Masyarakat Sipil Sentil Bahlil yang Gusur Warga Rempang Tanpa AMDAL

BP Batam akui tak punya dokumen hak pengelolaan lahan

Jakarta, IDN Times - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia disentil keras oleh kelompok masyarakat sipil lantaran dalam penerapan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pulau Rempang, menerabas sederet aturan. Terbaru, pemerintah mengakui belum memiliki Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL). Padahal, AMDAL ini yang bakal dijadikan dasar untuk menggusur warga lokal di Pulau Rempang. 

"Tanggal 25 kemarin, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia memberikan statement bahwa proyek Rempang Eco City sudah memiliki AMDAL. Eh, tapi kok undangan konsultasi publik penyusunannya baru keluar di tanggal 27 September 2023 lalu. Jadi, sebenarnya, pemerintah sudah punya AMDAL atau belum," ungkap Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Selasa (3/10/2023). 

Di dalam dokumen konsultasi penyusunan AMDAL yang dirilis oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP) Batam, terlihat undangan untuk konsultas ke publik digelar pada 30 September 2023 lalu. Lokasi konsultasi publik untuk dijadikan bahan penyusunan AMDAL digelar di Kantor Camat Sembulang, Kota Batam. 

Namun, menurut Isnur, warga ogah hadir dalam sesi konsultasi tersebut. Mereka juga tidak ingin digusur atau digeser dari lokasi mukim saat ini. 

1. Warga Kampung Tua Pasir Panjang tolak konsultasi AMDAL bersama BP Batam

Masyarakat Sipil Sentil Bahlil yang Gusur Warga Rempang Tanpa AMDALDokumen undangan dari BP Batam bagi warga Rempang untuk konsultasi AMDAL pada 30 September 2023. (Tangkapan layar Twitter YLBHI)

Lebih lanjut, di dalam keterangan video yang dibagikan oleh Isnur, warga di Kampung Tua Pasir Panjang, Pulau Rempang tegas menolak konsultasi publik untuk penyusunan AMDAL. Itu sebabnya mereka memilih absen dalam kegiatan tersebut. 

"Kami warga Kampung Tua Pasir Panjang, Kelurahan Rempang Cate, menolak konsultasi AMDAL dan tegas menolak relokasi ataupun digeser!" ungkap warga di video tersebut. 

Kampung Tua Pasir Panjang merupakan salah satu area yang bakal terdampak dari Rempang Eco City yang bakal dibangun oleh pemerintah. Rencananya, mereka ingin menggunakan area seluas 2.000 hektar dari 17 ribu hektar yang ada. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan mengakui bahwa proses AMDAL di Pulau Rempang belum rampung. "Ya, kan sekarang semua sedang berproses ya (AMDAL). Gak ada masalah," kata Luhut di Matraman, Jakarta Timur pada 29 September 2023 lalu. 

Padahal, sebelumnya, warga Rempang diberi tenggat waktu untuk mengosongkan area tempat bermukim pada 28 September 2023. 

Baca Juga: Ombudsman: BP Batam Belum Punya Sertifikat Pengelolaan Lahan Rempang

2. BP Batam belum kantongi sertifikat hak pengelolaan lahan di Pulau Rempang

Masyarakat Sipil Sentil Bahlil yang Gusur Warga Rempang Tanpa AMDALLadang luas yang ada di Sembulang, Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Senin (21/8/2023) yang nantinya akan menjadi kawasan ekonomi. (ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)

Sebelumnya, Ombudsman RI mengungkap temuan baru lainnya yaitu BP Batam belum mengantongi sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Pulau Rempang. "Sertifikat HPL belum diterbitkan karena lahan di sana belum clean and clear. Badan pertanahan baru bersedia mengeluarkan sertifikat bila di area tersebut sudah tidak ada penghuni lagi," ungkap anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro seperti dikutip dari YouTube Ombudsman pada Jumat pekan lalu. 

Ia menduga itu yang menjadi penyebab BP Batam begitu tergesa-gesa dan mendesak warga di kampung-kampung tua di Pulau Rempang agar segera hengkang. Selain itu, keputusan untuk pemberian HPL telah terbit dari Menteri ATR pada 31 Maret 2023 lalu.  

"Pada 31 Maret keluar pemberian SK HPL. SK tersebut memiliki batas waktu yaitu 30 September 2023," tutur dia. 

Ia menyebut Surat Keputusan (SK) itu bisa saja diperpanjang dengan persetujuan dari Menteri ATR. Bila BP Batam tidak kembali mengajukan perpanjangan, maka izin HPL tersebut gugur. Maka, area tersebut tidak bisa digunakan untuk pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN), Rempang Eco City. 

"Artinya, sertifikat HPL tidak akan pernah terbit," katanya lagi. 

Johanes juga menemukan bahwa dasar hukum untuk proyek Rempang Eco City baru dirilis pada tahun 2023 yakni melalui Permenko Bidang Perekonomian nomor 7 tahun 2023. 

3. Ombudsman temukan belum ada dasar hukum bagi anggaran yang dialokasikan untuk ganti rugi

Masyarakat Sipil Sentil Bahlil yang Gusur Warga Rempang Tanpa AMDALWarga di Kampung Tua, Pulau Rempang yang menolak konsultasi AMDAL dan digeser. (Tangkapan layar YLBHI)

Hal lain yang ditemukan oleh Ombudsman yaitu belum ada dasar hukum bagi anggaran yang bakal dialokasikan sebagai dana ganti rugi. Informasi itu, kata Johanes disampaikan sendiri oleh BP Batam. 

"Berdasarkan keterangan dari BP Batam, terkait pemberian kompensasi berupa rumah pengganti, uang tunggu hingga hunian sementara, tidak serta merta uangnya ada. Meski harus ada dasar hukumnya juga. Ini yang kami dengar terakhir dengan perjumpaan dengan BP Batam," kata Johanes. 

BP Batam, tutur dia, sudah melakukan rapat terbatas dengan Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk mencarikan dasar hukum. Salah satu alternatif dasar hukum yang digunakan yakni Peraturan Presiden. 

Sebelumnya, Menteri Bahlil menjanjikan bagi warga yang bersedia digeser, maka akan mendapatkan hak tanah seluas 500 meter persegi dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM). Lalu, masing-masing kepala keluarga (KK) akan mendapatkan rumah tipe 45.

"Apabila ada rumah (yang dihuni sebelumnya) lebih dari tipe 45 atau harganya lebih dari Rp120 juta, maka akan dinilai oleh KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik). Nilainya berapa, itu yang akan diberikan," ujar Bahlil di Istana Kepresidenan, Senin kemarin. 

Kompensasi lainnya yaitu pemerintah memberikan uang tunggu dan uang kontrak rumah selama tempat tinggal baru sedang dibangun. 

"Uang tunggu nominalnya Rp1,2 juta per orang dan uang kontrak Rp1,2 juta per KK. Jadi kalau per KK ada empat orang, maka dia mendapatkan uang tunggu Rp4,8 juta dan uang kontrak rumah Rp1,2 juta. Jadi, total yang diterima uang Rp6 juta," tuturnya. 

Bahlil menambahkan bila ada warga yang memiliki tanaman atau keramba, maka juga bakal dihitung dan diberikan ganti rugi. Ia juga menyebut area baru untuk warga yang digusur yakni Tanjung Banon, yang bakal dijadikan kampung percontohan. 

"Jadi, infrastruktur seperti jalan akan kami tata betul, lalu layanan kesehatan seperti puskesmas, sekolah, air bersih, kami akan buat sebaik-baiknya. Termasuk, kami juga akan buat pelabuhan perikanan," katanya. 

https://www.youtube.com/embed/8oi6evP9PU0

Baca Juga: Komnas Temukan 6 Indikasi Pelanggaran HAM di Rempang, Apa Saja?

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya