Menkeu Soal Kenaikan Iuran BPJS: Kalau Gak Kuat Turun Saja ke Kelas 3

Pemerintah tetap beri subsidi untuk iuran bagi warga miskin

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan Sri Mulyani buka suara mengenai keluhan masyarakat usai pemerintah memutuskan menaikan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu termaktub di dalam Perpres nomor 64 tahun 2020. 

Perempuan yang akrab disapa Ani itu menegaskan kendati ada kenaikan iuran BPJS Kesehatan di masa pandemik COVID-19, pemerintah tetap melindungi kaum rentan yakni warga miskin yang masuk ke dalam peserta kelas III. Di dalam Perpres tersebut, ada perubahan yang cukup signifikan yaitu iuran untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) turut dibantu oleh pemerintah pembayarannya. 

"Perbedaan selisih dari yang harusnya dibayarkan Rp42 ribu, tetapi sekarang Rp25.500, itu dibayarkan pemerintah. Itu tetap sama seperti yang ada di dalam Perpres, artinya yang PBPU kelas III tetap sama," kata Ani ketika berbicara di program Rosi yang tayang di stasiun Kompas TV pada (14/5) lalu. 

Tahun depan subsidi bagi PBPU dan BP ini akan diturunkan sedikit. Sebab, menurut Ani, pembayaran iuran BPJS diibaratkan dengan semangat gotong royong. Di mana kaum yang mampu memberikan subsidi kepada yang miskin untuk memperoleh pelayanan kesehatan. 

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun mengatakan bila ada keberatan dari peserta kelas I dan II dengan kenaikan iuran tersebut, maka ia mempersilakan mereka untuk turun ke kelas III. 

"Ya, kalau memang gak kuat turun aja ke kelas III (di mana iurannya) Rp25.500, gitu kan?" tanya Ani lagi. 

Lalu, apa tanggapannya soal mengapa kenaikan iuran bagi peserta kelas I dan II harus dilakukan saat wabah COVID-19 melanda?

1. Pemerintah harus menaikan iuran supaya BPJS Kesehatan bisa bertahan

Menkeu Soal Kenaikan Iuran BPJS: Kalau Gak Kuat Turun Saja ke Kelas 3Kebijakan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan (IDN Times/Rahmat Arief)

Dalam program itu, Ani juga menjelaskan pemerintah harus tetap menaikan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta kelas I dan II agar perusahaan pelat merah itu tetap bisa bertahan. Sebab, saat ini mereka masih menunggak pembayaran ke rumah sakit. 

"Karena kalau dia (BPJS Kesehatan) gak bayar rumah sakit seperti selama ini, lama kelamaan gak akan ada services kepada masyarakat juga," kata dia. 

Ia turut menjelaskan bagi kelompok peserta yang dibatalkan pembayarannya oleh Mahkamah Agung, maka mereka akan diberi subsidi untuk transaksi iuran di tahun 2020. Sementara, bagi peserta kelas I dan II akan mulai membayar iuran BPJS dengan tarif baru pada Juli mendatang. Untuk peserta kelas III akan mulai membayar iuran BPJS dengan tarif yang naik pada 2021. 

Baca Juga: KPK: Menaikan Iuran Bukan Solusi Tutupi Defisit Keuangan BPJS 

2. BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan Rp27,4 triliun

Menkeu Soal Kenaikan Iuran BPJS: Kalau Gak Kuat Turun Saja ke Kelas 3Ilustrasi BPJS Kesehatan (IDN Times/Rahmat Arief)

Sementara, menurut staf khusus Menkeu, Prastowo Yustinus memberikan penjelasan melalui akun media sosialnya. Menurut Prastowo, yang selama ini menjadi penyumbang defisit terbesar keuangan BPJS Kesehatan adalah kelompok peserta bukan penerima upah atau PBPU/BU jumlahnya sekitar 35 juta orang.

Dengan jumlah segmentasi terbesar di kelas III sebanyak 21,6 juta, maka, kata dia, total iuran yang berhasil dikumpulkan dari PBPU mencapai Rp12,4 triliun. Tetapi, pada kenyataannya klaimnya jauh melebihi total iuran yakni mencapai Rp39,8 triliun. 

"Alias defisit Rp27,4 triliun," kata Yustinus melalui akun Twitternya pada (15/5) kemarin. 

Prastowo juga menjelaskan pemerintah tetap berpihak ke rakyat karena selama pandemik, negara memberikan kelonggaran bagi yang menunggak pembayaran BPJS Kesehatan. Bila sebelumnya syarat peserta bisa aktif kembali yakni dengan membayar tunggakan selama dua tahun, maka dalam masa pandemi, warga tinggal membayar tunggakan selama enam bulan. 

"Pelunasannya pun boleh sampai tahun 2021," kata dia lagi. 

3. KPK menilai menaikan iuran tidak akan menutupi defisit keuangan BPJS Kesehatan

Menkeu Soal Kenaikan Iuran BPJS: Kalau Gak Kuat Turun Saja ke Kelas 3Ilustrasi. Kantor BPJS Kesehatan di Palembang. IDN Times/Feny Maulia Agustin

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai menaikan iuran BPJS Kesehatan bukan solusi untuk menjawab defisit keuangan yang dialami oleh perusahaan pelat merah itu. Justru menurut pimpinan KPK, Nurul Ghufron, akar permasalahan dari defisitnya keuangan BPJS karena adanya tata kelola yang cenderung tidak efisien dan tak tepat. 

"Sehingga, kami berpendapat solusi menaikan iuran BPJS sebelum ada perbaikan seperti yang pernah kami rekomendasikan tidak menjawab permasalahan mendasar dalam pengelolaan dana jaminan sosial kesehatan," ungkap Nurul melalui keterangan tertulis pada Jumat (15/5). 

Selain itu, komisi antirasuah juga menemukan adanya praktik penyimpangan (fraud) dalam proses klaim. Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan menyebut Kementerian Kesehatan sempat mengoreksi klaim kelas di 892 rumah sakit karena diduga curang. 

"Misalnya rumah sakitnya kelas C, tapi ternyata klaimnya malah kelas B," kata Pahala melalui pesan pendek kepada IDN Times pada Kamis (15/5). 

Pahala pun menyebut sudah pernah menyerahkan kajian dari komisi antirasuah kepada Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di awal ia dilantik. 

Baca Juga: Catat! Begini Rincian Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Mulai Juli 2020 

Topik:

Berita Terkini Lainnya