Tersisa 7 Bulan di KPK, Pimpinan Jilid IV Masih Nunggak 18 Kasus Besar
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Periode kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid keempat tersisa sekitar tujuh bulan lagi. Pada Desember 2019 lima pimpinan yang terpilih sejak tahun 2015 lalu akan diganti dengan orang lain.
Sayangnya, selama hampir lima tahun memimpin, kelima komisioner jilid keempat ini diprediksi meninggalkan tumpukan kasus. Dalam catatan organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 18 kasus besar yang belum diselesaikan oleh pimpinan KPK. Salah satu yang disorot oleh ICW yakni kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah merugikan keuangan negara Rp4,58 triliun.
Menurut peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, ada masa kedaluwarsa dari sebuah kasus korupsi yang ancamannya pidana mati atau seumur hidup.
"Mengacu pada pasal 78 ayat (1) angka 4 KUHP yang menyebutkan bahwa mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, maka masa daluwarsanya adalah 18 tahun," ujar Kurnia ketika memberikan keterangan pers di kantor ICW di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan pada Minggu (12/5).
Dalam kasus BLBI, maka masa kedaluwarsa kasus itu akan terjadi pada tahun 2022. Sebab, kasus yang baru menetapkan satu orang tersangka itu disidik sejak tahun 2004 lalu.
Kalian penasaran apalagi kasus besar lainnya yang menjadi tunggakan pimpinan KPK? Bagaimana KPK memproses kasus-kasus besar ini di waktu yang sudah mepet?
1. Daftar 18 kasus korupsi besar yang masih jadi utang KPK
Dalam pemaparan ICW, berikut 18 kasus korupsi besar yang masih menjadi utang lembaga antirasuah:
- Suap perusahaan kimia asal Inggris, Innospec ke pejabat Pertamina
- Bailout Bank Century
- Proyek pembangunan di Hambalang
- Proyek Wisma Atlet Kemenpora di Sumsel
- Suap dengan cek pelawat dalam proses pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia
- Proyek SKRT Kementerian Kehutanan
- Hibah kereta api dari Jepang di Kementerian Perhubungan
- Proyek pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan
- Pengadaan simulator SIM di Dirlantas Polri
- Pembangunan proyek PLTU Tarahan (pada tahun 2004)
- "Rekening gendut" oknum Jenderal Polri
- Kasus suap Bakamla
- Suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
- Suap Rolls Royce PT Garuda Indonesia Airways
- Korupsi BLBI
- Korupsi Bank Century
- Korupsi Pelindo II
- Korupsi KTP Elektronik
Selain kasus BLBI, yang juga menjadi sorotan ICW yakni mega korupsi KTP Elektronik. Sebelumnya, jaksa KPK di dalam surat dakwaannya menyebut puluhan politisi diduga ikut menerima aliran duit haram itu.
"Di situ ada nama Gamawan Fauzi (mantan Mendagri), Yasonna Laoly, Marzuki Alie (mantan Ketua DPR). Tentu sudah menjadi kewajiban bagi penegak hukum untuk membuktikan setiap dakwaan di dalam persidangan," kata Kurnia lagi.
Baca Juga: Breaking: Setya Novanto Dijatuhi Vonis Penjara 15 Tahun
2. KPK mengatakan justru di era pimpinan jilid IV kasus BLBI mengalami kemajuan
Sementara, juru bicara KPK, Febri Diansyah mengucapkan terima kasih atas kajian dan kritik yang telah disampaikan oleh organisasi ICW bersama Transparency International Indonesia (TII) pada Minggu (12/5) kemarin. Febri menyebut kajian dan kritik semacam itu sangat membantu KPK untuk mengidentifikasi lebih jelas bagian mana saja yang perlu diperkuat dan belum dikerjakan secara maksimal.
Terkait soal tunggakan kasus besar, Febri menjelaskan justru di era kepemimpinan jilid keempat kasus BLBI akhirnya mengalami kemajuan yang cukup signifikan.
Editor’s picks
"BLBI pertama kali ditingkatkan ke penyidikan pada bulan Maret 2017 lalu," kata Febri melalui keterangan tertulis pada Senin (13/5).
Sejauh ini, tersangka yang ditetapkan baru satu orang yakni mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung. Dalam sidang yang digelar pada 24 September 2018 lalu, Syafruddin dinyatakan terbukti bersalah dan divonis penjara 14 tahun.
Namun, ia menolak vonis tersebut dan hingga kini mengajukan keberatan ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Febri menggaris bawahi KPK tidak akan berhenti memproses Syafruddin saja.
"KPK tidak berhenti pada satu orang saja. Saat ini proses pengembangan perkara juga sedang berjalan di KPK," kata dia lagi.
Kasus serupa yakni KTP Elektronik juga masih diusut terus pelaku lainnya.
3. ICW menyebut di putusan persidangan Arsyad berbuat korupsi dalam kasus BLBI tidak sendirian
ICW justru mengaku heran mengapa KPK begitu lambat dalam memproses kelanjutan BLBI. Sebab, di putusan sidang yang dibacakan oleh majelis hakim tahun 2018 lalu tertera jelas Syafruddin Arsyad Temenggung tidak berbuat korupsi seorang diri.
"Ada Sjamsul Nursalim, Itjih Nursalim, dan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti," kata Kurnia kemarin.
Sjamsul dan Itjih merupakan suami istri pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang mendapat BLBI senilai Rp 52,72 triliun. Namun, keduanya baru mengembalikan Rp 19,38 triliun. Setelah itu, keduanya bertolak ke Singapura dan tidak pernah kembali sejak saat itu.
Kuasa hukum Sjamsul, Maqdir Ismail menyebut kliennya berobat di Negeri Singa karena ada beberapa penyakit. Namun, tidak diketahui mengapa Sjamsul tidak bersedia kembali ke Indonesia. Bahkan, ketika KPK memanggil keduanya sebagai saksi, baik Sjamsul dan Itjih tidak menampakan batang hidungnya di gedung lembaga antirasuah.
4. Pimpinan KPK sempat menjanjikan kasus korupsi Garuda akan rampung di akhir Maret 2019
Sementara, untuk kasus korupsi Garuda Indonesia yang menjerat mantan Direktur Utama, Emirsyah Satar sempat dijanjikan akan rampung pada akhir Maret lalu. Namun, pada kenyataannya hingga kini belum ada pergerakan signifikan.
"Bulan ini atau awal Maret paling lama," kata Syarief menjawab pertanyaan IDN Times melalui pesan pendek pada Senin (11/2) lalu.
Padahal, pernyataan itu sudah kembali meleset dari yang ia sampaikan ketika tengah rapat bersama anggota Komisi III DPR pada (28/1) lalu. Di sana, Syarief mengatakan kasus korupsi Garuda akan rampung di akhir bulan Januari atau di awal bulan Februari. Ketika itu, Syarif berdalih kasusnya kembali molor karena dokumen yang diperoleh lembaga antirasuah dari Perancis dan Inggris baru tiba di Jakarta tahun ini.
Baca Juga: KPK: Kasus Korupsi Garuda akan Rampung Paling Lambat Awal Maret 2019