Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Usai Insiden Garut, Pakar Militer Usul TNI Punya UU Pemusnahan Amunisi

Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan, Universitas Padjajaran, Muradi. (IDN Times/Debbie Sutrisno)
Intinya sih...
  • Guru Besar Universitas Padjajaran usulkan TNI miliki undang-undang khusus soal pemusnahan amunisi kedaluwarsa.
  • Tata cara disposal amunisi di TNI AD, AL, dan AU berbeda-beda, perlu integrasi aturan.
  •  

Jakarta, IDN Times - Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan dari Universitas Padjajaran, Muradi, mengusulkan agar TNI sebaiknya memiliki undang-undang khusus tentang tata cara pemusnahan amunisi kedaluwarsa atau tidak lagi terpakai.

Hal itu menyusul adanya tragedi peledekan amunisi kedaluwarsa di Desa Sagara, Kabupaten Garut, Jawa Barat yang menewaskan anggota TNI dan warga sipil. Menurut dia, undang-undang itu komprehensif mencakup ketiga matra di TNI dan Polri. Selama ini, kata dia, aturan untuk pemusnahan amunisi hanya didasarkan pada prosedur tetap (protap) yang dibuat oleh masing-masing matra di TNI. 

"Jadi, tata cara disposal amunisi di TNI AD, dengan TNI AL dan TNI AU berbeda-beda dan tidak integrasi. Mereka mengacu kepada aturan internal saja," ujar Muradi ketika dihubungi IDN Times, dikutip Rabu (14/5/2025). 

Ia menambahkan, ada sejumlah aturan mulai dari Perpres, Peraturan Menhan hingga Peraturan Kapolri soal penggunaan amunisi. Namun, dalam aturan-aturan tersebut, tak ada satu pun poin yang menyebut tata cara pemusnahan amunisi yang sudah tidak terpakai. 

"Yang ada di dalam aturan itu adalah pembelian atau pengadaan, penggunaan dan habis pakai. Amunisi yang habis pakai ini penting untuk dijelaskan. Apakah amunisi yang sudah habis pakai ini hanya menjadi tanggung jawab dari pengguna saja atau bersama dengan produsen (amunisi)?" kata dia. 

Muradi kemudian mengacu ke militer di sejumlah negara yang melibatkan produsen amunisi dalam proses pemusnahan.

"Katakanlah kita punya PT Dahana, PT Pindad, mereka bisa ikut supervisi (pemusnahan amunisi) di situ," kata dia. 

1. TNI tidak seharusnya melakukan pemusnahan di lahan milik BKSDA Garut

(IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Muradi mengatakan, tidak seharusnya TNI melakukan pemusnahan amunisi yang sudah kedaluwarsa di lahan milik Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kabupaten Garut. Sebab, TNI tidak memiliki kewenangan penuh di lahan tersebut.

"Area khusus disposal itu, mirip dengan konsep pembuangan sampah. Jadi, di situ ada penampungan, pemilahan hingga penghancuran. Tidak bisa prosesnya hanya sekedar menggali tanah, amunisi dimasukan ke situ dan dihancurkan," kata dia. 

Muradi menilai, pelibatan warga sipil untuk membantu pemusnahan tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Kecuali, warga sipil itu memiliki sertifikasi dan pengetahuan mumpuni mengenai amunisi militer. 

"Kan orang-orang zeni TNI sendiri lebih jago (melakukan pemusnahan). Ya, ini mah karena malas aja. Ini kan seharusnya yang mengerjakan adalah teman-teman tentara di level bawah, mengumpulkan (amunisi) ke dalam truk, clearance, baru warga boleh memilih. Sekarang, warganya malah diundang (untuk membantu proses pemusnahan amunisi)," tutur dia. 

Padahal, seharusnya dilakukan pengamanan ketat di area pemusnahan amunisi di Desa Sagara, Kabupaten Garut itu. Selain itu, sosialisasi seharusnya dilakukan kepada warga sekitar tiga hari sebelum aktivitas pemusnahan agar mereka menjauhi titik pemusnahan amunisi. 

"Yang ada kan mereka kaget karena ada ledakan. Artinya, prosedur pemberitahuan saja tidak terjadi," kata dia.

2. Area pemusnahan amunisi harus berjarak 30 kilometer dari permukiman warga

Proses sterilisasi yang dilakukan oleh aparat di lokasi peledakan amunisi kedaluarsa di Kampung Cimerak, Desa Sagara, Kecamatan Cibalon, Kabupaten Garut (IDN Times/Azzis Zulkhairil)

Muradi juga menjelaskan, TNI AD memiliki sejumlah tanah yang dapat digunakan untuk pemusnahan amunisi. Namun, area itu harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Pertahanan (RTRW HAN) yang fokus pada kepentingan pertahanan negara, meliputi perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang untuk mendukung fungsi pertahanan. 

Contohnya, kata dia, lokasi gudang amunisi daerah milik Kodam Jaya yang berlokasi di Ciangsana, Bogor. Semula area tersebut merupakan hutan dan jauh dari pemukiman warga. Namun, permukiman warga justru terus mepet ke gudang amunisi milik TNI AD tersebut. 

"Kenapa itu terjadi? Karena tata kelola RTRW HAN-nya tidak berjalan. Normalnya di banyak tempat sekitar 30 kilometer dari lokasi (pemusnahan ke permukiman warga). Tapi, kini area pertahanan itu dikepung permukiman. Mirip seperti yang terjadi di PT Pindad sekarang," kata dia. 

Sementara, lokasi pemusnahan amunisi di lahan milik BKSDA masih dekat dengan pemukiman warga. 

3. Area pemusnahan amunisi baru bisa didekati warga sipil satu minggu kemudian

Deretan peristiwa amunisi yang meledak di Indonesia. (IDN Times/Aditya Pratama)

Muradi juga memberi catatan, seharusnya area yang dijadikan pemusnahan amunisi tidak boleh langsung didekati oleh prajurit TNI AD atau warga sipil tak lama setelah diledakan. Mereka seharusnya menerapkan proses pendinginan yang berdurasi satu hingga tujuh hari. 

"Ini setelah diledakan, malah titik itu didatangi, ya, meledak lagi lah," kata Muradi. 

Dalam peristiwa di Kabupaten Garut itu, ada 13 orang yang meninggal dunia. Sembilan di antaranya warga sipil dan empat merupakan prajurit TNI AD. Salah satu prajurit TNI AD yang gugur adalah Kepala Gudang Pusat Amunisi (Gupusmu) III Pusat Peralatan TNI AD, Kolonel Cpl Antonius Hermawan. Amunisi yang dimusnahkan merupakan daftar ventaris dari gudang yang diawasi oleh Antonius. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Deti Mega Purnamasari
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us