PKS-Demokrat Tolak RUU Kesehatan Disahkan di Rapat Paripurna DPR

RUU Kesehatan rencananya disahkan menjadi UU pada hari ini

Jakarta, IDN Times - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan bakal disahkan rencananya dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan yang digelar pada Selasa (20/6/2023). Sebelumnya, telah dilakukan pembahasan mini fraksi yang dilakukan oleh sembilan fraksi dan pemerintah di ruang rapat kerja komisi IX DPR pada Senin (19/6/2023). 

Berdasarkan rapat kerja pada Senin kemarin, diketahui ada dua fraksi yang menolak RUU Kesehatan yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sedangkan, dua partai lainnya yakni Nasional Demokrat (NasDem) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyetujui dengan catatan. 

Anggota komisi IX DPR dari fraksi Demokrat, Aliyah Mustika Ilham menilai pembahasan RUU Kesehatan tersebut terlalu terburu-buru. Pembentukan undang-undang, kata Aliyah, harus sesuai dengan asas pembentukan perundang-undangan yang baik seperti yang tertuang di dalam UU nomor 13 tahun 2022. Isi aturan itu yakni pembentukan peraturan perundang-undangan. 

"Fraksi Partai Demokrat menilai selama penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan kurang memberikan ruang dan waktu yang cukup panjang, sehingga terkesan sangat terburu-buru," ungkap Aliyah seperti dikutip dari YouTube Komisi IX DPR pada Selasa (20/6/2023). 

"Kami meyakini bila diberikan waktu yang lebih panjang lagi, maka RUU ini akan lebih holistik, berbobot dan berkualitas," tutur dia. 

Baca Juga: Kemenkes Bantah BPJS Kesehatan di Bawah Menkes dalam RUU Kesehatan

1. Partai Demokrat kritisi sikap pemerintah yang hapus mandatory spending di sektor kesehatan

PKS-Demokrat Tolak RUU Kesehatan Disahkan di Rapat Paripurna DPRAnggota DPR RI Komisi IX, Aliyah Mustika Ilham sat diwawancarai wartawan di Makassar, Selasa (26/7/2022). Dahrul Amri/IDN Times Sulsel

Di sisi lain, Demokrat juga mengkritisi sikap pemerintah yang malah menghapus mandatory spending di sektor kesehatan. Itu dikenal sebagai pengeluaran negara yang diatur di dalam undang-undang.

Padahal, kata Aliyah, pihaknya terus memperjuangkan agar anggaran kesehatan bisa ditetapkan lebih dari 5 persen dari APBN. Hal itu tertuang di dalam UU. 

"Fraksi Partai Demokrat dalam rapat panja telah mengusulkan dan memperjuangkan anggaran kesehatan atau mandatory spending di luar gaji dan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Namun, tidak disetujui dan pemerintah justru lebih memilih mandatory spending kesehatan dihapuskan," kata dia. 

Menurut Demokrat, sikap pemerintah itu mencerminkan komitmen politik yang minim untuk memberikan akses kesehatan merata kepada rakyat. Mandatory spending, kata Aliyah, tetap dibutuhkan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 

Baca Juga: Nakes Ancam Mogok Kerja 14 Juni Bila DPR Tetap Bahas RUU Kesehatan

2. Partai Demokrat menolak indikasi liberalisasi tenaga medis asing

PKS-Demokrat Tolak RUU Kesehatan Disahkan di Rapat Paripurna DPRIlustrasi rumah sakit (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)

Hal lain yang dikritisi oleh Partai Demokrat yakni indikasi adanya liberalisasi tenaga medis asing di Indonesia. "Meskipun Partai Demokrat tidak anti terhadap kemajuan dan keterbukaan TKA, namun perlu mempertimbangkan kesiapan dan konsekuensi seperti pembiayaan dan dampak yang dikhawatirkan oleh semua pihak," kata Aliyah. 

Partai Demokrat tidak menolak kehadiran dokter asing asal tetap diberlakukan prinsip resiprokal bahwa seluruh dokter Indonesia baik yang lulusan di dalam atau luar negeri, diberikan pengakuan yang layak. "Selain itu, mereka diberiakn kesempatan yang setara untuk mengembangkan kariernya di negeri sendiri," tutur dia. 

Sementara, para dokter asing yang ingin berpraktik di Indonesia harus patuh dan tunduk pada undang-undang yang berlaku. "Maka dengan ini Fraksi Demokrat menolak RUU Kesehatan dibahas menjadi UU," ujarnya.

3. PKS juga menilai pembahasan RUU Kesehatan terlalu cepat, khawatir bakal digugat ke MK

PKS-Demokrat Tolak RUU Kesehatan Disahkan di Rapat Paripurna DPRAnggota Komisi IX Netty Prasetiyani. (Dok/tangkapan layar YouTube DPR RI)

Sementara, anggota komisi IX DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Netty Prasetiyani menyampaikan pendapat senada dengan Partai Demokrat. Ia mengkritisi penyusunan RUU Kesehatan tidak melibatkan partisipasi semua pihak. Sehingga, Netty khawatir nasih RUU Kesehatan bakal sama seperti UU Cipta Kerja yang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) tak lama usai disahkan di parlemen. 

"Jangan sampai UU yang baru diundangkan sudah diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau tidak lama kemudian harus direvisi atau bahkan menimbulkan kontroversi dan polemik yang berlarut-larut seperti UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja," ungkap Netty di rapat kerja pada Senin kemarin. 

Di sisi lain, PKS turut menyentil pemerintah yang memilih untuk menghapuskan mandotry spending. Padahal, itu adalah poin paling penting dalam RUU Kesehatan sehingga masyarakat miskin tetap terjamin bisa mengakses pengobatan. 

"Tidak dimasukannya mandatory spending merupakan kemunduran bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Fraksi PKS berpendapat mandatory spending adalah hal paling penting dalam RUU Kesehatan ini karena semua hal yang dituliskan di dalam RUU sangat tergantung pada dana untuk pelaksanaannya," tutur dia. 

4. Meski ditolak dua fraksi, komisi IX DPR tetap setuju bawa RUU Kesehatan agar disahkan di rapat paripurna

PKS-Demokrat Tolak RUU Kesehatan Disahkan di Rapat Paripurna DPRAnggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Nihayatul Wafiroh (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Sementara, meski dua fraksi menolak pengesahan RUU Kesehatan, beleid itu tetap disetujui oleh 7 fraksi lain untuk dibawa ke rapat paripurna pada Selasa pagi. Draf RUU Kesehatan yang bakal disahkan itu terdiri dari 20 bab dan berisi 458 pasal. RUU tersebut akan menghapus 11 Undang-Undang eksisting yang mengatur tentang kesehatan di dalam negeri.

"Apakah naskah RUU Kesehatan ini disepakati untuk ditindaklanjuti pada pembicaraan tingkat dua dalam Rapat Paripurna?" tanya Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh yang dilanjutkan ketukan palu tanda setuju pada Senin kemarin. 

Nihayatul mengatakan pembahasan RUU Kesehatan akan dilakukan pada Rapat Paripurna yang dijadwalkan pada Selasa (20/6/2023). Namun, di dalam laman resmi DPR, Rapat Paripurna ke-27 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023 hanya akan membahas tiga hasil pemeriksaan oleh Badan Pengawas Keuangan.

Baca Juga: Tolak RUU Kesehatan, Dokter Eva: Apa Menkes yang Layani Pasien? Lawan!

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya