TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Junta Minta Etnis Pemberontak Bersenjata Dukung Pemilu Adil di Myanmar

Sedikitnya ada 10 kelompok yang berdamai dengan pemerintah

Kepala junta Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintah terpilih dalam kudeta pada 1 Februari, memimpin parade militer pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, Sabtu (27/3/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Jakarta, IDN Times – Panglima Angkatan Bersenjata sekaligus Perdana Menteri sementara Myanmar, Min Aung Hlaing, meminta pihak-pihak yang menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata Nasional (NCA) untuk berpetang teguh pada komitmennya.

Dilansir Xinhua, dia juga meminta pihak-pihak yang belum bergabung untuk segera menandatangani NCA.

Pernyataan itu disampaikan oleh Min Aung Hlaing pada Jumat (15/10/2021), dalam kapasitasnya sebagai Komite Pusat Persatuan dan Perdamaian Nasional, bertepatan dengan ulang tahun ke-6 NCA.

Baca Juga: Indonesia Kecewa Tidak Ada Perkembangan Signifikan di Myanmar

1. Sudah ada 10 etnis bersenjata yang berdamai dengan pemerintah

Panglima Militer Myanmar Jendral Min Aung Hlaing tiba di Indonesia (IDN Times/Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden)

Pemerintah de facto Myanmar berupaya untuk memperkuat perdamaian dengan penandatanganan NCA. Menurut Min Aung, semakin banyak pihak non-NCA yang bergabung dalam komitmen tersebut, semakin berkurang pula serangan dan penembakan yang terjadi.

Dalam pesannya, organisasi etnis bersenjata diimbau untuk setia pada NCA. Min Aung juga meminta mereka untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan pemilihan umum multipartai yang adil, demokratis, dan bebas.

Sejauh ini, sudah ada 10 kelompok etnis bersenjata yang menandatangani NCA dengan pemerintah sejak Oktober 2015.

2. Kerusuhan di Myanmar telah menewaskan 1.100 orang

Pengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Sebagai informasi, militer telah memperpanjang penangguhan operasi militer selama lima bulan, dari 1 Oktober 2021 hingga 28 Februari 2022. Penangguhan itu merupakan strategi pemerintah untuk fokus menangani pandemik COVD-19 dan memulihkan stabilitas di Myanmar.

Kondisi Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta terjadi pada 1 Februari 2021. Sejauh ini, lebih dari 1.100 orang meninggal dunia akibat kerusuhan terjadi di berbagai wilayah, berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Situasi memburuk karena perlawanan bukan hanya digelorakan oleh warga sipil, termasuk para pegawai negeri. Etnis pemberontak yang selama ini menjadi korban diskriminasi junta juga melakukan perlawanan menolak kekuasaan Min Aung Hlaing.

Baca Juga: Kecewa Sama Junta, Myanmar Diwacanakan Tidak Diundang pada KTT ASEAN

Verified Writer

Andi IR

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya