TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Warga Afghanistan yang Gaji dan Masa Depannya Direnggut Taliban

Taliban memotong setengah gaji para pegawai

Cuplikan suasana di wilayah yang dikuasai Taliban. twitter.com/pagossman

Jakarta, IDN Times – Latifa Alizada, seorang perawat di salah satu rumah sakit di Kabul, adalah satu-satunya pencari nafkah bagi keluarganya. Dia memiliki tanggungan tiga anak yang masih kecil dan suaminya.

Sejak Taliban merebut ibu kota dan megambil alih pemerintahan Afghanistan, di tengah situasi yang sudah buruk akibat kekeringan dan pandemik COVID-19, Latifa terpaksa menganggur. Dia hanya bisa mengkhawatirkan masa depan tanpa berbuat apa-apa.

Perempuan berusia 27 tahun itu terpaksa meninggalkan pekerjaannya di Rumah Sakit Jamhuriat. Keputusan itu dia ambil setelah mendengar keterangan Taliban bahwa gaji mereka tidak akan dibayarkan. Selain itu, Latifa juga mengaku kesulitan dengan kewajiban memakai cadar dan pemisahan antara perawat laki-laki dengan perempuan.

"Saya keluar dari pekerjaan karena tidak ada gaji. Tidak ada gaji sama sekali," katanya sambil menggandeng tangan dua anaknya yang sedang mengunyah jagung manis.

"Kalau saya ke sana, mereka bilang 'Jangan bekerja dengan gaya berpakaian seperti ini. Jangan bekerja dengan laki-laki. Bekerjalah dengan perempuan.' Ini tidak mungkin. Bagi kami tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, karena kami adalah pekerja medis," ucap Latifa, kepada AFP, di pasar jalanan di Kabul.

Baca Juga: Taliban Tunjuk Mohammad Hasan Akhund Jadi Perdana Menteri Afghanistan

1. Taliban memotong gaji para pegawai

Pasukan Taliban berjaga sehari setelah penarikan pasukan Amerika Serikat dari Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afganistan, Selasa (31/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer.

Pada beberapa sektor yang telah beroperasi, Taliban menawarkan besaran gaji dengan jumlah yang sangat berbeda.

Seorang pejabat bea cukai yang telah bekerja di perbatasan Spin Boldak, dekat Pakistan, selama lebih dari tujuh tahun hanya ditawari gaji 110 dollar AS (sekitar Rp1,5 juta) setiap bulannya oleh Taliban. Padahal, pada pemerintahan sebelumnya, dia memperoleh gaji 240 dollar AS (Rp3,4 juta) per bulan.

"Terserah Anda jika ingin melanjutkan pekerjaan, atau berhenti," kata pejabat itu, yang tidak ingin disebutkan namanya, meniru seruan Taliban kepadanya.

Setelah mempertimbangkan besaran gaji yang ditawarkan dengan biaya perjalanan ke tempat kerja, pejabat itu akhirnya memilih untuk mengundurkan diri.

Baca Juga: AS Sebut Banyak Pejabat Kabinet Taliban yang Masuk Daftar Hitam

2. Akses keuangan Afghanistan sangat minim

Wartawan merekam sekelompok pasukan Taliban sehari setelah penarikan pasukan Amerika Serikat dari Bandara Internasional Hamid Karzai di Kabul, Afganistan, Selasa (31/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer.

Pemandangan yang meresahkan juga terlihat di sejumlah bank. Masyarakat rela mengantre supaya bisa mengambil uang. Mereka khawatir Taliban tidak memiliki cukup uang tunai karena bank sentral hanya memiliki akses ke sebagian kecil pembiayaan.  

Di sisi lain, institusi finansial global seperti International Monetary Fund (IMF) juga membekukan akses keuangan terhadap Afghanistan. Mereka tidak yakin dengan kapasitas gubernur bank sentral yang ditunjuk oleh Taliban.

Situasi itu memaksa setiap warga Afghanistan hanya bisa menarik uang tunai sebesar 200 dollar AS (sekitar Rp2,8 juta) setiap minggu.

Antrean mengular terjadi di luar cabang Bank Kabul pada Rabu (8/9/2021). Sekitar 150 orang rela berdesak-desakan di bawah sinar matahari. Terlihat pula seorang penjaga keamanan mencengkeram kabel listrik, yang digunakan sebagai cambuk jika orang-orang di kerumunan menjadi ricuh.

Salah satu pengantre, Abdullah, mengaku melakukan perjalanan dari provinsi Takhar sejak malam hari, wilayah yang jaraknya 383 kilometer dari ibu kota Kabul. Namun, setibanya di tempat tujuan bertepatan dengan fajar yang menyingsing, dia tetap berada di antrean belakang.

Baca Juga: Kisah Pertempuran Sengit di Lembah 'Lima Singa' Afghanistan

Verified Writer

Andi IR

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya