RI Diminta Tak Buru-buru Akui Pemerintah Baru Afghanistan

Pemerintah tengah berusaha evakuasi WNI dari Kabul

Jakarta, IDN Times - Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana mengusulkan agar pemerintah tak perlu buru-buru memberikan pengakuan kepada pemerintahan baru di Afghanistan. Menurutnya, Indonesia harus menunggu kepastian siapa yang menjadi pemimpin di dalam pemerintahan.

Hingga saat ini belum diketahui siapa yang memimpin Afghanistan sejak resmi dikuasai kembali oleh Taliban pada Minggu, 15 Agustus 2021 lalu. Mullah Baradar diprediksi bakal menahkodai Afghanistan. Sedangkan, Wakil Presiden Amirullah Saleh mengklaim dirinya menjadi pemimpin sementara di Afghanistan paska Ashraf Ghani melarikan diri lalu muncul di Uni Emirat Arab (UEA). 

Hikmahanto menjelaskan berdasarkan hukum internasional pergantian pemerintahan bisa melalui dua mekanisme. Pertama, secara konstitusional dan kedua, inkonstitusional. 

"Sementara, yang kini terjadi di Afghanistan adalah pergantian pemerintahan yang inkonstitusional. Oleh karenanya perlu ditunggu beberapa saat sehingga Indonesia tahu siapa individu yang menjadi pemegang di Afghanistan," ujar Hikmahanto melalui keterangan tertulis pada Rabu, 18 Agustus 2021 lalu. 

Pria yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani itu juga menilai bila tergesa-gesa memberi pengakuan maka dikhawatirkan malah bisa berdampak fatal. Setidaknya ada dua hal yang jadi pertimbangan. 

"Pertama, belum diketahui secara pasti siapa yang menjabat (kini di Afghanistan). Kedua, bila asal mengakui individu tertentu justru bisa menjadi sumber masalah bagi internal Afghanistan, mengingat saat ini sedang berlangsung negosiasi damai terkait siapa yang menjadi pemimpin baru," kata dia lagi. 

Lalu, bagaimana dengan upaya pemerintah untuk mengevakuasi WNI dari Kabul? Kapan mereka bisa diboyong kembali ke Tanah Air?

Baca Juga: Kemenlu Diminta Segera Mendata dan Evakuasi WNI di Afghanistan

1. Bandara di Kabul masih belum membuka penerbangan bagi pesawat komersial sipil

RI Diminta Tak Buru-buru Akui Pemerintah Baru AfghanistanPrajurit TNI kibarkan bendera merah putih di KBRI Kabul, Afghanistan pada 11 November 2020 (www.instagram.com/@indonesiainafg)

Pemerintah Indonesia sempat menyatakan akan menyewa pesawat ke Kabul untuk melakukan evakuasi belasan WNI. Sejauh ini jumlah WNI yang terdata untuk dievakuasi mencapai 15 orang. Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI), Judha Nugraha mengatakan kemungkinan jumlahnya bisa bertambah karena belakangan ada beberapa WNI yang mengontak KBRI di Kabul. 

Di sisi lain, hingga saat ini warga negara lain yang telah dievakuasi dari Kabul dibawa menggunakan pesawat militer. Harian Washington Post melaporkan pesawat militer milik Angkatan Udara Amerika Serikat pada Minggu kemarin akhirnya ikut mengangkut 600 warga Afghanistan. Ratusan warga Afghanistan mengerubungi pesawat kargo C-17 milik militer AS dan berharap ikut dibawa keluar dari negara itu. 

Pejabat Kementerian Luar Negeri tidak bersedia jenis pesawat apa yang akan dikirimkan oleh pemerintah untuk menjemput WNI di Kabul. Meski beredar di media sosial pesawat yang berangkat pada Kamis (19/8/2021) pukul 01:40 dini hari tadi menuju Kabul adalah Batik Air A320 Neo. Namun, pesawat itu tak jadi berangkat karena Bandara Internasional Hamid Karzai ditutup untuk penerbangan sipil. 

Bantahan juga disampaikan oleh Lion Air Group. "Mengenai hal tersebut, bahwa Batik Air tidak terbang ke Afghanistan," kata Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro, ketika dikonfirmasi pada hari ini. 

Baca Juga: Keamanan Memburuk, Pemerintah Segera Evakuasi WNI dari Afghanistan

2. WNI di Kabul diminta untuk menghubungi nomor hotline KBRI

RI Diminta Tak Buru-buru Akui Pemerintah Baru AfghanistanChristina Aryani (Anggota DPR RI) IDN Times/Arief Kharisma Putra)

Sementara, anggota komisi I dari fraksi Partai Golkar, Christina Aryani melalui akun media sosialnya mengimbau kepada WNI yang berada di Kabul tetapi belum melapor diri agar segera menghubungi nomor hotline KBRI Kabul. "Nomor kontak yang bisa dihubungi adalah +9379 733 3444. Kami akan terus berkoordinasi untuk memastikan semua WNI di Afghanistan tetap dalam keadaan aman dan terlindungi," ujar Christina di akun Instagramnya pada Selasa, 17 Agustus 2021. 

Ia juga menjelaskan pemerintah sudah melakukan pertemuan virtual dengan 15 WNI yang berada di Afghanistan pada 14 Agustus 2021 lalu. Dalam pertemuan itu turut dibahas langkah-langkah pengamanan diri apa saja yang perlu dilakukan. 

Sementara, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Abdul Kadir Jailani, hingga saat ini masih belum diketahui kapan proses evakuasi bisa dilakukan. "Kami masih mempersiapkan dan menyelesaikan berbagai aspek teknis," ujar Kadir kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Rabu kemarin. 

3. Indonesia ikut terlibat dalam upaya perdamaian di Afghanistan

RI Diminta Tak Buru-buru Akui Pemerintah Baru AfghanistanDelegasi Wakil Presiden Jusuf "JK" Kalla ketika mengunjungi Afghanistan pada akhir Desember 2020 (www.instagram.com/@indonesiainafg)

Indonesia sendiri memiliki peranan penting dalam upaya mencari solusi damai di Afghanistan. Pemerintah Afghanistan kemudian meminta bantuan kepada mantan Wakil Presiden Jusuf "JK" Kalla untuk mencari jalan tengah antara pemerintah dengan Taliban.

Pada Juli 2019 lalu, delegasi kelompok Taliban sudah lebih dulu berkunjung ke Jakarta dan menemui mantan JK. Juru bicara Taliban, Zabinhulllah Mujahed mengatakan delegasinya berkunjung ke Jakarta untuk memperkuat relasi politik dan kerja sama antara Indonesia-Afghanistan di masa depan.

Kemudian, perwakilan Pemerintah Afghanistan meminta kepada JK agar dapat memfasilitasi dialog antara pemerintah dengan Taliban. Menteri Agama dan Haji Afghanistan, Mohammad Qasim Halimi pada akhir Desember 2020 bahkan mengusulkan agar dialog tersebut digelar di Jakarta. Qasim mengatakan konflik sipil yang telah berlangsung selama belasan tahun itu terjadi akibat perbedaan persepsi dalam membentuk pemerintahan Islam yang cocok bagi Afghanistan, negara dengan 32 juta penduduk.

Menurut Kadir, Pemerintah Indonesia masih terus berdialog dengan pihak Taliban. Bahkan, pertemuan virtual digelar pada Jumat malam kemarin. 

Kadir mengatakan sebagai juru runding yang baik maka Indonesia akan membuka pintu untuk berdialog dengan berbagai pihak dan tidak memihak. Indonesia juga aktif berkomunikasi dengan perwakilannya di Qatar, Badan PBB di Afghanistan (UNAMA) hingga perwakilan Indonesia di Jenewa. "Kontribusi yang ingin dicapai oleh Indonesia itu agar Afghanistan bisa berdamai," ujarnya. 

Baca Juga: Janji Taliban: Burqa Tidak Wajib dan Perempuan Boleh Kuliah

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya