Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App

Jakarta, IDN Times - Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Mabes Polri, Irjen Pol. Muhammad Iqbal, sebelumnya memastikan bahwa proses hukum penangkapan Wakil Sekertaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Andi Arief (AA) terkait kasus narkoba tidak dilanjutkan kembali. Iqbal menyatakan, penanganan Andi Arief selanjutnya dilakukan dengan assessment dan rehabilitasi di Badan Narkotika Nasional (BNN).

"Saudara AA dikategorikan sebagai pengguna narkotika. Terhadap kasus ini tidak dilanjutkan ke tahap penyelidikan karena pada dirinya tidak ada barang bukti, tidak terjaring pengedar, terus selama ini gak pernah pakai (narkotika)," ujar Iqbal di Gedung BNN, Cawang, Jakarta Timur, Rabu (6/3) lalu.

Iqbal mengungkapkan, Andi dikategorikan sebagai pengguna narkotika. Pihaknya juga telah merekomendasikan assessment Andi Arief berdasarkan Surat Edaran Kabareskrim SE 01/II/Bareskrim tanggal 15 Februari 2018 tentang Pelayanan Rehabilitasi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Panti Rehabilitasi Sosial dan Medis.

"Maka saudara AA tidak ditahan karena perkaranya tidak dilanjutkan ke proses penyidikan," katanya.

Terkait hal itu, beberapa Pakar Hukum Pidana pun turut memberi tanggapannnya terhadap polisi yang telah memastikan penghentian proses hukum Andi Arief.

1. Penghentian proses hukum Andi Arief adalah kewenangan penyidik

IDN Times/Fitang Budhi Adhitia

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai bahwa penghentian proses hukum kasus tersebut merupakan kewenangan dari penyidik kepolisian. Bahkan, menurut Abdul, kasus Andi Arief sangat lemah untuk dibawa ke ranah pengadilan.

"Perkaranya dihentikan pun masih kewenangan penyidik. Ketika menangkap AA, polisi tidak bisa menemukan barang bukti apapun kecuali alat bekas sabu dan hasil pemeriksaan urine positif. Secara hukum pembuktian pidana, kasus ini sangat lemah untuk dibawa ke pengadilan," ujar Abdul ketika dikonfirmasi IDN Times, Kamis(7/3) kemarin.

Menurut Abdul, kasus itu justru membuat kerugian bagi nama baik Andi sendiri.

"Yang rugi justru Andi Arief, nama baiknya tercemar, dan terjadi pembunuhan karakter secara pelan pelan," pungkasnya.

Meski begitu, Abdul berharap, Andi Arief dapat kembali dalam dunia politik dan menghindar dari narkoba.

"Saya berharap Andi Arief tetap semangat menghadapi dunia politik ke depan dan menghindari pergaulan yang menjadikan narkotika sebagai teman," ujar Abdul.

2. Polisi harus menerapkan keputusan yang sama kepada semua pihak

Andi Arief (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Dihubungi terpisah, pakar Hukum Pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, mengatakan bahwa keputusan polisi untuk merehabilitasi pengguna narkoba adalah bijaksana. Akan tetapi, lanjut Pohan, Polri sepatutnya menerapkan kebijakan yang sama kepada semua pihak.

"Kalau alasannya tidak cukup bukti, saya kira tidak tepat. Cukup dinyatakan bahwa tersangka bersikap kooperatif dan bersedia untuk menjalani program rehabilitasi," jelas Pohan.

Senada dengan Pohan, Direktur Program Institute For Criminal Justice Reform ( ICJR) Erasmus Napitupulu, menyatakan kalau pihaknya sepakat bahwa pengguna narkoba tidak perlu dipidana, asalkan berlaku kepada semua pihak.

"Kalau dari sisi ICJR memang mendorong dekriminalisasi. Jadi kami sepakat kalau pengguna (narkoba) gak perlu dipidana .Tapi jangan sampai ini pilih-pilih, harus berlaku ke semua (pihak)," jelas Erasmus.

3. Ribuan pengguna narkoba juga direhabilitasi

Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol. Dedi Prasetyo, mengatakan bahwa pihaknya tidak memberikan perlakuan istimewa kepada Andi Arief terkait kasus penyalahgunaan narkoba. Dedi kemudian memaparkan, sepanjang tahun 2018, setidaknya ada 13.039 penyalahgunaan narkoba yang ditangkap lalu menjalani rehabilitasi.

"Tidak hanya saudara AA (yang direhabilitasi). Dari data BNN pada 2018 saja, ada 13.039 penyalahgunaan narkoba direhabilitasi. Saat tertangkap, dia menggunakan, tidak ditemukan barang bukti, dan setelah pemeriksaan terbukti tidak terkait jaringan, direhab," jelas Dedi saat dikonfirmasi kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (6/3).

Dedi menerangkan, tidak semua kasus penyalahgunaan narkoba tanpa barang bukti akan direhabilitasi. Ia menjelaskan, polisi memang menerapkan pemidanaan kepada pengguna yang tertangkap tanpa barang bukti. Akan tetapi, setelah didalami ternyata pelaku terlibat dalam suatu jaringan narkoba.

"Pengguna, tidak ada BB (barang bukti)-nya, tapi ternyata dia terlibat jaringan, ya kami pidanakan. Kalau saudara AA sudah kami dalami, tidak terkait jaringan mana pun," terang Dedi.

4. Ada lima metode hukum untuk menyelesaikan kasus narkoba

sickchirpse.com

Dedi kemudian menjelaskan, ada lima metode hukum yang diterapkan kepolisian untuk menyelesaikan kasus penyalahgunaan narkoba. Pertama, dengan teori penyelesaian absolut.

"Teori penyelesaian absolut itu pelaku pidana dapat dihukum yang sifatnya adalah pembalasan terhadap perbuatan pidananya, sebagai bentuk pertanggungjawaban individu," kata Dedi

Yang kedua, penyelesaian kasus dengan teori relatif yang sifatnya pencegahan.

"Yang lebih diutamakan sebelum seseorang melakukan suatu pidana."

Kemudian metode penyelesaian yang ketiga adalah gabungan antara absolut dan relatif. Teori ini dikatakan Dedi diterapkan pada pengedar narkoba yang juga pecandu.

"Teori menekankan bahwa penjatuhan hukuman untuk mempertahankan tata tertib dalam masyarakat dan memperbaiki pribadi masyarakat. Contohnya, selain dikenakan hukuman badan bagi pelaku, juga menjalani rehabilitasi bagi pelaku pengedar yang juga sebagai pecandu narkoba," jelas dia.

Yang Keempat, dengan teori treatment yaitu penyelesaian berdasarkan surat edaran Kabareskrim bahwa penyalahgunaan narkotika tidak harus diselesaikan melalui peradilan pidana.

"Mengacu pada Surat Edaran Kabareskrim Nomor 01/II/2018 kemudian merujuk angka 2, huruf b itu disebutkan bahwa tersangka pengguna narkotika yang tertangkap dengan bukti pemeriksaan urine positif, sedang tidak ada ditemukan barang bukti pada tersangka, itu dapat diterapkan restorative justice," kata Dedi.

Metode yang terakhir adalah dengan perlindungan sosial atau social defence.

"Mengintegrasikan individu ke dalam tertib sosial dan bukan pemidanaan perbuatannya. Ini lebih banyak digunakan dalam hukum adat atau hukum-hukum yang sanksinya adalah denda adat atau denda berupa materiil, yang dibebankan pada pelaku sesuai dengan aspirasi-aspirasi masyarakat pada umumnya," pungkasnya.

Andi sebelumnya ditangkap di Hotel Peninsula, Jakarta Barat pada minggu (3/3) karena diduga mengkonsumsi narkoba jenis sabu. Andi juga telah dinyatakan positif mengkonsumsi sabu berdasarkan hasil pemeriksaan tes urine. Meski begitu, dalam penggeledahan di kamar hotel yang dihuni Andi, tidak ditemukan adanya barang bukti narkoba tersebut.

Editorial Team