Bawaslu Sebut Dalih KPU Batasi Akses Silon Terkait Data Pribadi Keliru

Bawaslu adukan KPU ke DKPP

Jakarta, IDN Times - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyoroti alasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang disebut membatasi akses Sistem Informasi Pencalonan (Silon), dengan dalih menjaga data pribadi bakal calon anggota legislatif (caleg).

Hal itu disampaikan Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Perkara Nomor 106-PKE-DKPP/VIII/2023, yang digelar di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta Pusat, Senin (4/9/2023).

Dalam perkara itu, Bawaslu sebagai pengadu mengadukan jajaran komisioner KPU RI terkait terbatasnya akses Silon.

Baca Juga: Diadukan ke DKPP, KPU Bantah Batasi Akses Silon ke Bawaslu

1. Bawaslu nilai KPU keliru soal aturan Keterbukaan Informasi Publik

Bawaslu Sebut Dalih KPU Batasi Akses Silon Terkait Data Pribadi KeliruDewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan terkait laporan Bawaslu terhadap KPU yang diduga melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Lolly menjelaskan Bawaslu sudah tiga kali mengirimkan surat kepada KPU untuk membuka akses Silon secara menyeluruh. Namun, dia menyayangkan, KPU justru tetap membatasi akses data dan dokumen Silon ke Bawaslu. KPU berdalih, pembatasan akse Silon itu memuat informasi rahasia dengan menggunakan dasar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008.

Menurut Lolly, alasan yang disampaikan KPU melalui surat balasan dengan Nomor 725/PL.01.4-SD/05/2023 itu tidak beralasan menurut hukum.

Dia lantas mengacu pada UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Aturan itu menjelaskan bahwa pemohon informasi publik adalah warga negara dan atau badan hukum Indonesia.

Sedangkan yang menyediakan, memberikan, dan menerbitkan informasi publik yaitu badan publik yang merupakan lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Termasuk yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Di dalamnya juga termasuk organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan APBD, sumbangan masyarakat, dan luar negeri.

Dengan demikian, Lolly menuturkan, seharusnya KPU memahami permintaan akses di Silon bukan dalam konteks permohonan Informasi Publik.

"Apabila para teradu menggunakan rezim hukum Keterbukaan Informasi Publik berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008, terhadap permintaan akses data dan dokumen pada Silon oleh para pengadu, maka para teradu telah keliru, karena para pengadu bukanlah termasuk dalam Pemohon Informasi Publik," tutur Lolly.

"Seharusnya, para teradu memahami konteks permintaan akses data dan dokumen pada Silon tersebut bukanlah dalam konteks permohonan informasi publik, melainkan dalam rangka melaksanakan tugas pengawasan yang berlaku dalam rezim UU Pemilu," sambung dia.

2. KPU bantah batasi akses Silon ke Bawaslu

Bawaslu Sebut Dalih KPU Batasi Akses Silon Terkait Data Pribadi KeliruDewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan terkait laporan Bawaslu terhadap KPU yang diduga melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sementara itu, Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari membantah membatasi akses Silon sebagaimana yang diadukan Bawaslu ke DKPP.

Hasyim memastikan pihaknya sudah membuka akses Silon kepada Bawaslu. Dia menyebut, tak membatasi akses data dan dokumen terkait bakal calon anggota DPR RI dan DPRD tersebut.

"Bahwa dengan demikian tidaklah benar jika para teradu anggap melakukan pembatasan para pengadu ihwal data dan dokumen Bakal calon anggota DPR dan DPRD," kata dia, dalam sidang.

Sebaliknya, Hasyim mengimbau seharusnya Bawaslu sebagai pihak pengadu memahami konteks prinsip kehati-hatian terhadap data bacaleg di Silon.

Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

"Mestinya para pengadu memahami langkah-langkah para teradu dalam konteks menjalankan prinsip hati-hatian dalam rangka menjaga data dan dokumen bakal calon anggota DPR dan DPRD dalam kerangka yuridis sebagaimana diatur dalam pasal 17 huruf g dan h undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik," tutur Hasyim.

Di samping itu, yang dilakukan KPU dalam menjaga data dan dokumen bacaleg di Silon sudah diberlakukan sejak Pemilu 2019. Dalam kesaksiannya, Hasyim menyebut kebijakan itu sudah diberlakukan, karena dia sendiri saat itu menjabat sebagai anggota KPU.

"Kebijakan yang dimaksud juga berlaku pada Pemilu 2019, ketika saya sebagai teradu juga menjadi bagian dari anggota KPU untuk menyelenggarakan Pemilu 2019," tegas dia.

Selain itu, Hasyim juga menyinggung mengenai aturan kewenangan Bawaslu atas verifikasi administrasi dokumen bakal calon anggota DPR dan DPRD, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Bahwa Pasal 251 ayat 1 Undang-Undang Pemilu mengatur bahwa seluruh Bawaslu Provinsi, Bawaslu kabupaten kota, melakukan pengawasan atas pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bukan melakukan verifikasi. Tapi melakukan pengawasan atas pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bacaleg DPR, DPRD yang dilakukan oleh KPU RI, KPU provinsi, dan KPU Kabupaten Kota," imbuh Hasyim.

Baca Juga: Bawaslu Laporkan Jajaran Komisioner KPU ke DKPP

3. DKPP gelar sidang pemeriksaan

Bawaslu Sebut Dalih KPU Batasi Akses Silon Terkait Data Pribadi KeliruDewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan terkait laporan Bawaslu terhadap KPU yang diduga melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Diketahui, DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Perkara Nomor 106-PKE-DKPP/VIII/2023. Sesuai jadwal, sidang tersebut digelar di Ruang Sidang DKPP Jakarta, Senin (4/9/2023), pukul 09.00 WIB.

Perkara ini diadukan oleh Ketua Bawaslu Rahmat Bagja bersama jajaran Anggota Bawaslu lainnya, yaitu Totok Hariyono, Herywn J.M. Malonda, Puadi, dan Lolly Suhenty. Mereka berstatus sebagai Pengadu I sampai V.

Para pengadu mengadukan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dan enam anggota KPU lainnya, yakni Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz. Dengan demikian, Hasyim dan kawan-kawan merupakan pihak Teradu I sampai VII.

Para teradu didalilkan membatasi tugas pengawasan pengadu berkaitan dengan pembatasan akses data dan dokumen pada Sistem Informasi Pencalonan (Silon), serta pembatasan pengawasan melekat pada Bawaslu berkaitan dengan jumlah personel dan durasi pengawasan.

Selain itu, para teradu juga didalilkan telah melaksanakan tahapan di luar program dan jadwal tahapan pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu, PKPU Nomor 3 Tahun 2022, tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu, serta PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPR Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota.

 

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

https://www.youtube.com/embed/C0ZXxgxYEj0

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya