Novel Baswedan: Kami Minta Dibentuk TPGF, Bukan Tim Buatan Polri

Novel meragukan efektivitas tim yang diisi mayoritas polisi

Jakarta, IDN Times - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan memberikan syarat khusus apabila tim gabungan bentukan Polri ingin meminta keterangan dari dia. Syarat yang ia tentukan yakni Polri juga harus bersedia mengungkap kasus teror yang pernah menimpa pegawai KPK lainnya. 

Data dari Wadah Pegawai, serikat pekerja yang menaungi pekerja di lembaga antirasuah, menunjukkan ada sekitar 9 teror yang sebelumnya pernah terjadi. Semua teror itu sudah dilaporkan ke polisi, namun hingga kini belum ada satu pelaku pun yang tertangkap. 

"Saya memiliki syarat-syarat sebelum dimintai keterangan oleh tim bentukan Polri. Saya ingin tim ini berkomitmen untuk membuka semua serangan yang menimpa pegawai KPK sebelumnya," ujar Novel usai menemui koalisi masyarakat sipil yang datang ke gedung KPK pada Selasa (15/1). 

Sebelumnya, mantan Kasatreskrim di Polres Bengkulu itu menyebut ia tidak ingin publik hanya fokus kepada teror yang menimpanya. Sebab, selain Novel, ada beberapa kejadian serupa yang menimpa pegawai KPK lainnya. 

Lalu, apa tanggapan Novel soal tim bentukan Polri itu?

1. Novel meragukan efektivitas tim bentukan Polri

Novel Baswedan: Kami Minta Dibentuk TPGF, Bukan Tim Buatan Polri(Penyidik Novel Baswedan) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Sejak awal Novel sudah meragukan efektivitas tim yang dibentuk oleh Polri. Tim itu terdiri dari 65 personel, di mana 53 di antaranya merupakan personel polisi. Tujuh orang merupakan warga sipil dan lima orang adalah pegawai KPK. 

"Yang kami untuk dibentuk adalah TGPF (tim gabungan pencari fakta) dan bukan tim penyelidik, penyidik dari Polri. Bedanya apa dengan tim sebelumnya yang sudah pernah dibentuk Polda Metro Jaya?," tanya Novel kepada media pada Selasa (15/1). 

Apalagi ada beberapa personel polisi yang sebelumnya ikut di dalam tim bentukan Polda Metro Jaya, kemudian dimasukan ke dalam tim gabungan Polri. Salah satunya adalah  Brigjen (Pol) Nico Afinta yang dulu merupakan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Sehingga, hal tersebut membuat Novel semakin tidak yakin kasusnya bisa diungkap. 

Selain itu, Novel juga merasakan beban untuk membuktikan pelakunya justru ada di pundaknya. Hal itu gara-gara, Polri seolah menggantungkan keterangan dari dia untuk mengungkap baik pelaku lapangan atau aktor intelektual teror terhadap dirinya. 

"Jangan lah beretorika. Sejak kapan ada investigasi penyidikan penyerangan, tetapi beban pembuktiannya justru dibebankan ke korban," kata dia lagi. 

Baca Juga: Moeldoko: Kasus Novel Baswedan Bukan Pelanggaran HAM Berat

2. Novel menyayangkan teror yang menimpa pegawai KPK malah dianggap sepele oleh pejabat di lingkaran Istana

Novel Baswedan: Kami Minta Dibentuk TPGF, Bukan Tim Buatan Polri(Penyidik senior Novel Baswedan) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Novel bolak-balik selalu menegaskan teror yang menimpa pegawai KPK merupakan teror terhadap institusi pemberantasan korupsi tersebut. Maka, tak heran apabila ia menyayangkan ada pejabat yang berada di lingkaran dalam Istana yang justru menyepelekan teror yang menimpa pegawai KPK. 

"Seolah-olah ini dianggap sebagai suatu kasus yang biasa. Ini sangat menyedihkan, padahal kali ini teror menimpa dua pimpinan KPK," kata penyidik senior itu. 

Hal tersebut, kata Novel, menandakan pejabat di negara ini tidak memahami orang yang berjuang untuk memberantas korupsi juga pejuang Hak Asasi Manusia (HAM). Seharusnya, serangan yang diterima oleh orang-orang itu dilihat sebagai sesuatu yang serius. 

Novel merujuk kepada pernyataan yang pernah disampaikan oleh Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko dan Menkopolhukam Wiranto. Moeldoko menganggap kasus teror yang menimpa Novel bukan termasuk pelanggaran HAM berat. Sedangkan, Wiranto meminta publik tidak perlu meributkan teror yang menimpa dua pimpinan KPK, sebab pelakunya sudah pasti akan diungkap oleh personel kepolisian. 

3. Novel mengingatkan agar tim bentukan Polri bukan formalitas untuk memenuhi rekomendasi Komnas HAM

Novel Baswedan: Kami Minta Dibentuk TPGF, Bukan Tim Buatan Polri(Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga) ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Novel pun mengingatkana agar tim bentukan Polri tersebut tidak semata-mata untuk memenuhi rekomendasi dari Komnas HAM belaka. Namun, tim tersebut harus benar-benar mengungkap siapa pelaku yang menyebabkan Novel hampir kehilangan indera penglihatannya dengan air keras. 

Pikiran itu muncul sebab, tim baru dibentuk menjelang pemilu presiden 2019. Bahkan, salah satu kuasa hukum Novel, Al Ghifari Aqsa dengan lantang menyebut tim gabungan bentukan Polri hanya formalitas jelang debat capres pada 17 Januari. 

Namun, Novel tidak ingin menanggapi terlalu jauh mengenai persepsi tersebut. 

"Semua orang bisa saja mengambil perspektif dari sana. Tapi, saya tidak ingin lari ke sana. Karena saya tidak ingin mencampuradukan investigasi ini dengan politik," kata Novel. 

4. Ada beberapa barang bukti yang penting justru hilang di tangan Polda Metro Jaya

Novel Baswedan: Kami Minta Dibentuk TPGF, Bukan Tim Buatan Polri(Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Sejak awal, Novel sudah memiliki firasat kasus teror air keras yang menimpanya pada 11 April 2017 tidak akan pernah diungkap. Selain itu, ada beberapa barang bukti yang justru hilang atau diduga sengaja dihilangkan ketika berada di tangan Polda Metro Jaya. 

Beberapa barang bukti berharga itu antara lain sidik jari di gelas yang digunakan untuk menampung air keras, rekaman CCTV yang seharusnya didapat justru tidak berhasil diperoleh dan ponsel milik terduga pelaku yang seharusnya diamankan, malah tidak dilakukan oleh polisi. 

"Itu beberapa bukti yang dijelaskan di laporan Komnas HAM," kata Novel. 

Menurutnya, tim bentukan Polri itu memiliki dua peluang yakni mereka akan bekerja secara sungguh-sungguh atau malah menghapus jejak yang ada di kasus tersebut sehingga semakin sulit diungkap. 

"Maka, sangat wajar menurut saya, apabila saya turut meminta agar Polri ikut membongkar teror yang dialami oleh pegawai KPK lainnya," tutur dia. 

5. Sudah sembilan kali KPK diteror orang misterius

Novel Baswedan: Kami Minta Dibentuk TPGF, Bukan Tim Buatan PolriANTARA FOTO/Reno Esnir

Dalam catatan Wadah Pegwai KPK, teror terhadap pimpinan menjadi serangan yang ke-9 selama lembaga antirasuah itu berdiri. Menurut Ketua WP, Yudi Purnomo, yang pernah mendapat teror bukan hanya pimpinan, tetapi juga penyidik. 

Kasus penyidik senior Novel Baswedan yang disiram air keras pun hingga tahun 2019 belum terungkap. Berikut data soal serangan teror yang menimpa pegawai dan pimpinan KPK: 

  • Penyerbuan dan teror terhadap fasilitas KPK
  • Ancaman bom ke gedung KPK
  • Teror bom ke penyidik KPK
  • Penyiraman air keras ke rumah dan kendaraan milik penyidik dan pegawai KPK (terjadi pada tahun 2017 dan 2015)
  • Ancaman pembunuhan terhadap pejabat dan pegawai KPK
  • Perampasan perlengkapan penyidik KPK (tahun 2017)
  • Penculikan terhadap pegawai KPK yang sedang bertugas
  • Percobaan pembunuhan terhadap penyidik KPK
  • Teror bom terhadap Ketua KPK, Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif

Baca Juga: Mampukah Tim Gabungan Polri Ungkap Pelaku Teror ke Novel?

Topik:

Berita Terkini Lainnya