TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Demo Anti Pemerintah di Sudan Berakhir Bentrok, 8 Orang Tewas

Protes tersebut berawal dari kenaikan bahan pokok

twitter.com/japantimes

Khartoum, IDN Times - Unjuk rasa yang terjadi di beberapa wilayah di Sudah ini berakhir bentrok dengan kepolisian Sudan yang menyebabkan 8 orang dilaporkan tewas. Penyebab unjuk rasa anti pemerintah yang terjadi hari Kamis, 20 Desember 2018, lalu ini disebabkan protes kenaikan harga bahan pokok. Bagaimana awal ceritanya?

1. Pihak berwenang telah mengumumkan situasi darurat

twitter.com/EihabAD

Dilansir dari Aljazeera.com, sebanyak 8 orang tewas atas unjuk rasa anti pemerintah yang terjadi di Sudan selama 2 hari beruntun yang terjadi pada hari Kamis, 20 Desember 2018, akibat meningkatnya kemarahan publik atas melonjaknya harga dan masalah ekonomi lainnya. Pihak berwenang di hari yang sama langsung mengumumkan keadaan darurat di kota timur Gadarif, tempat sebanyak 6 demonstran yang tewas dalam bentrokan dengan polisi anti huru hara seperti yang diungkapkan oleh seorang anggota parlemen, Al Tayeb Al Amine Tah, tanpa memberikan perincian lebih lanjut.

Seorang anggota parlemen lainnya, Mubarak Al Nur, mengatakan situasi di wilayah Gadarif menjadi berbahaya. "Situasi di Qadarif telah menjadi berbahaya dan protes telah berkembang untuk memasukkan kebakaran dan pencurian dan sekarang di luar kendali," ungkap pernyataan Mubarak Al Nur seperti yang dikutip dari Aljazeera.com. Sedangkan 2 demonstran yang tewas berada di kota Atbara, di mana para pasukan polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan para demonstran.

Pihak berwenang juga memberlakukan jam malam di kota itu setelah para pengunjuk rasa membakar markas Partai Kongres Nasional,NCP, yang juga merupakan partai dari Presiden Sudan, Omar Al Bashir.

2. Juru bicara Presiden Sudan menyebut unjuk rasa tersebut ditangani dengan cara beradab

twitter.com/FRANCE24

Gubernur Sungai Nil, Hatem Al Wassilah, menyebut unjuk rasa ini sebenarnya diawali dengan unjuk rasa damai namun tak lama berubah menjadi tindakan anarkisme. "Protes dimulai dengan damai dan kemudian berubah menjadi kekerasan dan vandalisme. Kami menyatakan keadaan darurat dan jam malam dan penutupan sekolah di kota," ungkap pernyataan Hatem Al Wassilah seperti yang dikutip dari Aljazeera.com.

Kenaikan harga roti yang semula adalah 1 pound Sudan atau setara dengan Rp 290 naik menjadi 3 pound Sudan atau setara dengan Rp 913 pada hari Rabu, 19 Desember 2018, membuat sebagian besar rakyat Sudah geram dengan keputusan pemerintah ini. Seorang saksi mengatakan para pasukan polisi di ibukota Sudan telah menembakkan gas air mata serta mengejar para pengunjuk rasa yang dinilai sebagai provokator.

Beberapa demonstran menyerukan untuk menuntut turunnya rezim Omar Al Bashir. Pada hari Jumat, 21 Desember 2018, juru bicara dari Presiden Sudan menyebut selama 2 hari unjuk rasa besar-besaran telah ditangani dengan cara yang beradab tanpa penindasan. 

"Demonstrasi damai digelincirkan dan diubah oleh penyusup menjadi kegiatan subversif yang menargetkan lembaga-lembaga publik dan properti, membakar, menghancurkan dan membakar beberapa markas polisi," ungkap seorang juru bicara Presiden Sudan seperti yang dikutip dari Aljazeera.com.

Baca Juga: Armenia Dilanda Demonstrasi Besar Pasca Penolakan dari Anggota Parlemen

Verified Writer

Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya