Reshuffle Kabinet Jokowi Dikritik: Minus Kompetensi, Bagi-bagi Posisi

Menkominfo siap-siap lakukan pengawasan di media sosial

Jakarta, IDN Times - Perombakan kabinet di akhir kepemimpinan Presiden Joko "Jokowi" Widodo menuai kritik dari sejumlah pihak. Salah satu kritik datang dari organisasi Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI). Mereka lantang mengkritik reshuffle ke-9 kabinet Jokowi tidak lebih dari sekadar bagi-bagi 'kue kekuasaan.'

Ketua PBHI, Julius Ibrani, menggarisbawahi pemilihan sosok menteri dan wakil menteri tidak didasari oleh kapasitas serta kompetensi. "Tetapi, menjilat Presiden Jokowi dan anti-demokrasi. Reshuffle ini hanya sekadar bagi-bagi posisi," ujar Julius dalam keterangan tertulis dan dikutip pada Selasa (18/7/2023). 

Salah satu yang disorot mendapatkan 'kue kekuasaan' adalah Budi Arie Setiadi yang dulu menjabat sebagai Wakil Menteri Desa. Ia diketahui juga merupakan Ketua Umum organisasi relawan Jokowi, ProJo. 

1. Kebebasan berekspresi dikhawatirkan makin padam di akhir kepemimpinan Jokowi

Reshuffle Kabinet Jokowi Dikritik: Minus Kompetensi, Bagi-bagi PosisiPresiden Joko “Jokowi” Widodo beri arahan dalam Rakornas BMKG 2022. (dok. YouTube Info BMKG).

Menurut Julius, di awal kepemimpinannya, Budi justru sudah mengeluarkan gagasan yang dikhawatirkan bisa membungkam suara publik. "Budi langsung berbicara soal pengawasan terhadap media sosial. Padahal, istilah pengawasan di era Orde Baru dimaknai sebagai tindakan untuk membungkam suara publik," tutur dia. 

Kebebasan berekspresi dan berdemokrasi, kata Julius, sudah semakin kritis di tangan kepemimpinan mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Sebelumnya, sudah terjadi dugaan praktik kriminalisasi terhadap Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti dan aktivis HAM, Haris Azhar. 

"Lalu, Wakil Menkominfo, Nezar Patria yang mendorong laporan program siniar milik Tempo ke Dewan Pers. Di podcast tersebut, Tempo membahas manuver Menteri BUMN, Erick Thohir agar bisa menjadi cawapres," ujarnya. 

Saat melaporkan ke Dewan Pers, Nezar menjabat sebagai staf khusus Erick. Dalam pandangan Julius, kebijakan tersebut menjadi paket maut anti kebebasan berekspresi dan berpendapat yang menjadikan Kemkominfo seperti Departemen Penerangan di era Orba. 

Baca Juga: Ketua DPP NasDem: Reshuffle Kabinet di Akhir Masa Jabatan Tak Efektif

2. Reshuffle kabinet di era kepemimpinan Jokowi dipicu kasus korupsi dan kontroversi

Reshuffle Kabinet Jokowi Dikritik: Minus Kompetensi, Bagi-bagi PosisiKetua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani ketika berbicara di diskusi virtual KontraS. (Tangkapan layar YouTube KontraS)

Lebih lanjut, pergantian menteri di Kabinet Jokowi, kata Julius lebih banyak dipicu para pembantunya yang terjerat kasus rasuah. Terakhir, yang diganti adalah Johnny G. Plate lantaran ditahan dalam kasus korupsi proyek pembangunan menara BTS (Base Transceiver Station) 4G. Sebelumnya, ada pula Juliari Batubara yang dicopot dari posisi Menteri Sosial karena korupsi bantuan sosial di saat pandemik tengah menghajar Indonesia. 

Di sisi lain, ada pula Fachrul Razi yang dicopot dari posisi Menteri Agama. Ia diganti Yaqut Cholil Qoumas karena dinilai sering melontarkan pernyataan kontroversial. Mulai dari pernyataan doa harus disisipi Bahasa Indonesia hingga adanya pelarangan penggunaan cadar dan celana cingkrang bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). 

"Selebihnya, mereka diganti karena tak bisa bekerja," ujar Julius. 

Ia juga mengkritisi pernyataan Jokowi yang menuding pemerintahan sebelumnya yang membentuk kabinet gemuk. Pada kenyataannya, kata Julius, Jokowi melakukan hal serupa.

Ia turut membuka posisi Wakil Menteri di sejumlah kementerian. Salah satunya Wakil Menkominfo. 

"Jadi, kabinet Jokowi juga mengalami obesitas," tutur dia lagi. 

3. Reshuffle di akhir kepemimpinan Jokowi tak menjanjikan perbaikan kinerja

Reshuffle Kabinet Jokowi Dikritik: Minus Kompetensi, Bagi-bagi Posisi(Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Ibu Iriana Jokowi) ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Julius pun menyimpulkan bahwa perombakan kabinet di akhir kepemimpinan Jokowi tidak akan membawa perbaikan kinerja apapun. Sebab, para menteri dan wakil menteri dipilih bukan berdasarkan kompetensi. 

"Selain itu tidak ada diskursus apalagi gagasan substantif soal perbaikan sistem demi pemenuhan HAM pada posisi yang digantikan. Misalnya, di Kemkominfo, bagaimana menyediakan akses informasi dan internet di wilayah terpencil," kata dia. 

Tidak ada pula yang menggagas bagaimana bisa menyetop perilaku korup para pejabatnya. Apalagi untuk isu lain seperti isu desa, kebebasan beragama atau memeluk keyakinan, hingga pemanfaatan BUMN demi bisa membuat rakyat sejahtera. 

"PBHI dan tim advokasi untuk kemanusiaan sedang mendampingi 25 korban gagal ginjal akut atipikal pada anak dari total 323 korban. Tetapi, Menkes Budi Gunadi Sadikin justru sibuk menggolkan UU Omnibus Law Kesehatan demi industrialisasi sektor kesehatan," ujarnya. 

Sementara, sebanyak 201 anak di antaranya meninggal dunia akibat gagal ginjal akut. Menteri Sosial, Tri Rismaharini pun, kata Julius, tidak ikut bertanggung jawab dengan alasan ketiadaan anggaran. 

Berikut daftar menteri dan wamen yang dilantik pada Senin (17/7/2023):

Menteri Komunikasi dan Informatika
Budi Arie Setiadi

Wakil Menteri Luar Negeri
Pahala Nugraha Mansury

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika
Nezar Patria

Wakil Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Paiman Rahardjo

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara I
Rosan Perkasa Roeslani

Wakil Menteri Agama
Syaiful Rahmat

Baca Juga: Sah, Ketum Projo Budi Arie Dilantik Jadi Menkominfo

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya