Mengenang Guyonan Gus Dur dengan Megawati

Hari ini Megawati dilantik jadi Presiden kelima RI

Jakarta, IDN Times - Hari ini atau 22 tahun lalu Megawati Soekarnoputri dilantik menjadi Presiden kelima RI. Persisnya pada 23 Juli 2001, menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Megawati menjabat presiden hingga 20 Oktober 2004.

Megawati dilantik usai MPR RI mengadakan Sidang Istimewa MPR pada 2001, menyikapi langkah Presiden Gus Dur yang membekukan lembaga MPR/DPR dan Partai Golkar. Megawati sebelumnya merupakan wakil presiden Gus Dur sejak 1999 hingga 2001. 

Megawati Soekarnoputri yang merupakan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) itu sempat mengenang guyonan dengan mendiang Gus Dur. Hal itu disampaikan Megawati dalam acara Malam Anugerah Satu Abad Nahdatul Ulama (NU) pada Jumat, 3 Februari 2023.

Mulanya, Megawati menceritakan soal undangan dari putri Gus Dur, Yenny Wahid, untuk menghadiri Malam Anugerah Satu Abad Nahdatul Ulama. Saat didatangi Yenny kala itu, dia bernostalgia mengenai kedekatannya dengan Gus Dur dulu.

"Saya suka ngomong agak Jawa-Jawa juga, 'Yuk, Yen, kene nostalgila', 'Opo mbak' panggil saya mbak. 'Urusan bapakmu iku lho, jadi dia itu sahabat kental saya'," tutur Megawati dalam acara yang juga disiarkan melalui saluran YouTube TVNU itu.

Baca Juga: Megawati Umumkan Cawapres Ganjar September 2023

1. Pengalaman Megawati dengan warga Nahdliyin

Mengenang Guyonan Gus Dur dengan MegawatiBendera NU (nu.or.id)

Megawati menceritakan sebuah pengalaman ketika didatangi rombongan yang menggunakan peci, baju koko, dan sarung, serta mengenakan sandal.

"Terus bapak saya (Sukarno) bilang 'itu pejuang'. Kami dari kecil sudah mendengar kata pejuang. 'Pejuang apa?' saya tanya 'Iya itu dari kalangan NU'," kata dia.

"Jadi makanya kalau lihat, mohon maaf, yang duduk di sini seperti Pak Ma'ruf (Wapres) segala, saya sudah gak pangling lah karena sudah dari dulu saya tahu kalau tamu yang tidak bersepatu itu sudah pasti adalah itu orang dari kalangan NU, mohon maaf," tuturnya, yang disambut tawa hadirin.

2. Megawati kenang guyonan Gus Dur

Mengenang Guyonan Gus Dur dengan MegawatiMendiang Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (www.nu.or.id)

Megawati juga menceritakan sebelum Gus Dur dan ia bersanding sebagai presiden dan wapres, keduanya sudah bersahabat.

"Jadi ketika ketemu dengan saya, saya punya acara, mohon maaf di sini bukan ngomong politik tapi saya memang ketua umum partai. Jadi waktu itu masih PDI. Jadi ternyata ketua cabang PDI dan ketua cabang NU-nya, itu rupanya bersahabat. Jadi, ndak tahu yang mana PDI, yang mana NU," kata Megawati.

"Nah, Gus Dur itu bilang sama saya mula mulanya begini 'Mbak, rupane kene iki, mesti kok PDI karo NU itu podo'. 'Podone opo, mas?' saya bilang begitu. Guyonan melulu kalau sama Gus Dur," sambungnya.

Kala itu, NU sedang membangun kantor perwakilan. Singkat cerita, menulis surat terkait kurang dana pembangunan kantor cabang. Dalam surat itu, Gus Dur meminta tolong untuk dibelikan eternit yang sebenarnya adalah internet.

"Jadi, ketika Gus Dur sudah datang melihat ke atas bilang 'Loh wes bar iku' gitu kan. 'Mboten, mboten niku. Niku lho nek teknologi-teknologi itu lho'. Apa coba? Internet. Jadi dengan segala hormat saya saya sangat ingat satu siteris itu histeris. Jadi benar kalau Gus Dur bilangnya 'Iyo yo mbak', 'Iya mas ya, podo yo salahe' aku bilang. Ya itu lah aku bilang rakyat namanya," ujra Megawati, kembali disambut tawa hadirin.

3. Jejak Megawati di politik

Mengenang Guyonan Gus Dur dengan MegawatiKetua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (Dok. PDIP)

Megawati yang memiliki nama lengkap Dyah Permata Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Ia merupakan putri sulung Presiden pertama RI sekaligus Proklamator Kemerdekaan Indonesia, Sukarno, dan Fatmawati.

Dikutip dari laman PDIP, Megawati memulai pendidikannya dari SD hingga SMA di Perguruan Cikini, Jakarta. Ia juga pernah belajar di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967), dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972).

Keputusan Megawati terjun ke politik sebenarnya dianggap mengingkari kesepakatan keluarganya. Karena trauma akibat politik setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965 hingga berujung pencopotan yang dilakukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) terhadap Sukarno dari jabatan presiden seumur hidup. Putra-putri Sukarno pernah bersepakat tidak terjun ke bidang politik.

Sebelum bergabung ke partai, Megawati beserta suami keduanya, mendiang Taufik Kiemas, menjadi pengelola SPBU di Jakarta.

Awalnya, Megawati menolak bergabung ke partai, tetapi Sabam kemudian membujuk Megawati melalui suaminya. Akhirnya pada 1987, Megawati dan adiknya Guruh Soekarnoputra, masuk daftar calon anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Kala itu, Megawati dianggap sebagai pendatang baru di kancah politik. Namun, ia lantas tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI. Taktik itu berhasil mendongkrak perolehan suara PDI. Megawati lantas terpilih menjadi anggota DPR/MPR.

Baca Juga: Puan Beri Sinyal Prabowo akan Bertemu dengan Megawati

4. Megawati dan rezim Orde Baru

Mengenang Guyonan Gus Dur dengan Megawati(Setpres)

Pada 1993, Megawati terpilih sebagai Ketua Umum PDI melalui Kongres di Surabaya. Sejak dibentuk pada 10 Januari 1973, PDI kerap mengalami konflik internal. Persoalan semakin meruncing ketika pemerintahan Orde Baru ikut campur.

Perseteruan di tubuh PDI memanas ketika Megawati dicalonkan sebagai Ketua Umum dalam Kongres Luar Biasa (KLB) PDI yang digelar di Asrama Haji Sukolilo pada 2-6 Desember 1993.

Pemerintahan Orde Baru kemudian menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati. Namun, anggota PDI yang hadir saat itu tidak menghiraukan larangan pemerintah dan menetapkan Megawati sebagai Ketum DPP PDI periode 1993-1998 secara de facto.

Kemudian, dalam Musyawarah Nasional (Munas) PDI yang digelar pada 22-23 Desember 1993 di Jakarta, mengukuhkan Megawati sebagai Ketum DPP PDI secara de jure. Namun suara internal PDI tidak bulat untuk mendukung Megawati.

Gejolak di tubuh partai berlambang kepala banteng itu memuncak pada 20 Juni 1996. Saat itu pendukung Megawati bentrok dengan aparat keamanan yang menjaga kongres di Asrama Haji Medan, Sumatra Utara, yang berlangsung pada 22-23 Juni 1996.

Sementara, pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto menetapkan Suryadi sebagai Ketua Umum DPP PDI pada 15 Juli 1996. Sejak saat itu massa pro Megawati terus menyuarakan protes kepada pemerintah.

Pendukung Megawati lantas menggelar orasi Mimbar Demokrasi di halaman kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro nomor 58, Jakpus, pada 27 Juli 1996. Ketika kegiatan berjalan, sejumlah massa yang mengenakan kaus merah yang mengklaim berasal dari kubu Suryadi mengepung dan menyerang para pendukung Megawati.

Dengan cara itu, pemerintah berhasil menutup jalan bagi Megawati untuk ikut serta dalam Pemilu 1997. Megawati tidak tinggal diam. Pada 1997, pendukung Megawati membentuk koalisi tidak resmi dengan PPP bernama gerakan Mega Bintang. Tujuannya adalah mengalihkan suara kelompok pro Megawati kepada PPP.

Namun, pemerintah Orde Baru saat itu melarang kampanye yang menampilkan atribut atau alat peraga dengan jargon Mega Bintang. Sepak terjang Megawati dan pendukungnya di PDI kembali menguat setelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya pada 21 Mei 1998.

Peristiwa itu menandai berakhirnya era rezim Orde Baru. Dalam Kongres ke-V PDI di Denpasar, Bali, Megawati ditetapkan sebagai Ketua Umum PDI periode 1998-2003. Dia juga menetapkan nama PDI Perjuangan (PDIP) sebagai pembeda dari PDI pada 1 Februari 1999, supaya bisa mengikuti pemilu dan tetap berdiri sampai hari ini.

Setelah menuntaskan masa tugasnya sebagai orang nomor satu di Indonesia pada 20 Oktober 2003, Megawati menjajal peruntungannya di Pilpres 2004 berpasangan dengan Hasyim Muzadi. Namun, ia dikalahkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla yang tak lain adalah dua menteri Megawati di Kabinet Gotong Royong.

Megawati kembali mencalonkan diri sebagai presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto pada Pilpres 2009. Namun, lagi-lagi dia dikalahkan SBY yang menggandeng Boediono.

 

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

https://www.youtube.com/embed/v9alPt4aYTk

Topik:

  • Dwifantya Aquina
  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya