Menko Mahfud: Gilanya di Indonesia, Noleh ke Mana Saja Ada Korupsi!

Bila celah korupsi di sektor tambang ditutup maka RI untung

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengatakan, praktik korupsi di Indonesia sudah merajalela ke semua sektor.

Ia bahkan mengistilahkan jika menoleh ke mana pun, praktik korupsi bisa ditemukan. 

"Noleh ke hutan, ada korupsi di (sektor) perhutanan. Noleh ke udara, oh ada pesawat udara ternyata korupsi di Garuda Indonesia, ada asuransi wah ada (korupsi) di asuransi, koperasi juga korupsi. Semua ada korupsinya sekarang. Makanya dibutuhkan reformasi," ungkap Mahfud ketika berbicara di Hotel Grand Sahid Jakarta, Selasa (21/3/2023). 

Lebih lanjut, ia mengutip pernyataan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad. Ia menyebut, pada 2013 lalu, Samad pernah menyampaikan seandainya praktik korupsi di sektor tambang bisa ditutup, maka negara bisa memberikan uang secara cuma-cuma kepada setiap orang. 

"Nominalnya setiap kepala orang di Indonesia akan mendapatkan uang Rp20 juta, tanpa kerja apapun. Rp20 juta setiap bulan gratis dari negara," kata dia. 

Angka tersebut, kata Mahfud, diperoleh Samad dari ahli yang didatangkan dari Amerika Serikat. Hasilnya, keluar nominal Rp20 juta tersebut bila celah korupsi di sektor pertambangan berhasil ditutup. 

Ia pun menilai korupsi di sektor pertambangan saat itu sudah sangat besar. Apalagi nominalnya saat ini. 

"Tapi, itu baru (dari sektor) pertambangan, belum kehutanan, perikanan, pertanian, apalagi? Gilanya korupsi di negara kita ini," tutur dia. 

Lalu, bagaimana cara untuk menutup celah praktik korupsi di sektor pertambangan?

Baca Juga: Perppu Ciptaker Disahkan Jadi UU, Mahfud: Yang Nolak Biar Saja

1. Abraham Samad sebut penanganan celah korupsi di sektor tambang tak bisa hanya ditangani KPK-Polri

Menko Mahfud: Gilanya di Indonesia, Noleh ke Mana Saja Ada Korupsi!Ketua KPK 2011-2015 Abraham Samad datangi Gedung KPK bersama 57 Pegawai Nonaktif KPK pada Rabu (30/9/2021). (IDN Times/Aryodamar)

Sementara, dalam diskusi virtual yang digelar pada akhir November 2022 lalu, Abraham Samad sudah menyebut untuk menutup celah praktik korupsi di sektor tambang, tak bisa hanya diserahkan ke KPK dan kepolisian.

"Susah kita berantas mafia kalau kita hanya serahkan ke KPK dan Polri," ungkap Ketua KPK periode 2011-2015 lalu itu. 

Ia menegaskan, pemberantasan mafia tambang minerba diperlukan upaya holistik, yakni memperbaiki secara menyeluruh sistem tata kelola sektor pertambangan.

Abraham menyarankan agar dibentuk tim khusus untuk bekerja memperbaiki tata kelola pertambangan yang melibatkan KPK, TNI, Polri, kejaksaan hingga masyarakat sipil.

"Waktu saya di KPK, saya melakukan program perbaikan tata kelola pertambangan. Yang saya lakukan saat itu mengajak TNI dan polisi hingga kejaksaan untuk duduk bersama dalam satu tim," tutur dia. 

Ia pun mengajak para pemangku kepentingan tidak hanya fokus kepada kasus Ismail Bolong dan Satgasus Merah Putih yang pernah dipimpin oleh Ferdy Sambo. Sebab, bila itu yang dijadikan fokus, maka persoalan sektor pertambangan tidak akan pernah selesai. 

"Kalau kita bicara mikro saja, misalnya masalah Ismail Bolong dan satgasus, itu kan kita bicara dalam perspektif yang sangat sempit. Karena, kita harus memerangi mata rantai pertambangan yang lebih luas," katanya.

Abraham menekankan, pelibatan aparat penegak hukum seperti Polri dan TNI dalam memberantas mafia tambang sangat dibutuhkan. Alasannya, kata dia, ketika nanti ditemukan oknum aparat yang terlibat dalam kasus tambang ilegal akan lebih mudah proses penegakan hukumnya.

Baca Juga: Berantas Mafia Tambang, Mahfud Bakal Gandeng KPK

2. Abraham Samad sebut bila korupsi sektor tambang ditutup, gaji ASN-TNI-Polri bisa naik

Menko Mahfud: Gilanya di Indonesia, Noleh ke Mana Saja Ada Korupsi!IDN Times/Santi Dewi

Menurut Samad, pernyataannya sudah beberapa kali dikutip ulang oleh Menko Mahfud. Ia mengatakan, praktik mafia tambang mengurasi sumber daya alam Indonesia secara membabi buta dan sudah terjadi sejak lama.

Hal itu mengakibatkan ketimpangan ekonomi dan pemiskinan struktural, pencemaran lingkungan yang masif akibat tata kelola pertambangan yang hanya menguntungkan segelintir orang. 

"Padahal, sesuai dengan amanat di Pasal 33 UUD 1945, tertulis bumi, air, dan seterusnya dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tapi yang dimakmurkan bukan rakyat, melainkan para oligarki tambang," cuit Samad di akun Twitternya, pada November 2022 lalu. 

Samad mengatakan, sejak masih bertugas di KPK, ia sudah prihatin dengan temuan Koordinasi, Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK.

"Di sana ditemukan banyak sekali permasalahan yang harus segera diperbaiki. Karena di sektor ini banyak potensi pendapatan negara yang hilang seperti pajak dan pendapatan dari tambang minerba itu sendiri," kata dia. 

Menurut Samad, bila pemerintah berhasil memperbaiki tata kelola pertambangan, maka dapat menutup ruang terjadinya penipuan dan korupsi.

"Pemasukan negara akan meningkat luar biasa, utang negara bisa dibayar. Gaji ASN, TNI, dan Polri bisa naik. Kualitas pendidikan dan kesehatan bisa meningkat sehingga rakyat sejahtera," tuturnya. 

Baca Juga: Mahfud MD Minta Masjid-Sekolah Tak Dijadikan Panggung Politik Praktis

3. Sektor ekstraktif jadi 'ATM' bagi politisi untuk mendapatkan modal secara cepat

Menko Mahfud: Gilanya di Indonesia, Noleh ke Mana Saja Ada Korupsi!Ilustrasi Tambang Batu Bara (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, organisasi Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan sejumlah LSM pernah merilis masalah pertambangan di Indonesia dalam rangka memperingati Hari Anti Tambang 2015.

Di sana, tertulis dari 10.857 izin pertambangan di Indonesia, sebanyak 4.868 izin dinyatakan bermasalah. Bahkan, sebagian besar di antaranya tidak menyetorkan pajak dan royaltinya. 

"KPK juga pernah menyampaikan potensi kerugian negara dari sektor minerba mencapai Rp6,77 triliun," sebut Jatam, dalam dokumen yang dikutip pada November 2022 lalu. 

Menurut data yang pernah disusun KPK, korupsi terbesar berasal dari sektor industri migas. Dari total Rp15 triliun, pendapatan dari sektor migas, seharusnya 50 persen masuk kas negara melalui pajak dan royalti. 

"Namun, akhirnya justru lebih banyak masuk ke kantong pribadi pejabat daerah. Parahnya lagi, dengan ongkos politik yang begitu mahal, juga semakin mempercepat pengerukan SDA, khususnya pertambangan," sebut Jatam. 

Menurut Jatam, sudah menjadi rahasia umum sektor ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan menjadi 'ATM' bagi politisi untuk mendapatkan modal politik secara cepat demi kepentingan pemilu atau pilkada. 

"Perwujudan demokrasi di Indonesia dalam bentuk pilkada, pileg, dan pilpres merupakan momentum membangun komitmen kepada investor, khususnya tambang dan energi. Dengan visi yang hanya melanggengkan kekuasaan, maka kemenangan dengan segala cara harus digunakan, termasuk penggunaan uang untuk mendapatkan keuntungan," tulis Jatam. 

Baca Juga: Mahfud: Ada Pensiunan Jenderal Jadi Beking Mafia

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya