Kontroversi Penghapusan LPSDK, Dana Kampanye 2024 Sulit Diawasi?

KPU hapus LPSDK dalam Rancangan PKPU

Jakarta, IDN Times - Rencana penghapusan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Dana Kampanye Pemilu 2024 menuai kritikan pedas dari berbagai pihak.

Sejumlah organisasi hingga koalisi masyarakat sipil melayangkan protes keras terhadap Rancangan PKPU itu lantaran kebijakannya dinilai justru membuka peluang maraknya politik uang di 2024. Penghapusan laporan dana kampanye peserta pemilu itu juga dianggap tak sejalan dengan kampanye gerakan pemilu bersih. Mereka khawatir justru akan menyebabkan aliran dana ilegal tumbuh subur.

1. Polemik penghapusan LPSDK berawal dari RDP di Komisi II DPR

Kontroversi Penghapusan LPSDK, Dana Kampanye 2024 Sulit Diawasi?Ilustrasi kampanye politik uang (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Polemik penghapusan ketentuan pembukuan dan penyampaian LPSDK bermuara dari keterangan KPU dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Senin (29/5/2024) lalu.

Dalam kesempatan itu, KPU berdalih LPSDK dihapus karena tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Selain itu, KPU menilai masa kampanye pada Pemilu 2024 lebih singkat dibanding Pemilu 2019

Padahal, pada Pemilu 2019 lalu, sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 34 Tahun 2018 tentang Dana Kampanye Pemilu, setiap peserta pemilu diwajibkan oleh KPU untuk menyampaikan LPSDK. Namun, untuk Pemilu 2024, KPU menghapus ketentuan itu dalam Rancangan PKPU.

Baca Juga: KPU Hapus LPSDK, Fahri Hamzah: Pemilu 2024 Semakin Liar!

2. LPSDK dihapus, KPU pastikan tetap tagih laporan sumbangan kampanye

Kontroversi Penghapusan LPSDK, Dana Kampanye 2024 Sulit Diawasi?Ilustrasi kampanye (IDN Times/Galih Persiana)

Ketua Divisi Teknis KPU RI, Idham Holik menjelaskan, penghapusan LPSDK bukan berarti sumbangan dana kampanye tak diawasi. Dia memastikan sumbangan dana kampanye itu tetap akan diawasi namun melalui Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam) oleh KPU.

“Nah sekarang kenapa KPU tidak mengatur kewajiban laporan LPSDK tapi bukan berarti sumbangan dana kampanye tidak disampaikan ke KPU. Sumbangan dana kampanye tetap wajib disampaikan ke KPU, wajibnya itu pada laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye,” kata Idham saat ditemui di Kantor KPU, Jakarta Pusat pada Selasa (6/6/2023).

Menurut Idham, penggunaan Sidakam nantinya justru akan membuat pengawasan terhadap dana kampanye semakin transparan. Dia mengklaim, keterbukaan dana akan lebih baik ketimbang pemilu sebelumnya.

“Justru malah sekarang kami akan mendorong jauh lebih transparan ketimbang yang terdahulu,” jelas dia.

Idham menjelaskan, pertimbangan LPSDK dihapus lantaran masa kampanye di 2024 yang lebih singkat. Meski dihapus, peserta pemilu tetap harus membuat rekening khusus dana kampanye (RKDK) untuk diaudit oleh kantor akuntan publik.

Nantinya, melalui Sidakam peserta pemilu wajib mengupdate secara berkala terkait penerimaan sumbangan dana kampanye ke sistem informasi tersebut.

“Misalnya yang bersangkutan (peserta pemilu) menerima dana kampanye di hari ketiga masa kampanye, di hari keempat kami akan meminta ke mereka untuk mengupdate informasi itu dan ditampilkan ke publik,” tutur dia.

Idham memastikan, Sidakam bisa diakses oleh publik melalui situs infopemilu.kpu.go.id, sehingga publik bisa ikut mengontrol aliran dana kampanye peserta pemilu. Namun, ada beberapa data dalam Sidakam yang tidak ditampilkan. Data itu terkait privasi yang dilindungi oleh undang-undang.

“Berisi tentang dana kampanye, bersifat sumbangan, nilainya disampaikan. yang enggak ditampilkan itu berupa kuitansi, NIK,” tandas dia.

3. Rencana KPU hapus LPSDK lemahkan semangat antikorupsi

Kontroversi Penghapusan LPSDK, Dana Kampanye 2024 Sulit Diawasi?Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini. (IDNTimes/Melani Putri)

Sementara itu, Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini menilai LPSDK merupakan komitmen untuk mewujudkan pemilu bersih dan antikorupsi. Dia menyayangkan penghapusan LPSDK karena berpotensi melemahkan semangat gerakan antikorupsi dan pemilu bersih.

"Penghapusan itu juga bisa melemahkan semangat dan gerakan antikorupsi dan pemilu bersih di Indonesia," kata dia dalam keterangannya.

Titi mengaku heran alasan KPU menghapuskan LPSDK karena tak diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Padahal, LPSDK secara konsisten sudah dipraktikkan sejak Pemilu 2014.

Menurut dia, adanya LPSDK merupakan salah satu upaya menekan potensi korupsi di kontestasi politik. Apalagi skor indeks persepsi korupsi Indonesia merosot ke angka 34 sehingga berada pada peringkat 110 dari 180 negara.

"Penghapusan LPSDK di Pemilu dengan alasan tidak diatur dalam UU Pemilu, pasti juga akan berdampak pada LPSDK di Pilkada. LPSDK ini praktik baik yang mestinya menjadi komitmen semua pihak untuk mewujudkan pemilu bersih dan antikorupsi," jelas dia.

Penghapusan LPSDK dengan alasan pendeknya masa durasi kampanye justru dirasa Titi jadi alasan peserta pemilu akan ekstra mengeluarkan belanja kampanye untuk penetrasi pemilih.

"Agar di waktu yang sempit bisa optimal mempengaruhi pemilih. Di situ lah krusial dan strategisnya LPSDK karena pemilih tidak harus menunggu sampai babak akhir kampanye melalui LPPD kuntuk mengecek pemasukan dana kampanye calon," ucap Titi.

Sehingga waktu yang sempit mestinya tidak jadi masalah, karena UU Pemilu juga mengatur dana kampanye pemilu dicatat dalam pembukuan penerimaan dan pengeluaran khusus dana kampanye pemilu yang terpisah dari pembukuan keuangan partai politik.

"Jadi aktivitas pembukuan memang akan selalu dilakukan peserta pemilu karena merupakan kewajiban melekat bagi mereka. Jadi pelaporan mestinya tidak sulit untuk dilakukan," tutur dia.

"Sangat mungkin ada peserta yang banyak aktivitas kampanyenya tapi tidak jelas pemasukannya dari mana mengingat harta kekayaannya tidak terlalu besar. Apalagi saat ini, caleg kan juga tidak diharuskan membuat laporan harta kekakayaan," imbuh Titi.

4. KPU, DKPP, dan Bawaslu diminta Gelar Rapat Tripartit

Kontroversi Penghapusan LPSDK, Dana Kampanye 2024 Sulit Diawasi?Konferensi pers Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat pada Senin (19/6/2023). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Terpisah, koalisi sejumlah lembaga yang mengatasnamakan Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas meminta lembaga penyelenggara pemilu menggelar rapat tripartit membahas polemik rencana penghapusan LPSDK.

Perwakilan koalisi, Valentina Sagala, menuturkan rapat tripartit itu untuk memastikan KPU mengatur kewajiban peserta pemilu menyusun dan melaporkan LPSDK.

"Mendesak KPU, Bawaslu, dan DKPP melakukan rapat tripartit untuk memastikan KPU mengatur kewajiban peserta pemilu menyusun dan melaporkan LPSDK, disertai pengawasan oleh Bawaslu," kata dia dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Senin (19/6/2023).

Valentina menjelaskan, koalisi masyarakat yang menghimpun ratusan organisasi itu juga menuntut Bawaslu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengaturan KPU. Menurutnya, hal itu untuk memastikan terwujudnya pemilu yang berkepastian hukum dan berintegritas.

"Karenanya, Bawaslu harus segera menerbitkan rekomendasi kepada KPU untuk segera menetapkan kewajiban peserta pemilu menyusun dan melaporkan LPSDK Pemilu 2024," ujar dia menjelaskan.

Baca Juga: LPSDK Dihapus, Bawaslu akan Kesulitan Awasi Dana Kampanye Pemilu 2024

5. Bawaslu kesulitan awasi dana kampanye Pemilu 2024

Kontroversi Penghapusan LPSDK, Dana Kampanye 2024 Sulit Diawasi?Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga pengawas kontestasi politik dan kinerja KPU mengaku kesulitan mengawasi aliran dana kampanye Pemilu 2024. Pasalnya, KPU memutuskan menghapus aturan mengenai LPSDK.

"Ya tentu pengawasan kita akan menjadi agak sulit," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Selasa (13/5/2023).

Meski aturan kewajiban LPSDK bagi parpol peserta pemilu dihapus, Bawaslu menegaskan tetap akan melakukan pengawasan. Salah satunya dengan mengawasi instrumen laporan awal dana kampanye (LADK) dan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK).

Bagja menjelaskan, melalui LADK dan LPPDK, Bawaslu akan membandingkan laporan dana awal dengan akhir kampanye.

"Tapi kan tetap ada LADK dan LPPDK, itu instrumen yang akan kita gunakan dalam melakukan pengawasan," tutur Bagja.

"Laporan awal dan akhir tentu akan kita bandingkan nanti. LPSDK itu kan di tengah-tengah. Dan kami harapkan instrumennya lebih terbuka dibanding 2019 lalu," lanjut dia.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya