MK Endus Pemerintah-DPR Setuju Batas Usia Capres Cawapres Digugat

Jika DPR-pemerintah setuju lebih baik revisi UU

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyoroti pandangan pemerintah dan DPR RI, sebagai pihak terkait dalam agenda pemeriksaan persidangan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya yang mengatur soal batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Uji materi tersebut merupakan sidang pemeriksaan perkara nomor 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023, terkait Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Adapun dalam sidang itu, DPR diwakili anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra, Habiburokhman. Sementara, pemerintah diwakili Staf Ahli Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Togap Simangunsong.

1. Hakim MK nilai jika pemerintah dan DPR setuju, lebih baik revisi UU

MK Endus Pemerintah-DPR Setuju Batas Usia Capres Cawapres DigugatGedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Saldi mempertanyakan urgensi atas gugatan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tersebut. Dia menilai, secara tidak langsung dalam pernyataan DPR dan pemerintah sebagai pihak terkait uji materi, menunjukkan punya pandangan yang sama.

Saldi lantas menyinggung soal batas minimal usia capres dan cawapres yang pernah dibuat DPR dan pemerintah dalam UU Pemilu pada 2008. Saat itu, batas usia minimum yang diatur ialah 35 tahun, tetapi diubah menjadi 40 tahun pada 2017.

Oleh sebabnya, Saldi menegaskan, jika DPR maupun pemerintahan punya pandangan sama soal batas minimal usia capres itu dikembalikan, maka sebaiknya revisi undang-undang di parlemen. Dengan begitu, tidak perlu digugat ke MK.

"Kalau dibaca implisit, walaupun menyerahkan pada kebijaksanaan yang mulia hakim konstitusi, ini kan bersayap, dua-duanya mau," ujar Saldi dalam persidangan yang digelar di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2023).

"DPR juga implisit sudah setuju dan tidak ada perbedaan di fraksi-fraksinya, kelihatan pemerintah juga setuju. Kan sederhana mengubahnya, dibawa ke DPR, diubah undang-undangnya, pasal itu sendiri, tidak perlu tangan Mahkamah Konstitusi," lanjut dia.

Adapun dalam petitum yang dibacakan, DPR dan pemerintah sejalan menyerahkan urusan ini ke MK. Keduanya tak menyatakan secara eksplisit persetujuan atau penolakan terhadap permohonan uji materi batasan usia capres dan cawapres tersebut.

2. Pandangan pemerintah soal gugatan batas usia capres dan cawapres

MK Endus Pemerintah-DPR Setuju Batas Usia Capres Cawapres Digugat(YouTube/Mahkamah Konstitusi)

Staf Ahli Kemendagri, Togap Simangunsong, selaku perwakilan pemerintah mengatakan, aturan mengenai batas usia capres dan cawapres merupakan sesuatu yang bersifat adaptif dan berkembang sesuai dinamika. 

“Juga perlu dipertimbangkan perkembangan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan ketatanegaraan. Salah satunya terkait kebijakan batasan usia bagai capres dan cawapres,” ucap dia.

Togap menegaskan, UUD 1945 juga tidak secara jelas menentukan batas usia minimum pejabat, termasuk capres dan cawapres. Sehingga, dia menilai, UUD 1945 menyerahkan penentuan batas usia tersebut sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Batas usia capres dan cawapres bisa diubah pembentuk undang-undang sesuai kebutuhan perkembangan yang ada.

Bahkan, kata dia, seandainya aturan syarat usia minimum maupun maksimum capres-cawapres tidak diatur dalam undang-undang, maka aturan itu bisa diakomodir dalam peraturan perundang-undangan di bawahnya, dan dipastikan tetap sah serta tidak bertentangan dengan UUD 1945.

"Mungkin saja batas usia bagi keikutsertaan warga negara dalam jabatan atau aktivitas pemerintahan diubah sewaktu-waktu oleh pembentuk undang-undang sesuai kebutuhan perkembangan yang ada. Hal itu sepenuhnya kewenangan pembentuk undang-undang yang tidak dilarang," jelas Togap.

3. DPR nilai ada ruang untuk ajukan uji materi

MK Endus Pemerintah-DPR Setuju Batas Usia Capres Cawapres DigugatGedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta Pusat (dok. MK)

Kemudian, pihak DPR yang diwakili Habiburokhman menyampaikan pandangan terhadap gugatan batas usia capres dan cawapres tersebut.

Senada dengan pernyataan presiden yang diwakilkan Menkumham Yasonna H. Laoly dan Mendagri Tito Karnavian, Habiburokhman menyinggung soal putusan MK sebelumnya, yakni nomor perkara 58/PUU-XVII/2019. Putusan itu mengatakan, batasan usia capres dan cawapres merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang jadi ranah pembentuk undang-undang.

Habiburokhman menegaskan, perubahan dinamika ketatanegaraan perlu dipahami capres sebagai calon penguasa tertinggi suatu negara. Oleh sebabnya, yang bersangkutan perlu memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.

Dia lantas memperkuat pandangannya dengan mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), di mana pada 2045 masyarakat Indonesia kebanyakan berasal dari usia produktif.

Habiburokhman menyimpulkan, penduduk usia produktif akan sangat berperan dalam beberapa tahun mendatang. Termasuk mencalonkan diri sebagai calon pemimpin.

"Oleh sebab itu, penduduk usia produktif dapat berperan serta dalam pembangunan nasional di antaranya, untuk mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres," kata dia di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2023).

Habiburokhman menjelaskan, MK pernah memberikan putusan berbeda terkait aturan batas minimum umur capres dan cawapres pada Putusan MK 15/PUU/V/2007.

Habiburokhman menjabarkan, dalam putusan tersebut disebutkan aturan batas minimum umur capres dan cawapres bukan open legal policy, tapi bisa dinyatakan inkonstitusional.

"Terdapat beberapa pergeseran pendirian MK dalam beberapa putusan terakhir, dari semula legal policy menjadi inkonstitusional," ucap dia.

Oleh sebabnya berdasarkan putusan MK tersebut, dia menilai perubahan dapat dilakukan MK sepanjang memenuhi beberapa hal pokok yang menjadi landasannya. Menurut dia, terdapat ruang untuk diajukan uji materi terhadap norma tentang aturan batas usia capres dan cawapres terhadap UUD 1945.

Uji materi bisa dilakukan sepanjang batasan usia itu melanggar nilai moralitas, intoleran, bertentangan dengan hak dan kedaulatan rakyat, melampaui kebijakan pembentuk UU, penyalahgunaan wewenang, dan bertentangan dengan UUD 1945.

"Terbuka bagi JR (judicial review) terhadap norma yang membuat pengaturan angka penetapan batas usia terhadap UUD 1945, sepanjang batasan usia itu jelas-jelas melanggar nilai moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable," ujar Habiburokhman.

Diketahui, gugatan soal batas minimal usia capres dan cawapres dilayangkan tiga pemohon sekaligus ke MK. Adapun pemohon pertama diajukan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Garuda Yohanna Murtika dan Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana sebagai pemohon dan Desmihardi dan M Malik Ibrohim sebagai kuasa hukum.

Kemudian, pemohon kedua diajukan Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi. Pemohon ketiga, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, dengan kuasa hukum Maulana Bungaran dan Munathsir Mustaman.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya