Debat Bacapres BEM UI Digelar 14 September, Undangan Segera Dikirim

BEM UI akan mulai kirim undangan besok

Jakarta, IDN Times - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menetapkan waktu debat antarbakal calon presiden (bacapres). Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang memastikan, debat itu akan digelar pada 14 September 2023.

"Kami akan melangsungkan program adu gagasan tiap bacapres ini pada 14 September 2023 nanti," kata Melki dalam keterangannya kepada IDN Times, Rabu (23/8/2023).

BEM UI menegaskan, debat bacapres itu akan digelar secara terbuka. BEM UI mengundang seluruh elemen masyarakat, termasuk mahasiswa dan seluruh anak muda.

"Kami mengundang seluruh anak-anak muda, mahasiswa, dan berbagai elemen masyarakat lainnya untuk datang dan melihat ide-ide besar tiap calon pemimpin kita untuk masa depan bangsa," tutur dia.

Melki mengatakan, undangan resmi kepada bacapres akan mulai dikirim pada 24 Agustus 2023.

"Undangan resmi akan kami kirimkan mulai besok untuk tiap Bacapres yang kini ada, baik Ganjar, Anies, maupun Prabowo. Kami akan tunggu respon lanjutan dan keberanian dari tiap kalian untuk beradu gagasan di depan kami semua!," jelas dia.

Baca Juga: Gerindra Sebut Prabowo Siap Penuhi Tantangan Debat Capres BEM UI

1. BEM UI tantang bacapres adu gagasan

Debat Bacapres BEM UI Digelar 14 September, Undangan Segera DikirimKetua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Melki Sedek Huang. (www.instagram.com/@melkisedekhuang)

Sebagaimana diketahui, tantangan adu gagasan antar bacapres itu disampaikan BEM UI menanggapi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan menggelar kampanye di fasilitas pendidikan, tetapi dengan catatan tak membawa atribut.

"Silakan datang ke UI jika berani! Jika memang punya nyali, BEM UI mengundang semua calon presiden/bakal calon presiden untuk hadir ke UI karena kami siap untuk menguliti semua isi pikiran kalian," kata Melki.

"Jika melihat Putusan MK yang tengah diperbincangkan tersebut, tak ada satu pun frasa dalamnya yang menyebutkan memperbolehkan kampanye di kampus, melainkan disebutkan bahwa institusi pendidikan diperbolehkan untuk mengundang para calon dengan tidak membawa atribut dan alat peraga," lanjut dia.

Baca Juga: BEM Tantang Capres Kampanye di UI: Kami Siap Kuliti Pikiran Kalian!

2. Jadi momentum yang tepat bagi akademisi kampus menguji para calon pemimpin

Debat Bacapres BEM UI Digelar 14 September, Undangan Segera DikirimKetua BEM UI Melki Sedek Huang (dok. BEM UI)

Melki menganggap, banyak kampanye terkesan membosankan belakangan ini. Generasi muda bosan melihat banyak kampanye minim substansi dan lip service semata. Apalagi jika ditambah dengan permainan identitas dan pencitraan yang tak perlu.

Oleh sebab itu, kata Melki, Putusan MK bisa dimanfaatkan akademisi untuk menguji gagasan para capres. Kesempatan ini juga untuk mengembalikan citra kampus sebagai lembaga yang kritis.

"Tapi celah kebolehan mengundang para calon pemimpin ke kampus ini harus dimanfaatkan. Sudah saatnya setiap kampus kembali ke marwahnya sebagai tempat pencarian kebenaran guna sebesar-besarnya kemaslahatan bangsa. Tiap calon pemimpin harus diuji kapasitas dan substansinya di dalam kampus secara serius daripada sekadar jualan pencitraan dan kampanye tak bermutu," tegas dia.

3. MK kabulkan sebagian gugatan UU Pemilu soal kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan

Debat Bacapres BEM UI Digelar 14 September, Undangan Segera DikirimGedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan peserta pemilu diperbolehkan melakukan aktivitas kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan. Namun dengan ketentuan, kegiatan politik itu mendapat izin dan digelar tanpa menggunakan atribut kampanye.

Hal itu disampaikan MK dalam Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa (15/8/2023) lalu.

Dalam uji materi tersebut, MK mengabulkan sebagian permohonan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU UU Pemilu) yang diajukan Handrey Mantiri.

Para Pemohon mempersoalkan ihwal larangan kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, yang diatur dalam Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu.

“Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi, saat mengucapkan amar Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023.

MK dalam amar putusan tersebut juga menyatakan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu sepanjang frasa ”Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Selain itu, MK menyatakan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “mengecualikan fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu”.

Dengan demikian, maka Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu selengkapnya berbunyi, “(peserta pemilu dilarang) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu”.

Mahkamah dalam pertimbangan hukum putusan yang dibacakan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, adanya pembatasan-pembatasan penyelenggaraan kampanye memiliki landasan rasionalitas yang kuat guna menjaga integritas, transparansi, dan keadilan dalam proses politik. Secara a contrario, kampanye yang tanpa pembatasan berpotensi menimbulkan penyebaran informasi palsu, fitnah, atau manipulasi dalam upaya memengaruhi pemilih.

Pembatasan kampanye dapat membantu mencegah penyebaran informasi yang menyesatkan atau tidak akurat. Selain itu, dalam perspektif peserta pemilu, pembatasan kampanye membantu mempertahankan kesetaraan (equality) dalam pemilu, sehingga semua kandidat memiliki peluang yang setara untuk meraih dukungan.

Pembatasan kampanye dalam pemilu dapat dilakukan dengan cara membatasi waktu pelaksanaan, media yang digunakan, pendanaan, serta lokasi atau tempat tertentu. Dalam perkara a quo, isu permohonan utama adalah terkait dengan pembatasan kampanye di lokasi atau tempat tertentu, yaitu fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

“Menurut Mahkamah, pembatasan kampanye berdasarkan lokasi atau tempatnya adalah didasarkan pada beberapa prinsip penting yang bertujuan untuk menjaga netralitas dan integritas proses pemilu, mencegah gangguan terhadap aktivitas publik pada tempat-tempat tertentu sehingga mampu mempertahankan prinsip keseimbangan dan sekaligus menjaga prinsip netralitas serta untuk menghindari penyalahgunaan penggunaan fasilitas publik,” kata Enny.

Topik:

  • Dheri Agriesta

Berita Terkini Lainnya