TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pasca Skandal Seksual di Kongo, WHO Janji Lakukan Reformasi Organisasi

21 staf WHO melecehkan perempuan di Kongo saat wabah ebola

Bendera berkibar di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss (who.int)

Jakarta, IDN Times – World Health Organization (WHO) berjanji akan melakukan evaluasi menyeluruh setelah kasus pemerkosaan yang dilakukan stafnya di Republik Demokratik Kongo.

Kasus itu mencuat pasca komisi penyelidikan independen WHO merilis laporan, yang mendapati 21 staf WHO melakukan pelecehan seksual selama wabah ebola melanda Kongo pada 2018-2020.

Sejak laporan itu dirilis, Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus langsung meminta maaf kepada para korban. Salah satu badan PBB itu mendapat tekanan dari para donor untuk segera memberi tanggapan. 

"WHO berkomitmen untuk memastikan bahwa penderitaan para penyintas dan keluarga mereka adalah katalis untuk transformasi budaya WHO yang mendalam,” kata Tedros pada Kamis (22/10/2021), dikutip dari AFP

Baca Juga: Sadis! 21 Pegawai WHO Lakukan Pemerkosaan di Kongo Saat Wabah Ebola

1. WHO kucurkan dana Rp107 miliar untuk membenahi sistem

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Foto diambil dari media sosial. twitter.com/DrTedros

Berdasarkan penuturan Tedros, tujuan evaluasi WHO adalah menciptakan budaya kerja yang tidak membuka celah bagi eksploitasi dan pelecehan seksual. 

“Tidak ada pula impunitas jika itu terjadi dan tidak ada toleransi untuk tidak bertindak," janji Tedros. 

Sebagai komitmen awal, WHO telah mengalokasikan dana sebesar 7,6 juta dolar AS (Rp107 miliar) untuk memperkuat kapasitasnya dalam mencegah, mendeteksi, dan menanggapi tuduhan penyerangan seksual di 10 negara, termasuk Afghanistan, Ethiopia, dan Venezuela.

Salah satu skema dalam langkah reformis itu adalah tindakan cepat dan audit bisa segera dilakukan jika ada laporan dari korban.

2. WHO akan jadikan kasus di Kongo sebagai bahan evaluasi

Ilustrasi markas pusat di WHO, Jenewa, Swiss (www.who.int)

Proyeksi jangka menengah, WHO bertujuan melakukan perombakan total melalui istilah yang Tedros sebut sebagai reformasi struktur dan budaya yang komprehensif. Tedros mengatakan, para korban dan penyintas akan menjadi jantung reformasi WHO, demi memperkuat akuntabilitas individu dan manajemen organisasi. 

Salah satu bahan evaluasi adalah faktor budaya dan struktural yang hidup di Kongo, sehingga memicu para staf WHO melakukan pelecehan seksual. 

Dalam laporan komisi independen, disoroti tentang ketimpangan gender dalam kepemimpinan operasional dan tim respons WHO. Tedros menggambarkan laporan itu sebagai sesuatu yang ‘mengerikan’.

“Kekerasan seksual selalu tidak dapat diterima, tetapi sangat keji ketika dilakukan terhadap orang-orang yang rentan oleh orang-orang yang dipekerjakan untuk melayani dan melindungi mereka", jelas Tedros. 

Baca Juga: WHO: 83 Pekerja Bantuan Lakukan Pelecehan Seksual di Kongo

Verified Writer

Andi IR

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya