Sering Berpolemik, Kepala BRIN Disindir Mirip Ayah Vanessa Angel

Handoko disebut kerap remehkan lembaga penelitian lain

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Andi Yuliani Paris, menyentil sikap Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko yang kerap menuai polemik akhir-akhir ini. Di tengah kekisruhan peleburan puluhan lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) ke dalam BRIN, Laksana sering membuat pernyataan yang kontroversial.

Bahkan, tak sedikit pernyataannya yang dianggap meremehkan lembaga penelitian lain, khususnya Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Dalam wawancara dengan media, Laksana mengatakan, selama 50 tahun Eijkman meneliti tidak ada hasilnya. Sentilan itu disampaikan Andi dalam sesi interupsi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Laksana di Komisi VII, Rabu (12/1/2022).

"Tolonglah, Bapak tidak usah berpolemik. Saya mengingatkan Bapak ini lama kelamaan seperti Doddy Sudrajat, Bapaknya (almarhumah) Vanessa Angel. Kenapa? Bapak gak usah mengatakan sisi gelap dari Lembaga Eijkman. Gimana kalau orang lain membuka sisi gelap dari Pak Handoko atau BRIN?" ujar Andi di sesi interupsi Rabu sore.

"Jadi, janganlah, Pak. Belum lagi statement Bapak yang menyebut 50 tahun (Eijkman) meneliti tidak ada hasilnya. Lho, selama ini Bapak sebagai Kepala LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) ngapain aja?" tanyanya lagi.

Ia pun kembali mewanti-wanti agar Laksana tak perlu lagi menyampaikan pernyataan konyol, yang malah akan membuat nama baiknya sendiri menjadi buruk di hadapan publik.

"Jadi, selama menunggu rapat dengan Lembaga Eijkman, Bapak setop memberikan komentar yang negatif-negatif terhadap anak buah dan mantan anak buah Bapak sendiri," tutur Andi.

Semula, topik RDP ingin membahas mengenai proses integrasi Lembaga Eijkman ke dalam BRIN dan Peraturan Pemerintah mengenai IPTEK. Tetapi, RDP hari ini terpaksa ditunda ke hari Senin, karena mantan Kepala Eijkman Amin Soebandrio tidak ikut hadir.  

Apa tanggapan Laksana usai mendapat komentar negatif dari mayoritas anggota Komisi VII di rapat tersebut?

1. Laksana sebut BRIN hanya ingin memperbaiki substansi dan regulasi

Sering Berpolemik, Kepala BRIN Disindir Mirip Ayah Vanessa AngelKepala BRIN, Dr. Laksana Tri Handoko, M.Sc. (lipi.go.id)

Sementara, Laksana tak memberikan jawaban panjang di akhir sesi RDP. Ia hanya menyebut, peleburan puluhan lembaga penelitian ke dalam BRIN, dilakukan karena ingin memperbaiki secara substansi dan regulasi. 

"Apa yang kita lakukan ini karena ingin membuat semuanya lebih baik," ungkap Laksana di rapat tersebut. 

Kehadiran BRIN merupakan wujud pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2019 mengenai Sistem Nasional Ilmu Pengetahun dan Teknologi. Presiden Joko "Jokowi" Widodo lalu membuat aturan turunan yakni Perpres Nomor 78 Tahun 2021. Di dalam Perpres itu, Jokowi turut menunjuk Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN. 

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, Megawati tidak meminta secara khusus kepada Jokowi agar dijadikan Ketua Dewan Pengarah BRIN. Sebaliknya, kata Hasto, justru Jokowi yang meminta Ketua Umum PDIP itu untuk  duduk sebagai ketua dewan pengarah.

Sayangnya, peleburan puluhan lembaga penelitian itu justru menyebabkan ribuan peneliti non-PNS kehilangan pekerjaannya. Kontrak kerja mereka tak lagi diperpanjang mulai 1 Januari 2022. 

Baca Juga: Kepala BRIN: Kehadiran Megawati Bisa untuk Dukungan Anggaran di DPR 

2. Kepala BRIN puji Mega dan BJ Habibie sebagai presiden yang peduli terhadap dunia penelitian

Sering Berpolemik, Kepala BRIN Disindir Mirip Ayah Vanessa AngelANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Keberadaan Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN menuai tanda tanya dari publik. Sebab, Mega tidak memiliki rekam jejak sebagai peneliti.

Namun, Laksana berpendapat sebaliknya. Menurutnya, justru sudah sesuai bila Ketua Dewan Pengarah diisi sosok politikus dan bukan peneliti.

Laksana berharap, dengan keberadaan Mega di BRIN bisa membantu memuluskan urusan terkait anggaran di DPR.

"Kita (BRIN) pasti butuh dukungan lintas sektor. Tidak cukup bila dukungannya hanya dari komunitas periset, maka Dewan Pengarah itu tak diisi komunitas periset. Dia harus dari unsur politisi. Kan, kami urusan tiap tahun menyangkut anggaran harus ke DPR," ungkap Laksana blak-blakan di sesi pertemuan terbatas dengan para pemimpin redaksi secara hybrid, Selasa 4 Januari 2022. 

"Kalau DPR gak setuju (untuk naikan anggaran), mau apa?" katanya lagi. 

Ia berharap, dengan adanya dukungan politik dari partai penguasa, BRIN bisa fokus bekerja dan menghasilkan riset terbaik. "Kan siapa lagi yang bisa dukung? Dan memang presiden yang punya concern terhadap IPTEK itu ya Pak BJ Habibie dan Bu Mega," tutur dia. 

Laksana saat ini menjadi salah satu orang yang tengah menjadi sorotan komunitas peneliti. Salah satunya lantaran ia tak bersedia mengakomodir para peneliti non-PNS agar bisa bekerja di BRIN. Hal itu berdampak pada pemberhentian 71 peneliti non-PNS di Lembaga Biomolekuler Eijkman. 

BRIN juga menjadi sorotan lantaran menjadi induk dari enam instansi penelitian dan 74 unit penelitian dan pengembangan di berbagai kementerian serta lembaga. 

3. BRIN dianggap bukan lembaga riset murni karena diarahkan oleh ketum parpol

Sering Berpolemik, Kepala BRIN Disindir Mirip Ayah Vanessa AngelGuru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, bersama Arkeolog independen dan peneliti situs-situs sejarah di Sumatera E.Edwards McKinnon dan Guru Besar UIN Ar Raniry Misri A.Muchlisin memberikan materi (Dok. Istimewa)

Sebelumnya, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra tegas menyebut, selama ketua dewan pengarah BRIN adalah ketua umum parpol maka instansi tersebut bukanlah lembaga yang murni mengurus riset atau penelitian.

Menurutnya, bila pemerintah bertujuan ingin memajukan dunia riset, maka posisi ketua dewan pengarah BRIN juga diisi oleh ilmuwan Indonesia yang dipandang oleh dunia internasional. 

"Jadi, lembaga BRIN itu nantinya disegani. Tapi, kalau dibikin oleh politisi, maka di kemudian hari saya kira BRIN akan mengalami nasib yang sama seperti BPIP," ungkap Azyumardi kepada media pada 14 Oktober 2021. 

"BPIP itu kan juga dipimpin ketum parpol. Coba aja dilihat apa yang sudah dilakukan oleh BPIP," katanya lagi. 

Ia menambahkan, bila ada unsur politikus di BRIN maka citra instansi itu akan lebih condong sebagai lembaga partisan ketimbang lembaga riset dan inovasi. Ia menyebut, penyematan riset dan inovasinya pun sekedar hiasan sebab mayoritas yang duduk di dewan penasihatnya adalah pejabat yang kini sedang berkuasa. 

"Mereka kan orang-orang yang sebenarnya tidak memiliki rekam jejak menulis, atau pernah berpendapat mengenai inovasi dilakukan di Indonesia," tutur dia. 

Baca Juga: Pegawai Honorer BPPT: Tanpa Notifikasi, Kami Harus Hengkang 1 Januari

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya