TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mesir: Arkeolog Kesal Pemerintah Pinjamkan Artefak Islam ke Arab Saudi

Padahal kesepakatan dibuat untuk dongkrak ekonomi yang lesu 

Salah satu artefak Islam di Museum Islamic Art Kairo, Mesir (foto pada tahun 2017). Twitter.com/j@janearraf

Kairo, IDN times - Para arkeolog dan ahli barang antik Mesir dilaporkan mengutarakan kemarahan dan kekesalannya atas keputusan pemerintah dalam membuat kesepakatan baru-baru ini dengan Arab Saudi, terkait peminjaman 84 artefak dari Museum Seni Islam di Kairo kepada King Abdulaziz Center for World Culture (Ithra) di kota Dhahran, Saudi. 

Perjanjian yang ditandatangani oleh Dewan Tertinggi Purbakala Mesir dengan perusahaan Saudi Aramco pada 9 November lalu, telah menyepakati peminjaman artefak untuk jangka waktu dua tahun yang akan dibuka pada Desember mendatang, dalam pameran bertajuk “Bisektor Masjid.” Pameran tersebut akan mencakup beberapa karya arkeologi yang berasal dari abad kesembilan, dimana lusinan artefak yang akan dibawa dari Mesir diantaranya terdiri dari bagian masjid bersejarah seperti mimbar, mihrab, sajadah, lilin kuno, Al-quran, serta benda lain yang mencerminkan perkembangan masjid sepanjang zaman.

Melansir dari Al-Monitor, Tujuan dari kerjasama ini adalah untuk mendorong minat wisatawan Saudi dan menaikkan ekonomi pariwisata Mesir yang lesu di tengah masa pandemi. Hal itu-lah yang disampaikan oleh Kepala departemen museum di Kementerian Pariwisata dan Purbakala, Moamen Othman: “Kementerian Purbakala Mesir akan meraup keuntungan finansial dari mengadakan pameran arkeologi di Arab Saudi. Kementerian berhak atas persentase dari biaya yang akan dipungut dari pengunjung pameran. Mesir berupaya menggelar pameran ini untuk pertama kalinya di Arab Saudi sebagai bagian dari rencana penyelenggaraan pameran arkeologi di negara-negara Teluk."

Othman berpendapat bahwa negara-negara Arab tertarik pada barang antik Islam milik Mesir yang mengekspresikan sejarah di berbagai peradaban .Kedepannya, keputusan itu juga diharapkan dapat mempererat hubungan bilateral kedua negara di bidang barang antik dan museum yang telah dimulai sejak tahun 2016 silam.

Keputusan untuk mengadakan pameran barang antik tersebut pun disinyalir akan membawa dampak positif bagi kedua negara. Terlebih, Arab Saudi sendiri diketahui berada di peringkat kelima dalam pasar wisatawan terbesar untuk tujuan ke Mesir. Lalu mengapa niat pemerintah justru dinilai negatif oleh para arkeolog? 

Baca Juga: Merasa Dikutuk 15 Tahun, Turis Kembalikan Artefak Curian Dari Pompeii

1. Risiko kerusakan yang dapat terjadi

Gedung "The King Abdulaziz Center for World Culture". ©Snøhetta

"Mengirim artefak kuno ke negara lain adalah masalah yang memiliki risiko besar.. Artefak bisa saja rusak atau hilang," kata ahli Mesir dan barang antik terkemuka Bassam al-Shamaa.

Melansir dari Middle East Eye, kekhawatiran para arkeolog itu bermula dari mengingat nasib serupa yang terlebih dulu menimpa barang-barang antik yang telah dibawa ke negara lain. Banyak diantara barang bersejarah Mesir yang dikirim ke luar negeri untuk dipamerkan seringkali menjadi sasaran perusakan dalam banyak kesempatan, termasuk kasus vandalisme pada bulan oktober lalu di museum Berlin, Jerman.

Arkeolog pun khawatir hal itu juga akan menimpa artefak islam yang dikirim nanti, terlebih barang-barang antik tersebut memiliki nilai sejarah yang istimewa dan keberadaanya begitu penting sebagai warisan negara.

2. Artefak Mesir banyak dimiliki negara lainnya

Kecemasan para arkeolog Mesir pun cukup beralasan karena selama ini telah banyak artefak bernilai tinggi milik negara yang pergi ke tangan negara lain. Selama abad 19 dan ke-20, pemerintah Mesir telah seringkali menawarkan artefak negaranya sebagai hadiah kepada pemerintah asing dan beberapa dari barang-barang itu pun kemudian menjadi inti dari koleksi penting di beberapa museum Eropa.

Belum lagi dengan banyaknya kasus pencurian barang antik ilegal yang telah membuat negara harus bekerja keras untuk mendapatkan artefak yang diselundupkan dan dicuri, seperti usaha yang baru-baru ini terjadi ketika Kementerian Pariwisata dan Purbakala Mesir berhasil mendapatkan kembali artefak yang telah disita oleh pihak berwenang di Cagliari, Italia.

Berdasarkan data dari dewan tertinggi barang antik Mesir, saat ini saja telah ada lebih banyak obelisk Mesir yang berada di kota Roma daripada di negara sendiri. Pemerintah pun harus kerap kali mengirimkan surat ke museum asing agar tidak membeli barang antik curian atau yang penjualnya tidak memiliki bukti kepemilikan resmi. Upaya serupa tersebut juga tengah diusahakan oleh para arkeolog mereka yang meluncurkan kampanye sendiri, salah satunya dengan meminta dikembalikannya patung Ratu Nefertiti di Jerman.

Mesir sejatinya telah merumuskan hukum pertama terkait barang antik dengan tujuan 'hanya untuk ekspedisi ilmiah' sejak tahun 1912 dan secara berkala pemerintah telah berusaha untuk merancang serangkaian undang-undang lainnya agar dapat melindungi warisan kuno Mesir. Tetapi hingga kini hal itu dinilai masih belum sepenuhnya efektif dilaksanakan.

Baca Juga: 11 Artefak ini Ditemukan Saat Ingin Membangun Kereta Bawah Tanah

Verified Writer

Calledasia Lakawa

Broken crayons still color

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya