MK Tolak Gugatan Baru soal Batas Usia Capres-Cawapes

Penggugat ingin kepala daerah yang bisa maju hanya gubernur

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan syarat batas usia capres dan cawapres yang dimuat dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, tentang Pemilihan Umum.

Adapun aturan mengenai batas usia capres dan cawapres itu sebelumnya berubah oleh Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang menuai polemik karena dianggap jadi karpet merah untuk Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres pada Pilpres 2024.

Putusan yang menolak gugatan atas perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 itu dibacakan langsung oleh Ketua MK Suhartoyo.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata dia dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (29/11/2023).

Baca Juga: Bawaslu Putuskan KPU Langgar Aturan Kuota Caleg Perempuan

1. Perubahan syarat usia capres dan cawapres wewenang pembentuk undang-undang

MK Tolak Gugatan Baru soal Batas Usia Capres-Cawapesilustrasi rancangan undang-undang (IDN Times/Aditya Pratama)

Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic P Foekh dalam pertimbangannya menuturkan, terkait usia capres-cawapres merupakan open legal policy atau kewenangan pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Perubahan batasan usia minimal, termasuk kemungkinan menentukan batasan usia maksimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah menjadi kewenangan pembentuk undang-undang untuk menentukannya,” ucap dia, dalam sidang.

Baca Juga: BRIN: Kelembagaan Pemilu Harus Makin Kuat di 2024 dan 2029

2. Jika ada perubahan baru berlaku 2029

MK Tolak Gugatan Baru soal Batas Usia Capres-CawapesIlustrasi Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

Daniel lantas menjelaskan jika ada perubahan dalam syarat usia capres-cawapres dalam UU Pemilu, maka aturan tersebut baru akan berlaku pada Pemilu 2029.

“Mahkamah perlu menegaskan, dalam hal pembentuk undang-undang akan menyesuaikan dengan semua pilihan tersebut, perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 diberlakukan untuk Pemilihan Umum 2029 dan pemilihan umum setelahnya,” ujar Daniel.

Baca Juga: Jokowi Sudah Setujui Cuti Kampanye Mahfud dan Prabowo

3. Gugatan nomor 141 terkait kepala daerah yang bisa maju pilpres cuma gubernur

MK Tolak Gugatan Baru soal Batas Usia Capres-CawapesIlustrasi penyelenggara pemilu. (IDN Times/Sukma Shakti)

Sebagaimana diketahui, aturan mengenai syarat usia capres-cawapres yang baru saja diubah MK dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 digugat lagi.

Penggugat merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama (NU) Indonesia, Brahma Aryana, berusia 23 tahun. Dalam gugatan itu, Viktor Santoso Tandiasa bertindak sebagai kuasa hukum penguggat.

Melalui petitumnya, penguggat menilai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, sebagaimana telah dimaknai MK dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terhadap frasa "yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dia meminta agar ditambahkan frasa baru, "yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat Provinsi".

"Sehingga, bunyi selengkapnya 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pilkada pada tingkat daerah provinsi'," kata Brahma dalam gugatan yang diregister dengan nomor perkara 141/PUU-XXI/2023, dikutip dari situs resmi MK, Kamis (2/11/2023).

Sementara, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra, menemukan kejanggalan dalam norma baru putusan yang mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam komposisi argumentasi lima hakim yang merumuskan norma baru tersebut memutuskan, siapa pun orang yang pernah atau sedang menduduki jabatan publik hasil pemilu, baik Pileg maupun Pilkada, bisa maju sebagai capres-cawapres meskipun belum 40 tahun.

Saldi menjelaskan, lima hakim yang menyetujui hal ini sebetulnya tak kompak. Hakim Konstitusi Anwar Usman, Guntur Hamzah, Manahan Sitompul sepakat tak memberi batasan sejauh mana kepala daerah bisa jadi capres-cawapres. Namun, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh menilai, hanya gubernur yang memenuhi syarat konstitusional untuk bisa maju capres-cawapres.

Senada dengan Daniel, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyetujui hanya gubernur yang memenuhi syarat konstitusional untuk maju capres-cawapres. Dengan catatan, tak semua gubernur memenuhinya. DPR bersama pemerintah sebagai pembentuk undang-undang perlu mengatur lebih lanjut kriteria gubernur tertentu, yang layak maju capres-cawapres.

"Merujuk penjelasan di atas, pilihan jabatan publik berupa elected official termasuk pemilihan kepala daerah, kelimanya berada pada titik singgung atau titik arsir jabatan gubernur. Oleh karena itu, seharusnya amar putusan lima hakim konstitusi yang berada dalam gerbong 'mengabulkan sebagian' adalah jabatan gubernur," kata Saldi saat membacakan pendapat berbedanya (dissenting opinion) di Ruang Sidang, Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Saldi lantas menyinggung amar putusan yang disepakati MK menjadi bunyi Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Padahal, sebenarnya putusan yang disepakati itu hanya merepresentasi pendapat hukum tiga hakim konstitusi saja. Dalam hal ini, Anwar, Guntur, dan Manahan.

"Oleh karenanya, amar putusan a quo seharusnya hanya menjangkau jabatan gubernur saja, sebagaimana menjadi titik temu di antara kelima hakim konstitusi tersebut," ucap Saldi.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya