Pimpinan KPK Jilid IV akan Wariskan Kasus Rasuah untuk Komisioner Baru

Masih ada 18 kasus korupsi besar yang belum rampung

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif memastikan periode kepemimpinan lembaga antirasuah jilid IV akan mewariskan kasus-kasus rasuah besar untuk pemimpin di periode selanjutnya. Dari 18 kasus rasuah besar, Syarif memprediksi hanya bisa menyelesaikan sekitar dua kasus saja. 

Hal itu disampaikan oleh Syarif ketika dimintai komentarnya mengenai kritik dari organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW) terhadap kepemimpinan KPK periode 2015-2019. Salah satu yang menjadi sorotan mereka yakni masih banyaknya kasus rasuah besar yang belum rampung. 

"Ya, (sepertinya demikian), karena kan kasus itu ada banyak. Untuk e-KTP saja belum selesai semua (menjerat tersangkanya). Jadi, memang mungkin ada yang harus diwariskan," kata pria yang pernah menjadi aktivis lingkungan itu ketika berbicara di gedung ACLC KPK pada Rabu (15/5). 

Menurut Syarif tidak bisa sepenuhnya kepemimpinan periode mereka disalahkan karena tak mampu merampungkan kasus rasuah besar itu. Sebab, sebagian besar dari 18 kasus itu merupakan kasus-kasus lungsuran dari kepemimpinan sebelumnya. 

"Jadi, gak pas juga kalau semuanya disalahkan ke kami," tutur dia lagi. 

Lalu, kasus rasuah besar apa yang diprediksi bisa dirampungkan di sisa 7 bulan kepemimpinan Syarif cs? 

1. Wakil Ketua KPK mengklaim kasus korupsi pembelian mesin untuk Garuda Indonesia telah rampung

Pimpinan KPK Jilid IV akan Wariskan Kasus Rasuah untuk Komisioner BaruANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Salah satu kasus rasuah besar yang telah rampung prosesnya adalah korupsi pembelian mesin untuk maskapai Garuda Indonesia. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka yaitu mantan Dirut Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dan pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA), Soetikno Soedarjo. 

"Kalau di (kasus) Garuda sudah tinggal pelimpahan saja. Itu saya anggap kasus Garuda sudah selesai," kata Syarif pada hari ini. 

Soal mengapa kedua tersangka belum ditahan, lantaran masa penahanan ada batasnya. Sementara, di sisi lain ada kemungkinan ketika masa penahanan telah berakhir, berkas dokumennya belum siap. 

Faktor lainnya yang menjadi penghambat, kata Syarif, yakni dokumen yang turut menjadi barang bukti harus diterjemahkan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. 

"Ini kan investigasi bersama antara KPK, SFO (Serious Fraud Office) dengan CPIB (Corruption Practices Investigation Bureau) Singapura. Sementara, semua dokumennya dalam Bahasa Inggris. Supaya semua jelas ya harus diterjemahkan (ke Bahasa Indonesia)," tutur dia lagi. 

Baca Juga: KPK: Kasus Korupsi Garuda akan Rampung Paling Lambat Awal Maret 2019

2. Kasus BLBI diklaim Wakil Ketua KPK memiliki titik terang

Pimpinan KPK Jilid IV akan Wariskan Kasus Rasuah untuk Komisioner BaruANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Sementara, menurut Syarif, kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) disebut sudah memiliki titik terang. Sayangnya, ia belum bersedia mengungkap apakah akan ada tersangka lainnya, selain Syafruddin Arsyad Temenggung. 

"Yang itu belum bisa saya sebut sekarang," kata dia. 

Syafruddin sendiri saat ini masih mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Sebelumnya, di tingkat pengadilan pertama, ia divonis 13 tahun dan denda Rp700 juta. Tak puas, ia kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Di tingkat ini, majelis hakim justru malah menambah masa hukum Syafruddin menjadi 15 tahun penjara dan dikenai denda Rp1 miliar. 

3. Daftar 18 kasus besar yang masih menjadi utang KPK

Pimpinan KPK Jilid IV akan Wariskan Kasus Rasuah untuk Komisioner BaruIlustrasi Gedung KPK (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Dalam pemaparan ICW, berikut 18 kasus korupsi besar yang masih menjadi utang lembaga antirasuah: 

  1. Suap perusahaan kimia asal Inggris, Innospec ke pejabat Pertamina
  2. Bailout Bank Century
  3. Proyek pembangunan di Hambalang
  4. Proyek Wisma Atlet Kemenpora di Sumsel
  5. Suap dengan cek pelawat dalam proses pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia
  6. Proyek SKRT Kementerian Kehutanan
  7. Hibah kereta api dari Jepang di Kementerian Perhubungan 
  8. Proyek pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan
  9. Pengadaan simulator SIM di Dirlantas Polri
  10. Pembangunan proyek PLTU Tarahan (pada tahun 2004)
  11. "Rekening gendut" oknum Jenderal Polri
  12. Kasus suap Bakamla
  13. Suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
  14. Suap Rolls Royce PT Garuda Indonesia Airways
  15. Korupsi BLBI
  16. Korupsi Bank Century
  17. Korupsi Pelindo II
  18. Korupsi KTP Elektronik

Salah satu kasus korupsi besar yang disoroti oleh ICW yakni soal rasuah BLBI. Praktik korupsi ini telah merugikan negara Rp4,58 triliun.

Menurut peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, ada masa kedaluwarsa dari sebuah kasus korupsi yang ancamannya pidana mati atau seumur hidup. 

"Mengacu pada pasal 78 ayat (1) angka 4 KUHP yang menyebutkan bahwa mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, maka masa daluwarsanya adalah 18 tahun," ujar Kurnia ketika memberikan keterangan pers di kantor ICW di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan pada Minggu (12/5). 

Dalam kasus BLBI, maka masa kedaluwarsa kasus itu akan terjadi pada tahun 2022. Sebab, kasus yang baru menetapkan satu orang tersangka itu disidik sejak tahun 2004 lalu. 

4. ICW menyebut di putusan persidangan Arsyad berbuat korupsi dalam kasus BLBI tidak sendirian

Pimpinan KPK Jilid IV akan Wariskan Kasus Rasuah untuk Komisioner Baru(Terdakwa kasus korupsi BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung) ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

ICW justru mengaku heran mengapa KPK begitu lambat dalam memproses kelanjutan BLBI. Sebab, di putusan sidang yang dibacakan oleh majelis hakim tahun 2018 lalu tertera jelas Syafruddin Arsyad Temenggung tidak berbuat korupsi seorang diri. 

"Ada Sjamsul Nursalim, Itjih Nursalim, dan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti," kata Kurnia kemarin. 

Sjamsul dan Itjih merupakan suami istri pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang mendapat BLBI senilai Rp 52,72 triliun. Namun, keduanya baru mengembalikan Rp 19,38 triliun. Setelah itu, keduanya bertolak ke Singapura dan tidak pernah kembali sejak saat itu. 

Kuasa hukum Sjamsul, Maqdir Ismail menyebut kliennya berobat di Negeri Singa karena ada beberapa penyakit. Namun, tidak diketahui mengapa Sjamsul tidak bersedia kembali ke Indonesia. Bahkan, ketika KPK memanggil keduanya sebagai saksi, baik Sjamsul dan Itjih tidak menampakan batang hidungnya di gedung lembaga antirasuah. 

Baca Juga: Tersisa 7 Bulan di KPK, Pimpinan Jilid IV Masih Nunggak 18 Kasus Besar

Topik:

Berita Terkini Lainnya