Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto ketika mengikuti rapat komisi I DPR. (www.instagram.com/@sjafrie.sjamsoeddin)
Dalam petitumnya, para pemohon meminta Mahkamah menyatakan pembentukan UU TNI tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Mereka juga meminta agar UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tetap berlaku.
Tak hanya itu, para pemohon juga mengajukan provisi agar Mahkamah menunda pemberlakuan UU TNI terbaru sampai putusan final dikeluarkan. Mereka meminta Mahkamah memerintahkan Presiden dan DPR tidak menerbitkan peraturan pelaksana atau kebijakan strategis berdasarkan UU tersebut.
Provisi ini diajukan karena implementasi UU TNI sudah berjalan, termasuk dalam kasus Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Muhammad Ali yang belum pensiun per 1 Mei 2025 serta pernyataan resmi dari Brigjen TNI Wahyu Yudhayana yang menyebut TNI AD terlibat dalam 71 dapur program Makanan Bergizi Gratis (MBG).
Perkara ini disidangkan oleh Majelis Hakim Panel yang dipimpin Ketua MK, Suhartoyo bersama Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh dan M Guntur Hamzah. Suhartoyo menekankan, Mahkamah menggunakan sistem peradilan cepat untuk uji formil dan provisi tidak mudah dikabulkan karena menyangkut substansi permohonan.
“Ini relevan tidak putusan provisi dijatuhkan karena itu sudah bagian dari penilaian akan substansi,” ujar Suhartoyo.
Dia juga mencontohkan putusan provisi pada UU Cipta Kerja yang baru keluar setelah Mahkamah memeriksa substansi permohonan materiil.
Sebelum menutup sidang, Suhartoyo memberi kesempatan kepada para pemohon untuk memperbaiki permohonan dalam waktu 14 hari. Dokumen perbaikan harus diterima MK paling lambat Selasa, 27 Mei 2025.