Tim Reformasi Hukum Polhukam Bakal Serahkan Rekomendasi September

Hampir 50 rekomendasi yang akan disampaikan tim ke Jokowi

Jakarta, IDN Times - Setelah hampir dua bulan bekerja, tim percepatan reformasi hukum yang dibentuk oleh Kemenko Polhukam akan segera menuntaskan pekerjaannya. Mereka sudah menyampaikan laporan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD dalam rapat pada Selasa (22/8/2023).

Ia menjelaskan tim tersebut terdiri dari empat kelompok kerja (Pokja). Masing-masing pokja menghasilkan 12 butir rekomendasi. Sehingga, tim itu menghasilkan hampir 50 rekomendasi yang bakal diserahkan ke Presiden Joko "Jokowi" Widodo. 

"Mungkin Anda akan bilang kok banyak banget sampai hampir 50 rekomendasi? Iya, karena rekomendasi itu disebar, ada rekomendasi yang bisa diterapkan jangka waktu pendek, ada rekomendasi untuk jangka menengah dan jangka panjang," ungkap Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat pada hari ini. 

Ia menambahkan rekomendasi itu sudah didiskusikan dengan kementerian dan lembaga terkait. "Jadi, ini semua sudah selesai dan tinggal dirapikan. InsyaAllah pada pertengahan bulan depan, September, kami akan melaporkan ini kepada Presiden Republik Indonesia," tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

Sebab, menurut Mahfud, tim itu dibentuk berdasarkan keresahan Jokowi melihat berbagai kegaduhan tentang hukum. Kegaduhan itu dipicu perencanaan, pembuatan maupun penerapannya. 

1. Rekomendasi yang sifatnya jangka panjang diharapkan bakal ditindaklanjuti pemerintahan setelah Jokowi

Tim Reformasi Hukum Polhukam Bakal Serahkan Rekomendasi SeptemberMenteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD ketika memberi keterangan pers soal tim percepatan reformasi hukum. (Dokumentasi Kemenko Polhukam)

Lebih lanjut, Mahfud menerangkan bahwa rekomendasi tim yang sifatnya jangka pendek dan menengah, berisi kebijakan yang masih bisa dilakukan oleh presiden atau menteri. Sedangkan, rekomendasi yang bersifat jangka panjang erat kaitannya dengan revisi undang-undang atau pembentukan UU baru. 

"Rekomendasi yang sifatnya jangka panjang sebagian memang sudah ada di Prolegnas (Program Legislasi Nasional). Sehingga, nanti kami tinggal memodifikasi isinya agar disesuaikan dengan kebutuhan yang direkomendasikan oleh tim ini," katanya. 

"Adapun bila membutuhkan (undang-undang) yang mungkin baru ya kami sampaikan sebagai memori akhir tugas ke presiden, ini sudah dipikirkan dan jalannya ke depan harus begini. Lalu, diserahkan ke pemerintahan yang baru. Itu biasa saja di dalam pemerintahan," tutur dia lagi. 

Ia mengatakan dalam mengelola pemerintahan sifatnya estafet dan berkelanjutan. Mahfud juga menambahkan tim percepatan reformasi hukum juga mengelola bahan-bahan dari pejabat instansi pemerintah dan kelompok masyarakat sipil. 

Baca Juga: Tim Reformasi Hukum Bentukan Mahfud Resmi Bekerja, Berakhir Desember

2. Salah satu rekomendasi tim reformasi hukum adalah memperkuat kembali KPK

Tim Reformasi Hukum Polhukam Bakal Serahkan Rekomendasi SeptemberGedung Merah Putih KPK (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Sementara, Mahfud tak menampik salah satu rekomendasi yang disampaikan salah satu pokja yakni memperkuat kembali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, saat ini komisi antirasuah mengalami kemunduran yang luar biasa. Terutama sejak undang-undangnya direvisi. 

"Tadi, memang ada rekomendasi tentang penguatan KPK," kata dia. 

Di sisi lain, mantan Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko mengakui revisi UU KPK tidak hanya melemahkan komisi antirasuah secara kelembagaan, tetapi juga melemahkan gerakan antikorupsi secara umum. "Sejak UU lama direvisi menyebabkan KPK kini masuk ke dalam rumpun eksekutif, alhasil lembaga-lembaga eksekutif yang lain akhirnya beranggapan ya sudah ini sama saja dengan yang lain. KPK tidak lagi dinilai sebagai lembaga independen," ungkap Dadang ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada Selasa malam. 

Sebelumnya, KPK dianggap sebuah lembaga yang diperhitungkan karena dianggap memiliki kekuatan untuk memproses hukum siapapun. "Fungsi pencegahannya akan diperhitungkan kalau penindakan KPK sudah sangat kuat. Yang saya lihat sejak 2020 itu, sistem pencegahan korupsi kembali kendor," kata pria yang juga merupakan dari anggota tim reformasi hukum Kemenko Polhukam tersebut. 

Situasi bertambah runyam karena pembusukan KPK juga terjadi di internal lembaga. Dimulai dari pimpinan yang terbukti melanggar etik, pegawainya melanggar hukum, hingga terjadi praktik makelar kasus. 

"Janji dulu dibentuk Dewan Pengawas agar semakin memperkuat akuntabilitas KPK ternyata tidak terbukti," tutur dia. 

Oleh sebab itu, menurutnya ada dua pangkal permasalahan di KPK. Pertama, runtuhnya integritas di dalam internal lembaga. Kedua, undang-undang baru KPK yang juga bermasalah. 

"Baik itu disebabkan perilaku problematik pimpinan dan pegawai-pegawainya, selain itu mengendorkan spirit orang untuk membenahi pemberantasan korupsi. 

Maka, Dadang tegas menyatakan, ia berharap agar KPK kembali menggunakan UU lama yakni UU nomor 30 tahun 2002. Ia juga sekaligus menolak usulan dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, agar membubarkan komisi antirasuah. 

3. KPK sebaiknya tak dibubarkan tetapi dibenahi

Tim Reformasi Hukum Polhukam Bakal Serahkan Rekomendasi SeptemberMantan Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko. (www.fh.unair.ac.id)

Menurut Dadang, komisi antirasuah masih dibutuhkan untuk melengkapi kinerja kepolisian dan Kejaksaan Agung. Ia justru mempertanyakan dorongan agar KPK dibubarkan, justru seolah-olah permasalahan korupsi akut sudah berhasil dibereskan di Tanah Air. 

"Tetapi, pada faktanya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia rontok. Para koruptor justru bertepuk tangan bila KPK dibubarkan. Kita kan sudah punya kepolisian, kejaksaan lalu didukung KPK yang kuat dan independen itu malah lebih bagus," tutur dia. 

Ia menyarankan alih-alih KPK dibubarkan, sebaiknya dibenahi dan kembali menggunakan UU nomor 30 tahun 2002. Lalu, koordinasi KPK dengan lembaga penegak hukum lain diperkuat. 

"Kedua, UU Tindak Pidana Korupsi nya yang justru harus direvisi, bukan UU KPK. Revisi UU Tipiko sebaiknya mengacu ke Konvensi PBB," ujarnya. 

Ia pun juga sudah lama menuntut agar RUU Perampasan Aset segera disahkan oleh parlemen. Bahkan, menurut Dadang, RUU itu sudah dituntut oleh berbagai pihak agar segera diketok DPR sebelum tim percepatan reformasi hukum dibentuk. 

https://www.youtube.com/embed/_-OnLj0kmf4

Baca Juga: Kriteria Mahfud Pilih Anggota Tim Reformasi Hukum: Bersih dari Korupsi

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya