Mahfud: Transaksi Mencurigakan Bakal Diselesaikan Penegak Hukum

Nominal transaksi yang bakal diproses Rp189 triliun

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengaku tidak terkejut mendengar bantahan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) soal dugaan menutup-nutupi surat laporan transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu, dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Mahfud menyebut Kemkeu pada akhirnya mengakui data umum soal transaksi keuangan yang mencurigakan mencapai Rp349 triliun. Hal itu, kata dia, sama seperti yang ia sampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR pada 29 Maret 2023.

"Sekarang kan Wamenkeu mengakui bahwa angka agregatnya (transaksi mencurigakan) adalah Rp349 triliun. Jadi, dari data 300 surat (yang diterima Kemkeu), agregatnya Rp349 triliun," ungkap Mahfud dalam keterangan tertulis, Jumat (31/3/2023). 

Ia menyebut yang menjadi perbedaan dari keduanya hanyalah gaya dan cara penyajian data mengenai transaksi mencurigakan itu. "Jadi, sudah clear kan? Kemkeu tak menutupi, melainkan hanya memilah. Sedangkan, PPATK menyatukan data," tutur pria yang juga menjabat Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu. 

Padahal, Mahfud pada saat rapat tersebut sempat menyebut Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat tak menerima surat dari PPATK pada 2017. Surat itu diserahkan ke Direktur Jenderal Pajak agar diteruskan ke Sri Mulyani. Dokumen tersebut berisi informasi soal dugaan transaksi cukai yang mencapai Rp189 triliun. 

"Ini apa kok, ada uang Rp189 triliun? Lalu, pejabat tingginya yang eselon I bilang tidak pernah ada. Oh, ndak pernah ada, Bu di sini (data senilai Rp189 triliun)," ujar Mahfud, menirukan pernyataan Sri Mulyani di ruang rapat Komisi III, yang dikutip dari YouTube IDN Times, Kamis (30/3/2023). 

"Ini 2020. Lalu dijawab oleh pejabat eselon I itu surat itu tidak pernah ada," katanya. 

Lalu, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menunjukkan daftar surat yang pernah dikirim ke Kemenkeu. Laporan pada 2020 tersebut sudah tercatat di data PPATK. 

Lalu, bagaimana nasib transaksi senilai Rp189 triliun itu?

1. Transaksi keuangan Rp189 triliun akan diserahkan ke penegak hukum

Mahfud: Transaksi Mencurigakan Bakal Diselesaikan Penegak HukumData mengenai transaksi keuangan Rp349 triliun yang dipaparkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. (IDN Times/Aditya Pratama)

Lebih lanjut, Mahfud mengatakan, laporan PPATK berisi data Rp189 triliun itu bakal diserahkan ke penegak hukum untuk ditindak lanjuti. "Yang (transaksi) Rp189 triliun itu nanti diselesaikan dalam proses lanjutan penegakan hukum," kata dia.

Mahfud mengatakan, transaksi senilai Rp189 triliun merupakan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan 15 entitas.

"Tetapi laporannya (dari anak buah Sri Mulyani) menjadi (transaksi) pajak. Akhirnya, setelah diteliti 'oh ini perusahaannya banyak, hartanya banyak, pajaknya kurang'. Padahal, laporan ini menyangkut transaksi cukai," kata dia, di Kompleks Parlemen Senayan, 29 Maret 2023.

Transaksi cukai yang dimaksud Mahfud adalah impor emas. "Jadi, ini menyangkut impor emas yang batangan dan harganya mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu emas mentah. (Lalu) Diperiksa oleh PPATK, tetapi gak diselidiki. Kok emas sudah jadi dilaporkannya emas mentah?" ujar Mahfud. 

Dia menambahkan dalam surat tersebut tertulis emas mentah tersebut dicetak di Surabaya. Namun, saat diverifikasi PPATK ke Surabaya, tidak ditemukan pabriknya. 

"Dan itu gak diperiksa, padahal menyangkut uang miliaran. Laporan itu diberikan ke Kemenkeu pada 2017 oleh PPATK, bukan 2020," katanya. 

Pada 2017, kata Mahfud, laporan tersebut diserahkan PPATK tanpa surat secara langsung. Ketika itu, tutur dia, penerima laporannya adalah Dirjen Bea Cukai, Irjen Kemenkeu, dan dua orang lainnya. 

Baca Juga: Perbedaan Data Rp349 T, Mahfud Menduga Ada yang Tutup Akses ke Menkeu

2. Kemkeu akhirnya akui transaksi mencurigakan yang langsung terkait pegawainya mencapai Rp35 triliun

Mahfud: Transaksi Mencurigakan Bakal Diselesaikan Penegak HukumIlustrasi Pencucian Uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, terkait dengan perbedaan data terkait transaksi mencurigakan yang berkaitan langsung dengan pegawai di Kemkeu, sudah tak ada lagi perbedaan.

Kemkeu, kata Mahfud, akhirnya menyepakati nominal transaksinya Rp35 triliun. Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan nominal transaksinya hanya Rp3,3 triliun.

"Angka Rp35 triliun itu juga diakui sama, setelah data agregatnya disatukan," ujar Mahfud. 

3. Wamenkeu bantah ada transaksi janggal di Kemkeu terkait emas yang ditutup-tutupi

Mahfud: Transaksi Mencurigakan Bakal Diselesaikan Penegak HukumIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Sementara, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara, membantah ada yang ditutupi-tutupi Kemenkeu mengenai dugaan transaksi janggal impor emas batangan di Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), yang nilainya mencapai Rp189 triliun.

Suahasil menjelaskan semua informasi, baik dari direktorat jenderal maupun Inspektorat Jenderal Kemenkeu ada dalam satu sistem Kemenkeu.

"Kemarin ada yang bilang ada Rp189 triliun, ada yang tidak disampaikan kepada Menteri Keuangan, ada yang ditutupi. Laporan yang saya terima dari seluruh staf kami, semua ada di dalam sistem Kementerian Keuangan, dan ini kita bisa melakukan pemantauan satu persatu," ungkap dia ketika memberikan keterangan pers pada Jumat (31/3/2023). 

Suahasil menjelaskan kronologi transaksi Rp189 triliun itu bermula dari pencegahan ekspor emas batangan yang dilakukan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai (KPU BC) Soekarno-Hatta pada Januari 2016.

Bea Cukai, kata dia, kala itu mencegah ekspor logam mulia yang awalnya disebut perhiasan, namun ternyata berisi ingot atau emas batangan. Bea Cukai kemudian memproses adanya dugaan tindak pidana kepabeanan sampai ke pengadilan dalam rentang waktu 2017 hingga 2019.

“Prosesnya gimana? Pengadilan Negeri, Bea Cukai kalah. Di tingkat kasasi Bea Cukai menang. Lalu, dilakukan peninjauan kembali (PK). Hasil akhirnya, Bea Cukai kalah, jadi dianggap tidak terbukti kepabeanannya," tutur Suahasil. 

Hal serupa terjadi lagi pada 2020, dengan pihak terlapor yang sama. Bea Cukai melihat lagi modus yang sama, sehingga kembali berdiskusi dengan PPATK.

Sampai pada Agustus 2020, dalam rapat bersama PPATK disimpulkan bahwa tidak ditemukan indikasi pelanggaran di bidang kepabeanan, karena modusnya sama dengan yang terjadi pada 2016 saat DJBC kalah di pengadilan.

 

Penasaran dengan isu-isu pemilu dan gonjang ganjing capres cawapres, baca selengkapnya di sini.

Baca Juga: Bantah Perbedaan Data dengan Menkeu, Mahfud: Hanya Beda Penafsiran

https://www.youtube.com/embed/NvpPJO1D8zU

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya