Anggota Komisi IX DPR Minta Permenaker Soal JHT Ditinjau Ulang

Permenaker terkait JHT menimbulkan polemik

Jakarta, IDN Times - Penolakan terkait Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 yang menyatakan Jaminan Hari Tua BPJS baru bisa cair di usia 56 tahun, terus menggema. Atas kondisi itu, Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, meminta agar pemerintah meninjau ulang Permenaker tersebut.

Saleh berharap ada ruang diskusi yang diberikan pemerintah. Sebab, itu diperlukan demi mendapat masukan dari masyarakat.

"Harus dibuka ruang untuk diskusi. Tidak baik jika kebijakan strategis tak melibatkan pihak-pihak terkait," kata Saleh dikutip ANTARA, Minggu (13/2/2022).

1. Belum dibahas secara khusus

Anggota Komisi IX DPR Minta Permenaker Soal JHT Ditinjau UlangBPJS Ketenagakerjaan menghadirkan aplikasi Jamsostek Mobile (JMO) untuk kemudahan. (IDN Times/Jihad Akbar)

Saleh menyatakan pihaknya belum mendapat keterangan yang jelas dan lengkap terkait Permenaker tersebut. Aturan mengenai pencairan JHT di usia 56 tahun, menurut Saleh, tak dibahas secara khusus.

"Mestinya, rencana penetapan kebijakan ini sudah dibicarakan dulu ke DPR, mulai dari payung hukum, manfaat buat pekerja, sampai keberlangsungan program JHT ke depan. Kalau ditanya, kami bisa menjelaskan," ujar Saleh.

Baca Juga: JHT Cair di Usia 56 Tahun, Dananya Diputar di Investasi Saham-Obligasi

2. Harus berpihak pada pekerja

Anggota Komisi IX DPR Minta Permenaker Soal JHT Ditinjau UlangIlustrasi pekerja pabrik. (ANTARA FOTO/Siswowidodo)

Aturan mengenai JHT, ditegaskan Saleh, seharusnya berpihak kepada pekerja. Sampai sekarang, Saleh mengaku masih mendengar banyak penolakan dari berbagai asosiasi dan serikat pekerja.

Sebab, para pekerja berharap pada Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 yang mengizinkan peserta atau penerima manfaat bisa mencairkan JHT saat berhenti bekerja akibat mengundurkan diri, PHK, atau meninggalkan Indonesia selamanya.

Beberapa juga ada yang menolak karena ada niat berhenti bekerja untuk memulai usaha dan mengandalkan JHT tersebut.

"Saya dengar alasan pemerintah agar tak terjadi klaim ganda. Ada Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Lalu, ada pula JHT. Kebijakan ini maksudnya untuk mengembalikan JHT ke tujuan awal," ujar Saleh.

3. Kondisi pekerja berbeda

Anggota Komisi IX DPR Minta Permenaker Soal JHT Ditinjau UlangSeorang pekerja informal mengakses aplikasi BPJSTKU untuk menikmati manfaat layanan tambahan (MLT) dari program JHT BPJAMSOSTEK di Demak, Jawa Tengah. Melalui program MLT, pekerja bisa mengajukan kredit kepemilikan rumah (KPR) menggunakan BPJAMSOSTEK. (IDN Times/Dhana Kencana)

Namun, JKP payung hukumnya adalah UU Ciptaker. Saleh mempertanyakan apakah hal tersebut sudah diberlakukan. Andai boleh, dia masih mempertanyakan mengapa JHT baru bisa diambil di usia 56 tahun.

Kondisi pekerja yang berbeda, disebut Saleh, seharusnya jadi pertimbangan. Apalagi, Kemenaker masih minim sosialisasi terkait kebijakan ini.

"Apakah sudah bisa diberlakukan? Bukankah Permenaker ini dikeluarkan setelah putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat? Kalau misalnya JKP sudah boleh diberlakukan, lalu mengapa JHT harus 56 tahun? Apa tidak boleh misalnya diambil berdasarkan situasi dan kondisi pekerja?" ujar Saleh

Baca Juga: Buruh Tolak JHT Cair di Usia 56, Kemnaker Siapkan Jurus Sosialisasi

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya