Soal Gugatan Usia Capres-Cawapres, Cak Imin: Masih Saja Ribet Aturan

Muhaimin dengar rumor putusan MK akan segera dibacakan

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menanggapi polemik gugatan batas usia capres dan cawapres yang masih bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).

Muhaimin menilai, Hakim MK punya otoritas untuk memutuskan uji materi terhadap Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Namun, bakal calon wakil presiden dari Koalisi Perubahan itu menyayangkan polemik aturan syarat pendaftaran capres cawapres itu terjadi menjelang Pemilu 2024.

"Ya hakim MK punya otoritas untuk memutuskan. Tapi mbok ya pemilu sudah dekat gini kok masih saja bikin ribet aja, ini pemilu udah tinggal berapa hari masih saja ribet aturan. Ngerti lah kita ini proses yang begitu rumit, kenegarawanan para hakim ini diuji, ini pemilu tinggal beberapa hari masih bikin aturan," kata Muhaimin di kediamannya, Widya Chandra, Jakarta Selatan, Selasa (27/9/2023).

Baca Juga: Elektabilitas Anies-Muhaimin Kalah dari Ganjar-RK dan Prabowo-Erick

1. Muhaimin dengar rumor MK segera umumkan putusan

Soal Gugatan Usia Capres-Cawapres, Cak Imin: Masih Saja Ribet AturanKetua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (dok. PKB)

Saat ditemui terpisah, Muhaimin mengaku mendengar rumor yang menyebut MK segera mengumumkan putusan terkait gugatan usia capres dan cawapres.

Meski begitu, bacawapres Koalisi Perubahan ini tidak mengetahui informasi lebih lanjut terkait putusan itu. Mengingat informasi yang ia peroleh masih sebatas rumor.

"Katanya mau diumumkan, rumornya. Saya sendiri nggak tahu, baru rumor," kata Muhaimin di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.

Baca Juga: Bikin SKCK, Anies Siap Daftar Pilpres 2024 ke KPU di Hari Pertama

2. Aturan soal batas usia capres-cawapres dinilai bukan ranah MK

Soal Gugatan Usia Capres-Cawapres, Cak Imin: Masih Saja Ribet AturanIlustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) (IDN Times/Axel Joshua Harianja)

Sebelumnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, aturan mengenai batas usia capres dan cawapres tak ideal jika diputuskan oleh MK.

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati menuturkan, aturan mengenai salah satu komponen syarat pencalonan tersebut harusnya dibahas dalam revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Khoirunnisa memastikan, pandangannya tersebut disampaikan saat Perludem menjadi pihak terkait dalam sidang di MK.

"Dengan jadi pihak terkait, dan mengatakan ini bukan ranahnya MK, saya rasa bukan kemudian menolak bahwa anak muda perlu hadir dalam ruang elektoral. Saya rasa itu kemudian jangan digiring ke sana karena tadi, sekarang kalau kita bicara anak muda, semua muda dari sisi tampilannya, dari sisi looknya, tapi mau anak muda yang seperti apa," kata dia dalam diskusi virtual di saluran YouTube PSHK, Rabu (27/9/2023).

Khoirunisa menilai, proses uji materi terkait batas usia capres-cawapres lingkup diskusi dan pelibatan berbagai lapisan masyarakat cenderung lebih sempit. Berbeda jika dilakukan revisi UU, tentu akan lebih banyak melibatkan partisipasi masyarakat secara luas.

Sebab, kata Khoirunisa, definisi batas usia capres yang disebut untuk mengakomodasi potensi anak muda masih abu-abu.

"(Definisi soal anak muda) menurut kami juga tidak bisa dibahas dalam proses uji materi di MK. Karena tadi, pembahasannya adalah melalu revisi UU Pemilu sehingga kita bisa secara tuntas mendefinisikan muda ini, muda yang seperti apa," tutur dia.

"Sementara kita tahu proses di MK berbeda dengan Revisi UU yang publik bisa beri masukan secara lebih komprehensif. Karena kalau di MK yang bisa menyampaikan argumetasi harus jadi Pihak Terkait," lanjut Khoirunisa.

Baca Juga: Kaesang Pangarep Gabung ke PSI, Perkuat Dukungan Jokowi ke Prabowo?

3. Mahfud sebut MK tak punya kewenangan ubah batas usia capres dan cawapres

Soal Gugatan Usia Capres-Cawapres, Cak Imin: Masih Saja Ribet AturanMenteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, Mahfud MD (www.instagram.com/@mahfudmd)

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menyerahkan kepada hakim konstitusi terkait gugatan batas minimum usia bakal cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK). Ia meminta agar tidak ada yang melakukan intervensi kepada hakim konstitusi dalam mengambil keputusan.

Namun, Mahfud menggarisbawahi sesuai standar ilmiah, MK memiliki kewenangan membatalkan undang-undang. Hal tersebut sudah berlaku sejak MK berdiri di Wina, Austria, 1920.

"Standar ilmiahnya, MK itu tidak membuat aturan tetapi hanya boleh membatalkan (negative legislator) satu aturan tertentu salah. Yang boleh diputus oleh MK, bukan didasarkan karena (aturan tersebut) tidak disenangi orang, melainkan bila dianggap melanggar konstitusi. Bila tidak melanggar konstitusi, maka MK tidak boleh membatalkan atau mengubah sebuah aturan," ungkap Mahfud di Jember, Jawa Timur dalam sebuah video yang dikutip pada Senin (25/9/2023).

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu kemudian memberikan contoh terkait gugatan batas minumum calon wakil presiden, maka perlu diperjelas berapa yang dikatakan tidak melanggar konstitusi.

"Apakah (batas minimum) 40 tahun dikatakan melanggar (konstitusi)? Apakah (batas mininum) 25 tahun melanggar? Apakah usia 70 tahun dianggap melanggar (konstitusi)?" tanyanya lagi.

Ia menambahkan jika tidak ada aturan jelas terkait hal tersebut maka penetapan batas mininum atau maksimum bagi capres dan cawapres tak melanggar konstitusi. Namun, batas minimum usia bakal cawapres dan capres sudah ditetapkan di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Di dalam pasal 169 ayat q tertulis 'peserta yang ingin menjadi capres dan cawapres berusia paling rendah 40 tahun.'

Menurut Mahfud, bila ingin mengubah aturan di dalam konstitusi itu, maka hal tersebut bukan menjadi kewenangan MK.

"Yang mengubah itu DPR, lembaga legislatif. MK pun sudah tahu mengenai hal itu," ujar Mahfud.

Ia menambahkan gugatan yang menyangkut open legal policy atau kebijakan hukum terbuka, selama ini tidak ditolak oleh MK. Gugatan tersebut, kata Mahfud, tidak diterima.

"Tidak menerima (gugatan) dengan menolak (gugatan) itu beda. Kalau menolak, artinya permohonan ditolak. Kalau tidak menerima, artinya gugatan dikembalikan untuk diproses oleh lembaga lain atau proses baru karena legal standingnya tidak tepat," tutur dia.

Oleh sebab itu, Mahfud memilih menyerahkan kepada hakim konstitusi untuk memutuskan. Sebab, sudah menjadi ranah MK untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut konstitusional.

Topik:

  • Dheri Agriesta

Berita Terkini Lainnya