Buron 13 Tahun, Pelarian Koruptor Ini Berakhir di Bengkulu
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Seorang terpidana kasus korupsi alias koruptor yang telah menjadi buronan selama 13 tahun, yakni Lim Kiong Hin alias Aheng ditangkap. Pelariannya berakhir di Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
Aheng telah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 2009, usai dia ditetapkan sebagai terpidana kasus korupsi oleh Pengadilan Tinggi Pontianak.
"Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Pontianak telah menetapkan Aheng sebagai terpidana lantaran terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Setelah berstatus terpidana, Aheng sempat melakukan perlawanan hingga ke tingkat peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung, namun permohonan terdakwa ditolak," kata Asisten Intelijen Kejati Bengkulu, Muchamad Jodhy Ismono dilansir ANTARA, Selasa (29/3/2022).
1. Kronologi penangkapan Aheng yang telah bersembunyi 13 tahun
Awalnya, Kejati Bengkulu menerima informasi dari Kejati Kalimantan Barat (Kalbar) bahwa Aheng berada di wilayah Bengkulu. Usai menerima informasi, Kejati Bengkulu melakukan penangkapan terhadap Aheng di wilayah Ipuh.
Kini, Aheng ditahan sementara di Rutan Kejari Bengkulu, kemudian akan diberangkatkan ke Kalbar.
Baca Juga: Buron Sejak 2018, Koruptor Proyek Jalan di Asahan Ditangkap
2. Rentetan kasus korupsi Aheng
Kasus korupsi bermula saat Aheng menjabat sebagai Komisaris PT Sinar Kakap. Kala itum dia mengajukan permohonan fasilitas kredit modal kerja ke Bank BNI Cabang Pontianak melalui kredit investasi senilai Rp4,5 miliar dan Kredit Modal Kerja sekitar Rp500 juta.
Editor’s picks
Untuk mendapatkan persetujuan, Aheng menyerahkan data seperti Legalitas Usaha, Manajemen Usaha serta Daftar Rencana Investasi (Project Cost) PT Sinar Kakap.
Uang itu dia gunakan untuk membangun pabrik pengolahan hasil laut senilai Rp5,1 miliar, dan pembangunan pabrik es kapasitas 60 ton per hari senilai Rp2,8 miliar.
Setelah itu, Aheng membuat dan menyerahkan invoice serta kuitansi palsu untuk membuktikan bahwa PT Sinar Kakap turut membiayai proyek-proyek tersebut melalui pembiayaan sendiri yang nilainya telah di-mark up olehnya.
Tak sampai di situ, Aheng kembali mengajukan pinjaman tambahan ke BNI Cabang Pontianak melalui fasilitas kredit modal kerja sebesar Rp2 miliar, dengan jaminan kapal kargo “Bali Express” senilai Rp900 juta yang dinaikkan menjadi Rp2,4 miliar.
Kemudian, pada 25 Januari 2002, Aheng lagi-lagi mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja transaksional kepada BNI Cabang Pontianak sebesar Rp1,3 miliar, dan pada 11 April 2002 mengajukan lagi sebesar Rp8 miliar.
Adapun penggunaan uang dari pinjaman dianggap melanggar ketentuan tepatnya melanggar Pedoman Kebijakan Prosedur Kredit Wholesale dan Middle Market I Bab II Sub Bab H Sub Bab 03. Aheng dinyatakan telah menyalahgunakan fasilitas kredit yang diberikan oleh BNI Cabang Pontianak tanpa persetujuan dari pejabat BNI.
Akibat aksi itu, Aheng telah menyebabkan BNI Cabang Pontianak mengalami kerugian sebanyak Rp16 miliar lebih.
3. Aheng sempat diputus bebas pada 2007
Pada 2007 lalu, Aheng sempat diputus bebas oleh Pengadilan Negeri Pontianak. Namun, 1 tahun kemudian, tepatnya 2008, dia dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tinggi Pontianak pada tingkat banding.
Aheng divonis lima tahun penjara dan denda Rp100 juta, serta kewajiban mengganti kerugian BNI Cabang Pontianak senilai Rp16,448 miliar. Dia sempat mengajukan kasasi pada 2009, namun ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Pada 2013, dia juga telah mengajukan Upaya Peninjauan Kembali (PK), tetapi ditolak.
Baca Juga: Suami Istri Member DNA PRO di Bengkulu Rugi Rp1,5 Miliar!