Tim Hukum Ganjar: KPU Keliru, Harusnya 02 Tak Dapat Suara Sama Sekali

Paslon 03 tuding Jokowi sudah lakukan nepotisme

Jakarta, IDN Times - Anggota tim hukum paslon nomor urut 03, Annisa Ismail, menilai penghitungan suara pilpres yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) keliru. Paslon nomor urut dua, Prabowo-Gibran seharusnya tak memperoleh suara sama sekali.

"Hal ini dikarenakan suara paslon nomor urut dua diperoleh dengan cara melanggar asas-asas pelaksanaan pemilu sebagaimana diatur pasal 22E ayat 1 UUD 1945 serta merusak integritas pilpres 2024 dengan dua cara. Satu, melakukan pelanggaran yang bersifat TSM (Terstruktur, Sistematis dan Masif), kedua melakukan pelanggaran prosedur pemilu," ujar Annisa ketika membacakan pokok permohonan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (27/3/2024).

Lebih lanjut, bentuk pelanggaran TSM yang dirujuk oleh pihak paslon 03 adalah nepotisme yang dilakukan oleh Presiden Joko "Jokowi" Wiododo. Dari sana muncul penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan secara terkoordinasi.

"Tujuannya untuk memenangkan paslon nomor urut dua dalam satu putaran pemilihan," kata dia.

Sedangkan, pelanggaran prosedur pemilu yang dimaksud pihak paslon nomor urut tiga terjadi sebelum, saat pemungutan suara, dan sesudah pilpres 2024.

Ia juga menyebut bahwa MK seharusnya memeriksa permohonan paslon 03 yang mengungkap dugaan kecurangan TSM berupa nepotisme. Hal itu disebabkan dua hal, pertama adanya kekosongan hukum di dalam UU Pemilu nomor 7 tahun 2017. Kedua, ada instrumen penegakan hukum pemilu yang tidak berjalan secara efektif.

"UU Pemilu tidak mengatur mengenai nepotisme yang dilakukan oleh presiden sebagai bagian dari pelanggaran TSM karena UU Pemilu hanya mengenal dua jenis pelanggaran TSM. Pertama, perbuatan atau tindakan yang melanggar prosedur atau tata cara yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu," kata dia.

Poin lainnya yaitu adanya pelanggaran TSM dengan menggunakan politik uang. Hal itu tertuang di UU Pemilu pasal 286.

Annisa juga menyoroti penyelenggara pemilu tidak efektif dalam menjalankan tugasnya sehingga pemilu 2024 menjadi pesta demokrasi yang sarat dengan nepotisme dan pelanggaran. Ia kemudian menyebut sejumlah contoh tidak efektifnya KPU selaku penyelenggara pemilu.

"Pertama, tidak independennya termohon (KPU) karena terbukti dari upaya termohon untuk memastikan diterimanya Gibran Rakabuming Raka sebagai kontestan dalam pilpres 2024. Mulai dari langsung menerapkan putusan MK nomor 090 tahun 2023," kata dia.

KPU pun, kata Annisa, terbukti melakukan pelanggaran etika dengan langsung menerapkan putusan MK nomor 090 tahun 2023. Instrumen lain yang juga tidak dianggap efektif yakni Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Institusi itu dianggap melindungi Ketua KPU, Hasyim Asy'ari.

"Hal itu terbukti karena tidak pernah diberhentikan Hasyim Asy'ari dari jabatannya meski sudah empat kali diputus melakukan pelanggaran etika," ujarnya lagi.

Tim hukum paslon 03 juga menilai Bawaslu tidak efektif dalam bekerja. Karena tidak menyelesaikan laporan yang masuk ke sana.

"Hal itu terbukti dari terlalu formalistiknya Bawaslu dalam menanggapi berbagai pelanggaran yang terjadi di lapangan," kata dia.

Baca Juga: KPU Akan Pelajari Permohonan Sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya