TNI Produksi Obat, Komisi I: Bagian OMSP, Bukan Dwifungsi ABRI

- TNI memiliki pabrik besar untuk produksi obat
- Produksi obat melibatkan tiga matra TNI
- Harga obat-obatan di Indonesia masih mahal
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono menilai keterlibatan TNI memproduksi obat-obatan bukan bagian dari dwifungsi ABRI.
TNI memiliki operasi militer perang dan operasi militer selain perang. Menurut Dave, kerja sama TNI dan BPOM ini termasuk bagian OMSP.
"Saya rasa tidak ya, saya rasa tidak. Karena kan TNI memiliki operasi militer perang dan operasi militer selain perang. Jadi ini bisa masuk ke kategori tersebut," kata Dave Laksono, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
1. TNI punya pabrik besar untuk produksi obat

Dave menambahkan, TNI memiliki kapasitas pabrik yang besar-besar dan juga memiliki rumah sakit yang cukup banyak tersebar di seluruh pelosok negeri.
Ia juga tidak masalah selama kerja sama TNI dan BPOM tersebut dijalankan sesuai aturan dan perundang-undangan sesuak standar kesehatan Indonesia.
"Jadi kesepakatan itu selama dijalankan sesuai dengan aturan dan undang-undang dan standar akan kesehatan Indonesia, ya itu sangat baik untuk dilaksanakan," kata Legislator Golkar itu.
2. Produksi obat libatkan tiga matra TNI

Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menyebut, pemerintah akan berupaya memproduksi obat secara mandiri dengan harga terjangkau. Produksi obat tersebut akan melibatkan tiga matra TNI.
Hal tersebut disampaikan Sjafrie usai menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar, terkait optimalisasi bidang farmasi dan kesehatan, di Kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan), Jakarta, Selasa (22/7) malam.
“Semua laboratorium farmasi yang ada di TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan juga TNI Angkatan Udara kita konsolidasikan menjadi satu farmasi pertahanan negara yang memproduksi obat," ujar Sjafrie.
Nantinya, kata Menhan, obat-obatan yang diproduksi Kemhan akan diedarkan untuk masyarakat, salah satunya melalui Koperasi Desa Merah Putih yang belum lama ini diresmikan Presiden Prabowo Subianto.
"Kita juga sudah mulai bekerja memasukkan obat-obatan farmasi kita, produksi kita di gerai-gerai apotik di Koperasi Desa Merah Putih," beber Sjafrie.
3. Harga obat-obatan di Indonesia masih mahal

Sjafrie juga menyoroti mahalnya harga obat-obatan yang saat ini beredar luas di masyarakat. Menurutnya, dengan produksi obat secara mandiri ini, bisa menekan harga obat menjadi lebih murah, atau bahkan bisa didapatkan masyarakat secara gratis.
"Bagaimana diketahui harga obat mahal, sehingga kita memberi obat-obatan atas regulasi dari Badan POM yang dipimpin oleh Pak Taruna Ikrar dengan harga yang murah. Dan sekarang kita pikirkan bagaimana caranya harga murah itu turun lagi menjadi obat-obatan gratis yang diperlukan oleh rakyat,” kata dia.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menyambut baik rencana yang akan dilakukan bersama Kemhan untuk memproduksi obat mandiri ini. Sebab, mayoritas obat yang ada di Indonesia masih impor.
“Kita masih 94 persen impor dari berbagai negara. Khususnya dari India, dari China, sebagian dari Eropa, khususnya Belanda dan Jerman, dan Amerika. Tentu hal yang sangat krusial itu adalah hubungannya dengan, kita tahu bahwa obat ini bagian dari hal yang sangat penting, kebutuhan masyarakat kita,” tutur Taruna.