PKS Desak Pemerintah Batalkan Rencana Pungut Pajak dari Sembako

Jumlah keluarga miskin diperkirakan bertambah

Jakarta, IDN Times - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendesak pemerintah segera membatalkan rencana memungut pajak 12 persen dari produk sembilan bahan pokok atau sembako.

Menurut anggota Komisi IX dari Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher, pemerintah seharusnya lebih peka dengan kondisi masyarakat saat ini. Sebab, malah akan membebani masyarakat yang sedang sulit di tengah pandemik. 

"Berhentilah menguji kesabaran rakyat dengan membuat kebijakan yang tidak masuk akal," ungkap Netty dalam keterangan tertulis, Kamis (10/6/2021). 

Netty mengatakan pada saat pandemik COVID-19, banyak warga yang justru sedang mengalami kehidupan yang susah, karena penghasilan mereka menurun atau kehilangan pekerjaan.

"Daya beli masyarakat juga merosot. Ini jelas-jelas kebijakan yang tidak pro rakyat," kata dia. 

Lalu, apa alasan pemerintah ingin mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) senilai 12 persen kepada produk sembako?

1. Dari pada mengenakan pajak ke sembako, pemerintah agar efisiensi kelola anggaran

PKS Desak Pemerintah Batalkan Rencana Pungut Pajak dari SembakoIDN Times/Arief Rahmat

Netty menyayangkan, pemerintah tidak semestinya cari jalan mudah dengan mengenakan PPN 12 persen pada produk sembako. Seharusnya, pemerintah berpikir keras mencari alternatif pendapatan negara. 

"Apakah pemerintah sudah tidak tahu lagi cara mencari sumber pendapatan negara, kecuali dengan menarik pajak dari rakyat? Sembako pun harus dikenakan pajak dan dinaikan nominalnya. Dengan jumlah penduduk yang besar, menarik pajak dari rakyat memang menjadi cara mudah untuk mengumpulkan uang," kata dia. 

Karena itu, Netty mengusulkan, pemerintah mencari alternatif penambahan pendapatan lain. Cara lain yang dinilai cukup efektif yaitu dengan melakukan efisiensi mengelola anggaran, dan memastikan agar tidak terjadi korupsi serta kebocoran anggaran. 

"Jangan malah cari cara gampang dengan menarik pajak dari rakyat," tutur dia. 

Netty juga mengaku khawatir bila rencana pemungutan pajak sembako terealisasi, rakyat akan semakin tercekik. Jumlah keluarga miskin diprediksi akan bertambah dan berpengaruh pada standar kesehatan. 

"Kami khawatir banyak keluarga akan kesulitan memenuhi standar gizi untuk anak-anak, bahkan dapat mengancam naiknya stunting dan gizi buruk," ujarnya. 

Tanpa ada pandemik COVID-19 saja, kata Netty, angka stunting dan gizi buruk di Indonesia tergolong tinggi. Angka stunting di Tanah Air adalah yang keempat tertinggi di dunia.

Baca Juga: Ini 5 Dampak Sembako Kena PPN, Ngeri!

2. Pemerintah membutuhkan pemasukan baru di tengah situasi pandemik COVID-19

PKS Desak Pemerintah Batalkan Rencana Pungut Pajak dari SembakoIlustrasi penerimaan pajak. IDN Times/Arief Rahmat

Rencana pemerintah mengenakan pajak sembako sebesar 12 persen tertuang dalam draf rancangan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Rencana untuk mengenakan pajak bagi produk sembako diatur dalam Pasal 4A draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983. 

Dalam rancangan beleid itu, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN. Bila dihapuskan, maka barang tersebut akan dikenakan PPN 12 persen. 

Staf khusus Menteri Keuangan bidang komunikasi strategis Yustinus Prastowo tak membantah soal kemungkinan sembako yang bakal dikenakan pajak sebesar 12 persen. Tetapi, ia menegaskan, pemerintah tidak akan membabi buta dalam memungut pajak.

Di sisi lain, Prastowo juga tak menepis bila pada situasi pandemik seperti saat ini, pemerintah membutuhkan uang.

"Kembali ke awal, gak ada yang tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemik. Tapi, dapat dipastikan pemerintah tidak akan membabi buta. Justru, konyol bila pemulihan ekonomi yang hendak diperjuangkan mati-matian justru dibunuh sendiri. Mustahil," cuit Prastowo melalui akun Twitternya, @prastow, Rabu, 9 Juni 2021. 

Ia menjelaskan kebijakan ini akan menjadi rencana jangka panjang. Khususnya setelah terjadi pandemik. Prastowo tak membantah gara-gara pandemik pula penerimaan negara ikut terhambat. 

"Jadi, mumpung pandemik dan pajak diarahkan sebagai stimulus, kita pikirkan secara paralel desain dan konsolidasi kebijakan yang menjamin sustainabilitas di masa mendatang," tutur Prastowo. 

Dalam cuitan itu, Prastowo juga menjelaskan pemerintah tengah mengatur ulang strategi penerimaan PPN. Saat ini, pemerintah dinilai terlalu baik, lantaran banyak barang atau jasa yang justru dikecualikan agar tak dipungut pajak tanpa mempertimbangkan jenis, harga dan kelompok yang mengonsumsi produk itu. 

"Baik itu beras, minyak goreng, atau jasa kesehatan dan pendidikan, misalnya. Apapun jenis dan harganya, semua bebas. Pengaturan yang demikian justru menjadikan tujuan pemajakan tidak tercapai, karena yang mampu bayar tak membayar karena mengonsumsi barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN," kata dia. 

"Ini fakta. Oleh sebab itu kita perlu memikirkan upaya menata ulang agar sistem PPN kita lebih adil dan fair," sambung Prastowo. 

3. Daftar jenis sembako yang bakal dikenai pajak 12 persen

PKS Desak Pemerintah Batalkan Rencana Pungut Pajak dari Sembakoilustrasi bantuan sembako di tengah wabah COVID-19. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

Berikut daftar produk sembako yang bakal dikenai pajak 12 persen. Data ini mengacu kepada Rancangan Undang Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP):

  1. Beras dan gabah;
  2. Jagung;
  3. Sagu;
  4. Kedelai;
  5. Garam konsumsi;
  6. Daging;
  7. Telur;
  8. Susu;
  9. Buah-buahan;
  10. Sayur-sayuran;
  11. Ubi-ubian;
  12. Bumbu-bumbuan; dan
  13. Gula konsumsi.

Baca Juga: Waduh! Sembako Bakal Kena PPN 12 Persen

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya