Komnas HAM Minta KPK Gunakan Pasal Halangi Penyidikan di Kasus Novel

KPK bisa mengenakan pasal 21 obstruction of justice

Jakarta, IDN Times - Komnas HAM akhirnya merilis temuan tim pemantau terkait proses hukum dalam kasus teror yang menimpa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan pada Jumat (21/12). Dalam ringkasan laporan tersebut, Komnas HAM mengakui penyidik senior antirasuah itu telah dicelakai dengan senjaga dan direncanakan sebelumnya. Selain itu, menurut tim yang dipimpin oleh salah satu komisioner Sandrayati Moniaga tersebut, menemukan bukti permulaan yang cukup soal dugaan terjadi pelanggaran hak atas rasa aman, hak untuk diperlakukan sama di mata hukum dan hak atas perlindungan HAM. 

Hingga kini, pelaku penyiram air keras dan otak di balik teror itu belum terungkap. Padahal, sudah 619 hari berlalu. 

"Lamanya proses pengungkapan diduga akibat kompleksitas permasalahan. Tetapi, menimbulkan pertanyaan apakah telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan," demikian isi ringkasan laporan tersebut yang dibacakan Sandrayati di depan gedung KPK pada Jumat sore tadi. 

Komnas HAM turut memberikan rekomendasi bagi lembaga antirasuah terkait teror air keras yang menimpa Novel. Apa saja rekomendasi yang ditujukan bagi KPK?

1. Komnas HAM merekomendasikan agar KPK turut mengusut upaya menghalangi penyidikan di dalam teror Novel

Komnas HAM Minta KPK Gunakan Pasal Halangi Penyidikan di Kasus Novel(Penyidik Novel Baswedan) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Sandrayati menyebut salah satu rekomendasi dari tim pemantau Komnas HAM yakni KPK sesungguhnya bisa ikut menggunakan pasal 21 atau menghalangi penyidikan di dalam kasus teror Novel Baswedan. Lho, apa hubungannya? Menurut Komnas HAM, alasan penyidik berusia 40 tahun itu disiram air keras pada 11 April 2017 lalu, lantaran ia tengah mengerjakan proyek korupsi berskala besar. 

Merujuk ke keterangan waktu pada April 2017, maka Novel tengah menyidik kasus mega korupsi KTP Elektronik. Kasus itu menyeret berbagai orang yang tengah berkuasa, dimulai dari pejabat eselon I Kemendagri, anggota DPR, kepala daerah hingga politisi. Total kerugian negara dari kasus itu mencapai Rp2,3 triliun. Novel pun diketahui menjadi Kepala Satuan Tugas dari kasus tersebut.


"Perlu dilakukan langkah-langkah hukum atas peristiwa penyiraman air keras yang dialami Novel Baswedan yang patut diduga sebagai langkah menghalangi jalannya proses peradilan (obstruction of justice) oleh pihak-pihak yang sedang disidik oleh Novel," ujar Sandra pada sore tadi. 

Baca Juga: Siang Ini, Komnas HAM Akan Rilis Hasil Pemantauan Kasus Novel Baswedan

2. KPK masih sulit memberlakukan pasal obstruction of justice

Komnas HAM Minta KPK Gunakan Pasal Halangi Penyidikan di Kasus NovelANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Sementara, ketika dikonfirmasi kepada Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, penerapan pasal 21 atau menghalangi proses penyidikan yang tengah dilakukan oleh lembaga antirasuah dalam kasus Novel, terasa sulit. Mengapa? Karena proses penelurusannya masih panjang. 

"Nanti kita (KPK dan Komnas HAM) berdiskusi dulu, karena hingga saat ini belum ada kesimpulannya. Nanti, jalan masih panjang," kata Saut pada Jumat sore di depan gedung KPK. 

Sebelum bis memberlakukan pasal 21, Saut melanjutkan, maka penyidik perlu tahu dan mengantongi bukti awal apa yang dilakukan oleh Novel hingga disiram air keras oleh dua pria yang tidak dikenal pada 11 April 2017 di dekat rumahnya. 

Sandra memberikan gambaran yang lebih jelas. Menurut dia, KPK bisa lebih dulu membentuk tim untuk mendalami kembali dan mencari bukti awal soal di balik penyerangan Novel. 

"Kemudian bisa segera dibikin sprindik (surat perintah penyidikan) dengan dugaan obstruction of justice," kata Sandra. 

3. Wadah Pegawai KPK mendukung penuh rekomendasi Komnas HAM untuk menyelidiki dugaan obstruction of justice

Komnas HAM Minta KPK Gunakan Pasal Halangi Penyidikan di Kasus NovelUnsplash/rawpixel

Di saat pimpinannya mengatakan sulit mengenakan pasal 21 UU KPK, organisasi Wadah Pegawai justru mendukung penuh rekomendasi dari Komnas HAM itu. Ketua WP, Yudi Purnomo mengatakan organisasinya mendorong kepada para pimpinannya untuk segera memulai langkah penyelidikan dengan dugaan upaya menghalangi proses penyidikan. 

"WP KPK menyatakan bahwa seluruh pegawai KPK mendorong dan siap mendukung sepenuhnya rekomendasi Komnas HAM kepada pimpinan KPK untuk segera memulai langkah-langkah hukum untuk membangun penyelidikan dalam konstruksi obstruction of justice," kata Yudi di dalam keterangan tertulis yang disampaikan pada Jumat malam. 

4. Wadah Pegawai apresiasi laporan dari Komnas HAM

Komnas HAM Minta KPK Gunakan Pasal Halangi Penyidikan di Kasus Novel(Ketua Wadah Pegawai KPK) Istimewa

Selain itu, Wadah Pegawai mengpresiasi laporan yang dirilis oleh tim pemantau Komnas HAM. Menurut Yudi, dari laporan itu ada dua poin penting yang berhasil ditemukan oleh Komnas HAM. Pertama, pelanggaran HAM yang menimpa mantan Kasatreskrim di Polres Bengkulu itu bisa terjadi karena ia bekerja sebagai penyidik lembaga antirasuah. 

Kedua, penegakan hukum untuk mengungkap kasus Novel terbukti berlarut-larut. Akibatnya ia tidak mendapatkan keadilan. Padahal, negara seharusnya menjamin itu. 

"Temuan Komnas HAM ini atas dugaan pelanggaran HAM tersebut semakin menegaskan bahwa penyerangan terhadap Novel Baswedan bukanlah tindak kriminal biasa," kata Yudi. 

5. Komnas HAM rekomendasikan KPK memberikan perlindungan bagi para pegawainya

Komnas HAM Minta KPK Gunakan Pasal Halangi Penyidikan di Kasus Novel(Penyidik senior KPK Novel Baswedan) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Selain merekomendasikan agar KPK menggunakan pasal 21 UU KPK, Komnas HAM juga mendorong agar lembaga antirasuah itu lebih memberikan perlindungan kepada para pegawainya. Dua pihak yang sering dijadikan sasaran teror ketika bertugas di lembaga antirasuah adalah penyelidik dan penyidik. Lantaran mereka berinteraksi langsung dengan para tersangka kasus korupsi. 

"Maka, Komnas HAM merekomendasikan sistem keamanan bagi seluruh jajaran KPK," ujar Sandra. 

Pimpinan KPK sempat mewacanakan adanya panic button bagi para penyidik. Namun, bagi Novel, tombol khusus itu bukan solusi. Yang menjadi paling utama justru ketika teror terhadap para pegawai KPK berhasil diungkap. 

"Karena kan panic button tetap ada jeda dan waktu. Sudah keburu diserang pelaku," kata Novel pada (11/12) lalu. 

Ia pun mengaku juga tidak nyaman dijaga 24 jam sehari. Alih-alih memberikan perlindungan fisik, menurut Novel perlindungan terbaik yakni dengan mengungkap pelaku teror yang menyiramkan air keras ke wajahnya. 

"Apabila tiap serangan diungkap maka setidak-tidaknya akan membuat orang takut melakukan hal serupa," kata dia lagi. 

Baca Juga: Melawan Lupa, Wadah Pegawai KPK Pasang Penghitung Waktu Kasus Novel  

Topik:

Berita Terkini Lainnya