TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Profil Daniel Ortega, Presiden Nikaragua yang Pernah Merampok Bank

Ortega merupakan mantan gerilyawan

Daniel Ortega saat dilantik di menjadi presiden di Nikaragua. (twitter.com/telesurenglish)

Jakarta, IDN Times - Nikaragua dalam satu tahun belakangan ini tengah menjadi sorotan dunia internasional. Pasalnya, negara Amerika Tengah itu secara kontroversial menyelenggarakan pemilihan presiden yang hanya menghadirkan calon tunggal pada November 2021. 

Hal ini membuat calon petahana Daniel Ortega dan istrinya Rosario Murillo secara otomatis kembali memimpin Nikaragua untuk lima tahun ke depan. Padahal, presiden bernama lengkap José Daniel Ortega Saavedra itu diketahui sudah memimpin Nikaragua sejak 2007. 

Namun, kepemimpinan Ortega yang sudah lebih dari 15 tahun tengah menimbulkan polemik. Hal ini terindikasi dari sikap presiden 76 tahun itu yang mengarah ke otoritarianisme setelah gagal digulingkan pada 2018 lalu. 

Berikut profil Presiden Daniel Ortega yang dikenal sebagai sosok diktator dan dianggap telah merusak demokrasi di Nikaragua. 

1. Ortega mendapatkan pengaruh politik dari keluarganya yang menentang rezim Somoza

Presiden Ortega lahir pada 11 November 1945 di La Libertad, Nikaragua. Ortega dikenal sebagai anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Don Daniel Ortega Cerda dan Lidia Saavedra Ortega. 

Sementara, pehamanan politik Ortega sudah terbentuk sejak kecil, sebab orang tuanya pernah dipenjara selama kepemimpinan rezim Somoza sebagai oposisi. Hal itu disebabkan pandangan negatif Ortega Cerda terhadap pendudukan AS di Nikaragua selama 24 tahun (1909-1933), dikutip Nicaragua Investiga

Pada pertengahan 1950-an, Ortega dan keluarganya pindah ke ibu kota Managua dan berkuliah di jurusan Hukum di Universidad Centroamericana (UCA). Pada 1963, ia akhirnya menjadi anggota FSLN (Frente Sandinista de Liberación Nacional) untuk melawan diktator Anastasio Somoza Garcia. 

Baca Juga: AS Beri Sanksi Nikaragua Saat Acara Pelantikan Ortega

2. Ortega dikenal sebagai sosok pemimpin gerilya FSLN

Setelah bergabung dengan FSLN, Ortega yang baru berusia 20 tahunan sudah terlibat dalam sejumlah kampanye penolakan terhadap rezim dinasti Somoza. Salah satu tindakan paling dikenal adalah ketika Ortega dan sejumlah rekannya membobol Bank of America di Managua pada 1967. 

Meskipun berhasil membobol bank, tapi Ortega dan beberapa rekannya di FSLN akhirnya berhasil ditangkap oleh aparat keamanan Nikaragua. Akibatnya, Ortega harus mendekam di dalam penjara selama tujuh tahun dan ia diketahui mendapatkan siksaan selama berada di balik jeruji besi. 

Setelah dibebaskan pada 1974, Ortega dan pemimpin Sandinista lainnya dibebaskan lebih awal setelah ditukar dengan anggota Somocista. Tak berselang lama, ia dan mantan tawanan dikirimkan ke Kuba selama beberapa bulan untuk mendapatkan pelatihan militer untuk menjadi seorang gerilya, dilaporkan Britannica

Sekembalinya ke Nikaragua secara rahasia, ia memimpin sejumlah operasi dalam melawan resim Somoza dan menyulut pecahnya Revolusi Nikaragua pada 1978. Hanya berlangsung selama satu tahun, FSLN sukses menggulingkan pemerintahan dinasti Somoza yang sudah memimpin Nikaragua selama 43 tahun. 

Setelah mengalami kekalahan, Anastasio Somoza Debayle melarikan diri ke AS dan mendapatkan suaka di Paraguay. Pada 1980, Debayle dibunuh dengan senapan mesin oleh gerilya sayap kiri Argentina, Ejército Revolucionario del Pueblo (ERP) saat mengemudikan mobilnya di jalanan Asuncion, dilansir The Washington Post.  

Baca Juga: Pemimpin Oposisi Nikaragua Meninggal di Dalam Penjara

3. Berperang melawan gerilya Contras yang didukung AS

Pada 1984, Daniel Ortega resmi maju sebagai presiden di Nikaragua setelah memenangkan pemilihan presiden. Bahkan, mayoritas pengamat menyebut pemilihan umum dilangsungkan dengan adil dan bebas, meski menuai protes dari pihak oposisi. 

Mendengar kemenangan Ortega, Presiden AS Ronald Reagan tidak senang dan menyebutnya sebagai the little dictator yang didukung oleh Kuba dan Uni Soviet. Hal ini juga sesuai dengan misinya untuk melenyapkan komunisme di Amerika Latin yang dianggap mengancam AS, dikutip The Independent.

Akibatnya, AS memberikan dukungan kepada kelompok gerilya sayap kanan Contras di Nikaragua yang menolak pemerintahan sayap kiri. Pada peperangan tersebut, AS disebut memberikan dukungan finansial dan persenjataan kepada pasukan gerilya agar dapat menggulingkan pemerintahan. 

Perang Contra di Nikaragua tahun 1979-1990 diketahui telah menciptakan ketidakstabilan dan mengakibatkan tewasnya puluhan ribu warga. Bahkan, Pengadilan Kriminal Internasional menyebut AS telah melanggar hukum internasional dalam intervensi tersebut.

4. Ortega gagal memenangkan pilpres secara berturut-turut

Meski mendapatkan dukungan dari penduduk lewat kebijakan di bidang kesehatan, pendidikan, dan reformasi lahan, pemerintah Nikaragua di bawah Sandinista mendapatkan kritikan akibat buruknya perekonomian yang diakibatkan Perang Contra dan sanksi ekonomi dari AS. 

Hal itu membuat pamor Ortega turun dan harus kalah dalam pencalonannya pada pemilihan umum di tahun 1990 dari Violeta Barrios de Chamorro yang berasal dari Partai Persatuan Oposisi Nasional. Di tahun 1996, Ortega gagal kembali menjadi pemimpin setelah kalah dari Arnoldo Alemán Lacayo. 

Pada 2001, Ortega yang masih menjadi kandidat utama dari FSLN kembali kalah dari Enrique Bolaños yang berasal dari Partido Liberal Constitucionalista (PLC). Kekalahan yang dialami FSLN ini disebabkan adanya perpecahan dalam tubuh partai disertai dugaan korupsi dan skandal pelecehan seksual. 

Kendati demikian, di tahun 2006, Ortega diketahui melakukan restrukturisasi dari paham komunismenya dan berkeinginan untuk meningkatkan investasi di Nikaragua untuk mengurangi angka kemiskinan. Hal itu sukses membawanya kembali memimpin Nikaragua untuk periode kedua, dilansir BBC

5. Mulai menancapkan kekuasaannya di Nikaragua

Presiden Nikaragua, Daniel Ortega. instagram.com/nicaraguainvest/

Pada 2009, Ortega disebut mulai berupaya menancapkan kekuasaannya di Nikaragua. Hal ini setelah Mahkamah Agung memutuskan untuk menghapus larangan pencalonan lebih dari dua periode, sehingga membuka jalan Ortega untuk kembali berkuasa. 

Pada 2014, terdapat perubahan kembali dalam undang-undang konstitusi di Nikaragua yang memperbolehkan presiden untuk mencalonkan dalam tiga periode berturut-turut. Amandemen itu yang membuat rezim Ortega semakin menjadi-jadi dan memuluskan jalannya untuk menjadi diktator di negara Amerika Tengah itu. 

Pada pilpres 2016, Ortega memilih istrinya sendiri, Rosario Murillo untuk maju mendampinginya sebagai wakil presiden. Keduanya berhasil memenangkan pilpres dengan hasil yang timpang, di mana Ortega mendapatkan 72 persen suara berbanding 15 persen yang didapat Maximino Rodríguez.

Namun, pemilihan presiden tersebut dirundung sejumlah penolakan dan pertanyaan terkait keadilan dan kebebasannya. Pasalnya, banyak pihak yang meragukan keabsahan dari hasil pemilu di Nikaragua tersebut. 

6. Berhasil bertahan di tengah protes besar-besaran di Nikaragua

Suasana protes di Nikaragua pada April 2018. (twitter.com/michaelcdeibert)

Pada April 2018, Ortega mendapat kecaman besar dari penduduk Nikaragua setelah hendak meresmikan reformasi sistem pensiun dan peningkatan pajak penghasilan. Hal ini menyulut aksi demonstrasi besar-besaran di seluruh penjuru negeri yang berujung ricuh. 

Bahkan, hal ini mengakibatkan timbulnya protes yang lebih besar, yang menginginkan agar presiden mundur dari jabatannya setelah berkuasa lebih dari 11 tahun. Selain itu, terdapat bentrokan atas demonstran propemerintah dengan massa yang menolak pemerintahan.

Dilansir The Guardian, kekerasan yang mayoritas dilangsungkan oleh massa propemerintah dengan aparat keamanan mengakibatkan setidaknya 300 orang tewas dan 2.000 orang terluka. Bahkan, sekitar 300 orang dihukum dan mayoritas di antaranya mendapat jeratan kasus terorisme. 

Sementara itu, Human Rights Watch menyebut pemerintah Nikaragua terlibat kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kepada demonstran selama unjuk rasa di tahun 2018. Selain itu, pemerintah juga secara paksa menutup seluruh media agar tidak memberitakan demonstrasi di negaranya. 

Baca Juga: Uni Eropa Sanksi Istri dan Anak Ortega atas Pelanggaran HAM

Verified Writer

Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya