Jemaah calon haji Indonesia usai salat zuhur di Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi, Sabtu (17/5/2025). (Media Center Haji/Rochmanudan)
Pada saat pelaksanaan ibadah haji di Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi, jemaah sering kali terpisah dan tertinggal dari rombongan hingga akhirnya tersesat, kebingungan, dan bahkan panik. Lantas apa saja yang harus dilakukan?
Pertama, jemaah diimbau selalu membawa identitas atau dokumen. Sebelum berangkat dari hotel tempat menginap, jemaah mesti memastikan diri membawa identitas berupa gelang, kartu identitas haji, paspor, alamat hotel, atau perlengkapan lain yang dibutuhkan sebagai tanda pengenal.
Jangan lupa uang saku secukupnya, jika ada kebutuhan mendesak seperti lapar atau tiba-tiba harus pulang ke hotel dengan menggunakan taksi. Kedua, jemaah selalu mengingat pintu masuk. Ada banyak sekali pintu masuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Apalagi, pintu-pintu tersebut memiliki bentuk yang sama.
Namun, setiap pintu memiliki nama dan nomor sendiri-sendiri. Misalnya di Masjidil Haram ada pintu Babussalam bernomor 24, Bab Umrah no 62, Bab Fath no 45, dan lainnya. Lebih aman, sebelum masuk, pintu dan nomornya difoto untuk menghindari lupa.
Ketiga, menentukan titik kumpul. Titik kumpul bisa di dalam atau di luar masjidil. Untuk di dalam Masjidil Haram, titik kumpul yang paling gampang adalah area yang mengarah ke tempat sa’i. Terdapat lampu yang menunjukkan arah tersebut, sehingga mudah dilihat dari jauh.
Titik kumpul di luar masjid berupa pintu-pintu masuk dengan nomor yang sudah ditentukan. WC di Masjidil Haram juga diberi nomor tertentu yang menjadi penanda dapat dilihat dari jauh dengan mudah. Titik kumpul bisa ditentukan tak jauh dari toilet.
Keempat, selain menentukan titik kumpul, juga perlu disepakati waktu kumpulnya. Jangan sampai sebagian jemaah asyik menjalankan ibadah, sementara yang lainnya diminta menunggu. Kecepatan masing-masing jemaah dalam menjalani thawaf berbeda-beda.
Namun, baik yang cepat maupun yang lambat, masing-masing harus memahami kepentingan bersama. Di Zamzam Tower terdapat sebuah jam besar yang jadi penanda waktu yang menjadi panduan, jika jemaah tidak membawa jam tangan.
Kelima, jangan paksakan baca buku doa. Beberapa kasus jemaah terpisah terjadi karena selama menjalani thawaf, mereka membaca doa-doa tertentu yang ada di buku atau sekarang dengan mudah diakses melalui HP. Karena fokus pada bacaan, mereka terlepas dari rombongan. Jemaah dapat membaca talbiyah atau bacaan lain yang baik.
Keenam, menggunakan seragam. Ini secara khusus gampang bagi jemaah perempuan. Sejumlah rombongan menggunakan seragam jilbab dengan warna tertentu, sehingga bisa dilihat dari jauh, baik bagi jemaah yang terlepas dari rombongannya untuk kembali berkumpul, atau bagi ketua rombongan untuk mencari jemaahnya yang tertinnggal.
Ketujuh, membawa alat komunikasi. Dengan membawa ponsel, anggota jemaah yang terlepas atau ketua rombongan bisa saling menghubungi. Bahkan, bisa membuat panggilan video untuk mengetahui posisi masing-masing dan mengarahkan titik kumpul terdekat yang paling memungkinkan.
Sebelum berangkat, jangan lupa mengisi HP dengan paket haji, karena akan terkena roaming selama di Arab Saudi dengan tarif mahal jika menggunakan paket normal. Nomor telepon lokal Arab Saudi juga bisa dibeli dengan menunjukkan paspor.
Kedelapan, menghubungi petugas. Jika rombongan sudah pergi lebih dulu karena terlalu lama menunggu atau sebagian sudah terlalu capek sehingga butuh istirahat, maka jemaah yang tertinggal dapat menghubungi petugas haji berseragam yang akan membantu, baik di dalam area mataf (area tawaf) maupun di luarnya.
Sedangkan, di dalam mataf, terdapat srikandi yang membantu. Pilihan petugas perempuan ini dikarenakan mereka dapat masuk ke area mataf dengan menggunakan seragam petugas haji.
Sementara jemaah laki-laki yang diizinkan ke area mataf hanya yang menggunakan baju ihram. Petugas perlindungan jemaah (Linjam) dari sektor khusus Masjidil Haram terus mengawasi area tersebut, untuk memastikan keamanan jemaah haji Indonesia.