Times/Sukma Shakti)

Sementara, menurut Mahfud, dari 700 pasal yang ada hanya tersisa 14 pasal yang harus disempurnakan. Ia mengatakan pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM saat ini melakukan dua cara untuk membahas dan menyempurnakan pasal-pasal tersebut. Pertama, pembahasan di DPR. Kedua, melakukan sosialisasi dan diskusi dengan simpul-simpul masyarakat.

Berikut daftar 14 pasal krusial merujuk naskah RKUHP hasil perbaikan terakhir dalam rapat antara pemerintah dengan DPR:

  1. Living law atau pidana adat
  2. Pidana mati
  3. Penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden
  4. Memiliki kekuatan gaib
  5. Unggas dan ternak yang merusak kebun
  6. Contempt of court (Penghinaan terhadap proses peradilan)
  7. Penodaan agama
  8. Penganiayaan hewan
  9. Mencegah kehamilan dan menggugurkan kandungan
  10. Aborsi
  11. Gelandangan
  12. Perzinaan 
  13. Kohabitasi atau kumpul kebo
  14. Perkosaan 

3. Mahasiswa gelar aksi unjuk rasa untuk memprotes RKUHP di depan DPR

Mahfud Pede RKUHP Bakal Disahkan Jadi Undang-Undang Akhir Tahun 2022Demo Mulai Ricuh, Mahasiswa Bakar Kardus di Depan Gedung DPR RI pada Selasa (28/6/2022). (IDN Times/Yosafat Diva)

Sementara, ketika mendengar RKUHP bakal disahkan dalam waktu dekat, mahasiswa sudah turun berunjuk rasa pada Juni 2022 lalu. Mahasiswa yang tergabung di dalam beberapa aliansi BEM menuntut agar pembahasan RKUHP dilakukan secara transparan. 

Sebelumnya, Aliansi Nasional Kawal RKUHP telah menyatakan sikap terkait RKUHP di depan Patung Kuda, Jakarta, pada 21 Juni 2022 yang berisi:

  1. Mendesak Presiden dan DPR RI untuk membuka draf terbaru RKUHP dalam waktu dekat, serta melakukan pembahasan RKUHP secara transparan dengan menjunjung tinggi partisipasi publik yang bermakna;
  2. Menuntut Presiden dan DPR RI untuk membahas kembali pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP, terutama pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara, meski tidak termasuk ke dalam isu krusial; dan
  3. Apabila Presiden dan DPR RI tidak kunjung membuka draf terbaru RKUHP dan menyatakan akan membahas pasal-pasal bermasalah di luar isu krusial dalam kurun waktu 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam sejak pernyataan sikap ini dibacakan, kami siap bertumpah ruah ke jalan dan menimbulkan gelombang penolakan yang lebih besar dibandingkan tahun 2019

Baca Juga: Kick Off Sosialisasi RKUHP Pemerintah Diprotes Aliansi

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya